30

440 19 8
                                    

Cakra tak bisa mengucapkan apa-apa saat motor Risty berhenti tepat di halaman rumah Tania.

Shera sudah turun dari motor, disusul oleh Risty setelah memarkirkan motornya di tempat yang aman.

Shera menatap Cakra yang saat ini juga tengah menatapnya. "Kalo lo nggak sanggup ngelakuinnya, nggak papa."

Kepala Cakra menggeleng tegas. "Gue bisa ngelakuinnya."

Shera menghembuskan napas pelan. Ia memperhatikan teman-temannya sejenak, kemudian ia melangkah menuju ke rumah Tania yang begitu megah.

Sempat ragu pada awalnya, tapi Shera berusaha meyakinkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja, sama seperti yang terlintas dalam pikirannya.

Tok, Tok, Tok

"Assalamu 'alaikum!"

Shera kembali mengetuk pintu rumah Tania.

Cklek

"Wa'alaikumussalam. Neng cari siapa, yah?", tanya seorang wanita paruh baya yang baru saja membukakan pintu pada Shera.

"Saya nyari Tania, bu. Tania ada?"

"Oh, non Tania? Dia di dalam, neng."

"Boleh saya ketemu dia?"

Wanita paruh baya yang membukakan pintu untuk Shera nampak bimbang. "Tunggu sebentar yah, neng, saya kasih tau non Tania dulu."

Hanya anggukan kepala yang bisa Shera berikan guna membalas ucapan wanita paruh baya itu.

Wanita paruh baya itu masuk kembali ke dalam rumah, dan hilang dari pandangannya.

Cakra memilih menghampiri Shera. Ia sudah cukup menyimak obrolan itu, sekarang ia akan berdiri disamping Shera.

"Kenapa? Merasa nggak sanggup ketemu Tania? Kalo iya, kita bisa batalin," tutur Shera ketika ia menyadari Cakra berdiri dengan mata menajam disampingnya.

"Gue nggak sepengecut itu buat lari dari situasi ini. Mumpung lagi ada di rumahnya, gue berusaha dengerin segala penjelasan yang bakalan dia kasih tau," balas Cakra dengan raut serius.

"Lo mengambil pilihan yang benar."

Shera menatap lurus bagian dalam rumah Shera. Ia sempat tertegun beberapa saat ketika kemewahan rumah Tania langsung menyambutnya.

Tubuh Shera menegak saat ia melihat wanita paruh baya itu sudah berjalan bersama Tania. Shera agak khawatir saat wajah pucat pasih Tania terlihat begitu jelas.

"Shera?" Tania bingung sekaligus senang mendapati Shera berdiri di depan pintu rumahnya. Pandangan memindai hingga ia melihat Cakra. Tubuhnya terasa membeku. "Cak, Cakra?"

Napas berat keluar dari mulut Cakra. Shera benar-benar mengujinya. Jika bukan karena permintaan maaf yang ia inginkan dari gadis bermata sipit itu, tidak mungkin Cakra mau menuruti keinginannya yang satu ini. Cakra juga tak mau setiap hari ia merasa tersiksa karena tak melihat Shera, tak bisa dekat dengan Shera, bahkan menjadi objek pengabaian Shera yang sudah memenuhi isi kepalanya.

"Keadaan lo gimana, Tan? Udah baikan?" Memecah suasana hening yang membuat canggung, Shera melontarkan pertanyaan itu pada Tania. Bukan sekadar pemecah keheningan saja, tetapi juga Shera benar-benar ingin tahu kondisi kesehatan Tania kini.

"Udah mendingan kok, Ra." Tania menundukkan kepala, tak berani menatap kedepan. Lebih tepatnya kearah Cakra.

"Syukurlah. Mumpung keadaan lo sudah lebih mendingan, Cakra mau ngomongin soal penting ke lo, soal kalian."

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang