28

435 17 0
                                    

"Cakra!"

Dahi Cakra mengerut dalam saat Tesa, kembaran Tania berjalan menghampirinya. Bahkan gadis itu nampak sumringah saat melihatnya.

"Ada apa, yah?", tanya Cakra dengan wajah bingung.

Tesa menggigit bibir bawahnya. Kentara sekali jika ia gugup berada dalam jarak cukup dekat dengan Cakra. "Aku cuma mau ngajakin kamu ke kantin. Boleh, 'kan?"

Jelas saja Cakra makin dibuat bingung oleh kelakuan saudari kembar Tania itu. Tapi, dia Tesa, bukan Tania. Tak ada alasan bagi Cakra untuk bersikap kasar padanya. Ia juga tak punya alasan menolak ajakan Tesa. Gadis itu berniat baik mengajaknya ke kantin.

"Boleh. Ayo!" Cakra berjalan terlebih dahulu lalu disusul oleh Tesa dibelakangnya. Dalam hati Tesa bersorak senang, ia sudah lama menantikan waktu ini.

Bisa mengajak Cakra ke kantin bersama. Tesa sudah membayangkan bagaimana ia dan Cakra berbincang seru, dan tertawa bersama.

Melihat senyum Cakra menjadi salah satu keinginan Tesa sejak dulu. Seandainya ia bisa memutar ulang waktu, ia ingin menjadi yang pertama ditemui Cakra di masa sekolah dulu.

Keduanya sudah tiba di kantin. Puluhan siswa berdesak-desakan disana. Cakra meringis pelan menyadari realita ini. Memang kantin menjadi surga bagi para siswa melepas segala kepeningan menghadapi pelajaran yang benar-benar membuat kepala mereka seakan mau meledak.

Bruk

Tubuh Tesa oleng sebab segerombolan siswa menabraknya hingga keseimbangannya goyah.

"Hati-hati!" Cakra lalu menarik Tesa mendekat kearahnya, hingga menubruk tubuh bagian depan Cakra.

Jantung Tesa berpacu dengan cepat berada dalam posisi yang begitu dekat dengan Cakra. Menyadari posisi sedekat itu Cakra segera menjauhkan tubuhnya dari Tesa.

"Maaf, gue nggak ada maksud apa-apa, kok."

"I, iya. Terima kasih sudah mau nolong aku."

Cakra dan Tesa kembali melanjutkan langkah. Situasi ini menghadirkan rasa canggung dalam diri Cakra. Sebelumnya ia tak pernah jalan berdua dengan perempuan, kecuali bersama ibunya, Tania yang memang pernah menjadi kelasihnya, dan Shera yang menjadi sasaran untuk dijahili olehnya.

Mengingat tentang Shera, ia merindukan gadis itu.

"Nggak!", gumam Cakra menggelengkan kepalanya.

Tesa dan Cakra memutuskan untuk duduk di kursi kosong yang kebetulan berada paling pojok belakang.

"Lo mau pesan apa? Biar sekalian gue yang pesenin," tawar Cakra membuat Tesa diam-diam tersenyum malu.

"Samain aja kayak pesanan kamu," jawab Tesa menundukkan kepalanya.

"Belum tentu lo suka makanan yang gue suka," ujar Cakra.

"Aku makan semua makanan, kok. Aku juga nggak ada riwayat alergi makanan apapun. Kamu tenang aja."

Setidaknya ucapan Tesa membuat Cakra merasa sedikit lega. Daripada situasi canggung ini terus menerus menguasainya, Cakra segera memesan makanan.

Kini tinggallah Tesa sendirian. Ia bertopang dagu sembari menatap punggung Cakra yang mulai menjauh dari pandangannya. Senyumnya tak kunjung pudar dari tadi.

Tak butuh waktu lama Cakra sudah tiba dengan nampan berisi dua porsi makanan dan minuman ditangannya.

Cakra memindahkan pirng berisi siomay beserta saus kacang itu keatas meja dengan hati-hati. Tak lupa pula dengan segelas es teh manis. "Makanan lo," ujar Cakra menatap Tesa. Tesa menganggukkan kepala. "Terima kasih."

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang