17

511 18 4
                                    

Cakra segera merogoh saku celananya dengan pergerakan yang lemas. Ia mencari nomor telepon mamanya.

Setelah menemukannya, Cakra segera menelpon mamanya.

Meski awalnya tak tersambung, akhirnya pada sambungan telepon kedua mamanya akhirnya mengangkat teleponnya.

"Assalamu 'alaikum, mah!"

"Wa'alaikumussalam. Kenapa, nak?", tanya Rina diseberang sana.

"Cakra minta tolong mama buat kasih tau ke mang Opi buat jemput Cakra sama Shera, mah. Kami habis kecelakaan," ujar Cakra yang langsung membuat Rina memekik kaget. Cakra bahkan menjauhkan layar ponselnya dari telinganya.

"ASTAGHFIRULLAH! KAMU SAMA SHERA KECELAKAAN?! KALIAN NGGAK PAPA, 'KAN? KALIAN NGGAK LUKA, 'KAN?! YA ALLAH, MAMA KHAWATIR!"

"Nggak papa kok, mah."

Diseberang sana, Rina menghembuskan napas panjang. "Ya sudah, mama akan minta mang Opi menjemput kalian."

Tak lama setelah percakapan via telepon itu, sambungan telepon akhirnya terputus. Cakra segera mengirimkan pesan lokasi ia dan Shera berada.

"Kalian harus dibawa ke rumah sakit." Seorang ibu mengatakan hal yang membuatnya khawatir sejak tadi. Ditambah lagi saat ia melihat luka pada siku Cakra dan wajah Shera yang mendadak pias.

"Terima kasih, bu. Sebentar lagi keluarga saya ada yang bakalan jemput," sahut Cakra lembut, dengan senyum tipis.

Orang-orang yang membantu mereka menganggukkan kepala. Setelahnya, mereka mulai membubarkan diri karena Shera dan Cakra mereka anggap sudah baik-baik saja.

"Siku lo berdarah, Cak." Shera berkata lemah dan duduk disebelah Cakra dengan susah payah. Tubuh Shera juga begitu kesakitan, tapi menurutnya Cakra membutuhkan pertolongan agar lukanya segera diobati.

Cakra menyeka pelan keringat disekitar wajah Shera dengan gerakan khawatir. "Lo nggak papa 'kan, pit?"

Shera menggeleng pelan, bersamaan dengan tangan Cakra yang sudah selesai menyeka keringat disekitar wajahnya. "Nggak papa, kok. Gue mau beliin air sama obat merah buat ngobatin lo."

Shera bangkit dari duduknya dengan susah payah. Sebelum melangkahkan kaki tangannya ditahan oleh Cakra. "Lo masih lemah, pit. Gue nggak papa."

Shera melepaskan tangan Cakra darinya dengan pelan. "Gimana lo bisa mikir kalo lo baik-baik aja? Siku lo luka, dan harus segera diobatin."

Tanpa menghiraukan Cakra yang terus memanggilnya, Shera berjalan pelan ke arah warung pinggir jalan yang memang tak jauh dari lokasi kecelakaan mereka.

Meski dengan langkah tertatih, Shera tetap memaksakan diri. Baginya sekarang adalah Cakra.

Setibanya di depan warung, Shera segera membeli obat merah, kapas dan sebotol air mineral.

Setelah selesai membayar, Shera kembali menuju Cakra yang menatapnya dengan sorot tak terbaca.

Gadis itu kembali duduk disebelah Cakra. "Siniin tangan lo. Gue mau obatin."

Cakra patuh. Ia lalu membiarkan Shera membersihkan lukanya. Gadis itu membersihkan lukanya menggunakan kapas. Setelah membersihkan luka, Shera laly mengolesnya dengan obat merah. Sesekali gadis itu meniupi luka Cakra, guna mengurangi rasa perihnya.

"Selesai." Shera berujar lemah. Ia lalu menyodorkan air mineral yang ia beli pada Cakra. "Nih, lo harus minum."

Tangan Cakra menerima ragu air mineral pemberian Shera. Ada sorot khawatir di mata Cakra kala memandangi wajah Shera dari samping saat gadis itu menatap lurus kearah depan. Wajahnya nampak pucat.

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang