47

564 26 2
                                    

Cakra dan Shera mengurai pelukan mereka satu sama lain.

Keduanya saling menatap lekat. Ada kebahagiaan dan rasa lega saat mereka tahu perasaan satu sama lain.

Setelah beberapa hari ini ada fase dimana adanya perubahan sikap, hubungan mereka yang sempat merenggang, hingga kekecewaan dan kesedihan yang hampir saja mengerucut menjadi sebuah kata yang disebut sebagai kebencian, berhasil mereka lewati.

Cakra dan Shera sama-sama saling mencintai.

Cakra beralih menggenggam tangan Shera, dan mengajak gadis itu duduk bersama diatas teras.

"Lo tau, awalnya gue pikir lo itu gadis biasa. Tapi ternyata, lo bahkan lebih dari sekadar kata biasa." Cakra mendongakkan kepalanya menatap lurus langit yang nampak gelap diatas sana.

"Maksudnya?", tanya Shera memandang Cakra lekat dari samping.

"Awal kita ketemu, gue pikir lo itu gadis biasa, dan nggak akan ikut campur sebegini banyaknya sama kehidupan gue. Tapi, ternyata gue salah. Gue kira pas pertama kali kita ketemu soal insiden gue nabrak lo di koriodor, lo bakalan langsung pergi dan nggak akan berurusan sama gue lagi. Tapi, lo malah ngelawan gue, bahkan ngatain gue buaya kampung. Setelah kejadian itu, kita jadi serinf ketemu, dan gue punya peluang buat terus gangguin lo. Makin kesini gue makin sada kalo gue ternyata ada rasa sama lo. Ditambah lagi sama fakta lo udag suka gue sewaktu SMP, dan lo juga cewek yang pernah makai hoodie orange dan nemenin gue walaupun cuma sebentar."

Satu persatu kejadian itu berputar dengan apik didalam kepala Shera. Senyum Shera tak urung untuk terbentuk. Lucu sekali membayangkan Tuhan mempertemukan mereka dengan cara seperti ini. Sepandai-pandainya manusia membuat jalan cerita untuk merangkai sebuah kisah, nyatanya Tuhan bahkan lebih hebat untuk itu, bahkan segala sesuatu yang terjadi diatas muka bumi adalah keinginan Tuhan.

"Shera, gue boleh ngomong sesuatu sama lo?", tanya Cakra memandang Shera yang juga tengah memandangnya.

"Apa?", tanya Shera pelan.

"Gue sayang sama lo."

Senyum Shera tanpa sadar terbentuk. "Dasar gombal!", cibir Shera seraya terkekeh pelan.

"Seriusan, gue sayang sama lo," aku Cakra dengan wajah serius.

"Iya, iya. Gue tau. Gue juga sayang sama lo," balas Shera tanpa ragu.

Cakra lalu mendekap tubuh Shera dengan sangat erat. "Aduh, gemesin banget nih cewek, pengen gue langsung minta ke bapaknya!"

Shera yang dipeluk sedemikian eratnya oleh Cakra berusaha melepaskan diri. "Cak, lo meluknya kekecengannnnnn! Gue nggak bisa napas!", ujar Shera.

Cakra terkekeh lalu melonggarkan dekapannya. "Kalo lo nggak bisa napas gue ntar kasih napas buatan, tenang aja," balas Cakra santai.

Shera langsung menjitak kepala Cakra. "Nyebelin!"

Cakra mengacak pelan puncak kepala Shera.

Setelahnya tak ada obrolan yang terjadi. Keduanya diam memandang malam yang nampak masih panjang itu.



***







Cakra tak hentinya tersenyum pada setiap orang yang berpapasan dengannya.

Tentu saja kelakuan Cakra itu mengundang rasa penasaran dari ketiga sahabatnya, Naufal, Vino, dan Ojip.

"Cakra kenapa senyum-senyum begitu? Mau ngeringin gigi, yah?", tanya Vino mengerjapkan mata beberapa kali. Untung saja Cakra sedang senang, jadi ia tak melayangkan tampolan ke kepala Vino sekarang juga.

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang