12

547 27 2
                                    

Tanggal 22 Desember jatuh tepat pada hari ini.

Semua orang pasti sudah tahu jika ada peringatan penting setiap tanggal 22 Desember.

Hari ibu.

Seluruh anak akan memperingati hari Ibu ini. Mulai dari memberikan hadiah, mengajak ibu jalan-jalan, mengerjakan pekerjaan ibu selama seharian, bahkan membasuh kedua kaki ibu.

Tapi, semua itu tidak bisa Shera lakukan. Ia dan ibunya terpisah karena alam yang sudah berada. Ibunya sudah tenang disisi Tuhan.

Untunglah hari ini Shera bisa bangun lebih awal dibandingkan hari-hari biasa. Usai sholat subuh, Shera dan ayahnya bergegas menuju pusara ibu Shera yang letaknya cukup jauh dari rumah mereka. Butuh waktu kurang lebih 30 menit untuk sampai kesana.

Setibanya didepan pusara ibunya, Shera segera berjongkok, kemudian mencabuti rumput liar yang menumbuhi pusara ibunya. Ayahnya pun melakukan hal yang sama. Setelahnya, Shera mulai menyiramkan air di tanah makam ibunya. Air matanya pun jatuh tak tertahankan.

Adi yang melihat putrinya nampak sedih itu segera mengusap pundak Shera. "Jangan sedih dihadapan pusara ibu, nak. Ibu pasti sangat sedih melihat kamu belum bisa menerima kepergiannya."

Shera hanya menganggukkan kepala, lalu ia menengadahkan kedua telapak tangannya. Mulutnya bergerak melantunkan doa untuk sang ibu.

Tangis Shera makin pecah. Ia lalu mengusap lembut batu nisan bertuliskan nama ibunya. "Bu, selamat hari ibu. Maafkan Shera yang malah menangis di makam ibu. Shera nggak ada niat membuat ibu sedih."

Adi merasakan pipinya basah. Setiap melihat Shera berbicara tepat dihadapan makam ibunya selalu berhasil membuatnya merasa sangat sedih. Ia sama seperti Shera. Ia kehilangan sosok istri yang ia cintai, dan Shera harus kehilangan sosok ibu saat Shera berusia belia.

Tak hentinya Shera menumpahkan segala keluh kesahnya di makam ibunya. Sesekali Shera melemparkan pertanyaan, seolah-olah ibunya bisa mendengar dan menjawab segala pertanyaannya. Tapi, hanya ada sepi yang memberikan jawaban. Adi sendiri hanya menjadi pendengar. Cukup dalam setiap waktu sendiri ia bisa menumpahkan segala keluh kesahnya. Ada keinginan dibenak Adi melakukan hal yang sama seperti apa yang Shera lakukan. Tapi sayangnya, Adi tak cukup berani melakukannya. Ia takut Shera akan makin terpukul saat mengetahui bahwa Adi masih begitu terpuruk dengan kepergian istrinya.

"Shera, ayo berangkat ke sekolah!", ujar Adi seraya bangkit dari posisinya. Shera menganggukkan kepala samar.

Ia menatap batu nisan ibunya sekali lagi, lalu tangannya perlahan mengusap lembut batu nisan itu. "Bu, Shera sama ayah pergi dulu."

Shera ikut berdiri, dan berjalan berdampingan bersama Adi meninggalkan lokasi pemakaman.

Shera lalu menyerahkan sebuah undangan pada Adi. "Ayah, hari ini acara hari ibu di sekolah. Dan pihak sekolah mengundang orang tua untuk hadir. Sejak kemarin Shera mau ngasih ke ayah, tapi Shera lupa."

Adi menerima undangan yang Shera berikan. Senyum tipisnya perlahan terpatri diwajahnya. "Nanti ayah akan datang."

"Terima kasih, yah," ujar Shera menatap lembut ayahnya.

***

"Tante Rina sama om Aris mana, Cak? Belum dateng?"

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang