Shera melangkah memasuki ruangan eskul seni. Ia berniat menemui Meisy hari ini.
"Kak Meisy!"
Shera segera berlari menghampiri Meisy yang tengah sibuk berunding dengan beberapa senior eskul seni.
"Eh, Shera. Ada apa?"
Shera menggigit bibir bawahnya, sebelum tatapannya terbagi antara Meisy dan beberapa senior eskul seni yang memang ada disana.
"Aku mau ngundurin diri dari eskul seni, kak. Dan, aku nggak bisa berpartisipasi buat acara seni pesta ulang tahun sekolah nanti."
Jelas pengakuan Shera menghadirkan keterkejutan dari para senior eskul seni. Apalagi Meisy. Dia sudah sangat senang dengan Shera, bahkan Shera sudah jadi junior seni favoritnya karena kepiawaiannya dalam menggambar dan melukis.
"Kenapa? Kamu nggak betah di eskul seni? Atau ada yang jahatin kamu? Bilang sama kakak, biar kakak bisa beritahu supaya kamu nggak digangguin lagi." Meisy berujar serius.
"Eh, nggak kak." Shera menggeleng cepat-cepat. "Ada alasan yang buat aku harus mengundurkan diri."
Para senior nampak kecewa dengan keputusan yang Shera ambil.
"Tolong pikirkan sekali lagi, Shera. Kamu salah satu anak eskul seni yang berbakat. Sayang sekali jika kamu memilih buat ngundurin diri." Dewi--salah satu senior berusaha membuat Shera berubah pikiran.
Sayangnya keputusan Shera sudah bulat.
"Maafin Shera, kak. Shera benar-benar nggak bisa lagi."
Meisy mendekati Shera. "Yasudah, jika itu sudah jadi keputusan kamu. Kami sebagai senior tak bisa berbuat apa-apa."
Senyum paksa Shera hadirkan diwajahnya. "Terima kasih buat kebijaksanaan kakak. Maafin Shera jika membuat kalian semua kecewa. Tapi Shera janji, akan tetap bantu eskul seni mempersiapkan acara pentas seni nanti."
Setidaknya, apa yang Shera ucapkan menghadirkan sedikit rasa bahagia dihati para senior. Tak apalah jika Shera sudah tak ada lagi di eskul seni, asalkan gadis itu masih mau berkontribusi dalam eskul seni, meski tak lagi sebagai anggota eskul.
"Jika seandainya kamu berubah pikiran, kamu bisa kembali bergabung menjadi anggota. Senior akan tetap menyambut kamu dengan senang hati."
"Makasih, kak."
***
"Serius lo keluar dari eskul seni?!"
Shera mengangguk pelan menjawab pertanyaan dari Risty. Ia sama sekali tak percaya jika Shera menempuh jalan ini. Shera cinta dunia seni, dan Shera pernah mengatakan padanya jika ia akan perdalaman ilmu seninya. Bahkan, Shera sudah bertekad mendedikasikan hidupnya untuk memperkenalkan seni pada orang banyak.
"Nggak percaya sih kalo lo ngambil keputusan buat keluar eskul seni. Sebenarnya apa yang terjadi sama lo?"
Shera menutup bukunya dengan gerakan gusar. "Intinya ini keputusan yang gue ambil. Mau sampai kapanpun gue nggak akan masuk eskul seni lagi."
"Jawaban yang lo kasih nggak membuat gue puas, Ra. Gue cuma tanya kenapa lo harus keluar? Gue tau pasti cuma terpaksa."
Shera menatap Risty lekat. "Alasan yang nggak perlu gue omongin. Cukup gue sama Tuhan aja yang tau."
Kepala Risty memggeleng tak habis pikir. Shera ini kenapa sebenarnya? Sama sekali tak mau berbagi masalah. Mengatakan permasalahannya saja wajah Shera begitu nampak emosi.
"Tenang aja, Ty. Alasan gue nggak merugikan siapapun."
Shera bangkit dari duduknya, berjalan keluar meninggalkan Risty yang nampak melongo ditempat duduknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Choice
Teen FictionPutus cinta saat masih duduk di bangku SMP nyatanya membuat Cakra berlaku seorang pemuda yang sangat menyebalkan. Tak ada hari bagi pemuda itu untuk tidak membuat kekacauan. Ada satu hal yang sangat senang Cakra lakukan selain berbuat onar. Ia senan...