37

464 18 3
                                    




Shera sudah selesai berganti pakaian. Kini ia sudah mengenakan seragam sekolahnya kembali. Tak lupa juga ia sudah membersihkan riasan diwajahnya. Soal itu Risty yang membantunya.

Shera dan Risty keluar dari ruang rias.

Dahi mereka mengerinyit mendapati Tesa yang berdiri tak jauh dari mereka. Sedang apa gadis itu di belakang panggung ini?

"Tesa, kamu kenapa?", tanya Shera.

Tesa tersenyum tipis. "Tadi aku kesini buat ketemu Cakra, ngasih dia minum."

Kepala Shera dan Risty mengangguk.

"Tapi, Cakra mana? Bukannya dia harusnya disini, yah?", tanya Risty.

Shera memilih diam saja. Menunggu Tesa memberi jawabannya.

Senyum kecut Tesa terbentuk. "Tadi Cakra memang ada disini, sama aku. Dia juga sempat minum air yang aku kasih. Tapi, pas liat Tania, dia malah ngejar Tania. Jadinya aku sendirian, deh," tutur Tesa.

Risty menggeleng tak habis pikir. Sedangkan Shera mengesah lelah dalam hati. Mengapa rasanya nyeri mendengar ucapan Tesa itu? Ia juga sama dengan Tesa dan Tania, sama-sama memiliki perasaan yang lebih untuk Cakra. Jadi Shera tahu bagaimana perasaan Tesa saat ini.

Shera heran, mengapa cowok macam Cakra bisa disukai tiga orang gadis sekaligus? Mengingat perangai cowok itu yang menyebalkan, dan tingkahnya yang terkadang kelewatan, mengapa ia bisa diberi pesona yang sedemikian kuatnya?

Dan Shera termasuk salah satu gadis yang terjebak dalam pesonanya itu. Berakhir dengan Shera yang menaruh perasaan pada Cakra.

Shera menepuk pelan pundak Tesa. "Daripada suntuk disini, mending kita beli eskrim aja. Kebetulan di depan sekolah ada penjual eskrim."

Mata Tesa seketika berbinar. "Wah, mau! Mau!"

"Lo ikut 'kan, Ty?", tanya Shera memastikan.

Risty mengibaskan rambut. "Ya iyalah! Enak aja mau ninggalin gue disini!"

Ketiganya pun berjalan beriringan, beranjak keluar dari bagian belakang panggung.

****




Cakra menghempaskan tubuhnya begitu saja diatas tempat tidur Naufal.

Naufal yang sibuk mengetik tugas berdecak jengkel. Sahabatnya yang satu itu tak memiliki adab maupun sopan santun jika sudah bertamu ke rumahnya.

"Gue mau nanya, Fal!", ujar Cakra dengan pandangan fokus pada langit-langit kamar Naufal yang bercat biru pucat.

"Gue bukan peta!", jawab Naufal tanpa memindahkan pandangannya dari layar komputer.

"Setan! Lo kata gue Dora?"

"Katakan peta! Katakan peta! Berhasil horeee!" Naufal menjawab dengan seringai menyebalkan.

"Lama-lama gue lemparin granat yah ke muka lo!", ancam Cakra.

"Lo sih kebanyakan mukadimah. Tinggal langsung nanya kenapa, sih? Ribet banget macem anak perawan yang belum dilamar-lamar!", sewot Naufal.

Menghela napas sejenak, Cakra mulai memejamkan mata. "Tania minta dikasih kesempatan lagi sama gue. Dia mau hubungan dia sama gue balik kayak dulu."

Naufal menghentikan aktivitas mengetik tugasnya. Entah mengapa cerita Cakra sekarang justru berhasil mengambil perhatiannya, sampai tugas itupun Naufal abaikan.

"Terus respon lo gimana?"

Cakra bangun lalu duduk sembari menyandarkan tubuhnya pada kepala ranjang. "Yah, nggak gimana-gimana. Gue takut kalo gue ngerespon dikit aja dia bakal langsung menyalah-artikan. Gila aja gue dicap PHP ntar!"

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang