21

427 23 2
                                    

Shera hanya bisa menghela napas saat tatapan mengejek itu dialamatkan padanya.

Soal ia terjatuh di kolam air terjun yang kemarin, sudah tersebar di satu sekolah dan mungkin saja menjadi bahan hiburan mereka.

Jangan heran mengapa kejadian itu mudah tersebar. Sudah pasti karena sosial media yang jangkauannya begitu luas.

Dengan senyum miris Shera berusaha menatap siapapun yang ada dihadapannya. Bagi Shera hal seperti ini tak perlu ia pikirkan. Bukankah dalam hidup ini kita akan berada dalam situasi paling konyol? Bahkan orang yang terkenal sekalipun pasti pernah mengalami hal konyol. Salah satunya terjatuh dan tercebur ke dalam kolam sama halnya yang dialami oleh Shera.

Dibandingkan dengan membalas atau memasang raut betapa kesalnya ia pada siswa kurang kerjaan itu, Shera memilih menganggapnya sebagai angin lalu. Hinaan kecil seperti tertawaan itu tak akan mudah menjatuhkan mentalnya.

Shera tak selemah itu.

Apa mereka pikir setelah ini Shera akan menangis? Tentu saja Shera tak akan pernah melakukannya. Air matanya tak perlu ia teteskan demi orang yang tak semuanya ia kenal itu.

Brak!

Mata Shera mengerjap cepat saat Risty sudah datang dalam keadaan tak seperti biasa. Wajah sahabatnya itu nampak memerah, menahan gejolak emosi yang hampir meledak.

"Ra, ini kenapa?!"

Risty memperlihatkan layar ponselnya ke hadapan Shera, yang membuat Shera harus memundurkan wajahnya karena tadinya sempat begitu dekat dengan layar ponsel milik Risty.

Shera bisa melihat dimana ia perlahan terjatuh kedalam kolam, yang ditertawai oleh banyak orang, termasuk Cakra.
Ia sama sekali tak terkejut akan hal itu. Kejadian seperti itu tak perlu waktu lama untuk segera diketahui orang lain.

"Ra, kenapa bisa gini?!" Suara nyaring milik Risty membuat Shera meringis pelan.

"Yah...gitu. Kemarin gue ceroboh, terus kecebur." Shera berusaha menjawab tenang.

"Gitu doang?!", teriak Risty gemas.

"Yah, lo maunya gue gimana, Ty?"

Risty melipat kedua tangannya didepan dada. "Lo kudunya marahlah, Ra. Mereka ngejek lo, dan yang lebih ngecewain lagi Cakra ada di video itu. Tapi dia malah ngetawain tanpa mau ngebantu lo. Dan sekarang lo nggak ngerasa marah?"

Shera mengusap pelan pundak Risty. "Nggak ada gunanya kalo gue mau marah-marah, Ty. Keadaannya akan tetap begini. Kejadiannya juga udah lewat."

Risty berdecak. "Ya nggak bisa gitu, dong! Pokoknya gue mau harus diemin tuh mulut mereka biar nggak banyak bacot!"

"Ty, udah sih. Gue aja nyantai, nggak usah diambil pusing. Yang ada, lo bakalan kena masalah, dan taruhannya cita-cita lo. Kalo orang tua lo tau kalo anaknya ini bikin ulah, udah pasti cita-cita lo terhambat. Jangan buat mereka menyesal buat ngizinin lo buat jadi apa yang lo mau."

Risty membungkam mulut rapat-rapat. Shera memang benar, tapi ada hal yang Risty sesalkan hingga detik ini.

Alasan itu tak lain adalah ketika Shera selalu bisa menolongnya, dan menjadi salah satu sandaran paling kuat buatnya. Tapi, untuk melindungi Shera ia selalu saja gagal. Ia merasa gagal menjadi seorang sahabat.

Dengan kekehan geli, Shera mencubit gemas sebelah pipi Risty. "Duh, nggak usah sedih. Daripada lo manyun, mendingan kita ngadem di perpus. Gue butuh buku tentang dunia melukis. Lo juga bisa numpang Wi-Fi. Lumayan."

Shera menaik turunkan alisnya ketika Risty mendelik kesal padanya. "Ayo, deh! Daripada gue makin kesel."

Dalam hati Shera bisa bernapas lega. Setidaknya Risty tak harus membahas masalah yang tak perlu dipikirkannya. Biarkan saja Shera yang mendapat hinaan. Risty tak perlu terlibat.

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang