Setelah acara pernikahan tadi siang, maka malam ini Cakra dan Shera berada di belakang rumah Shera.
Segera duduk diatas ayunan, lalu Cakra berdiri dibelakangnya lalu mendorong perlahan ayunan itu agar bergerak perlahan.
"Shera alias Nyonya Kian Cakra Trisman, aku mau nanya, dong. Boleh?"
Shera membalikkan wajah, menatap Cakra yang masih mendorong ayunan itu. "Mau nanya apa?"
Cakra menggulum bibir. "Kamu...pernah suka orang lain nggak selain aku?"
Dahi Shera berkerut samar. Lalu setelahnya gadis itu tersenyum lagi. " Ya, pernahlah!"
Cakra terkejut. Pria itu berhenti mendorong ayunan Shera. Ia berjalan ke depan agar bisa berhadapan dengan Shera. Pria itu berlutut agar tubuhnya bisa sejajar dengan sang istri.
"Siapa orangnya? Dia lebih baik dari aku? Dia lebih keren dari aku? Atau...dia lebih ganteng dari aku?!", tanya Cakra bertubi-tubi. Shera sampai sedikit memundurkan wajah agar suaminya itu berhenti mengoceh.
"Mau tau banget siapa orangnya? Nggak cemburu emang?", tanya Shera sembari menarik-turunkan alisnya.
Cakra berdecak. "Kamu masih nanya lagi. Ya iya cemburu, lah!"
Shera tertawa pelan. "Sebentar."
Tangan Shera bergerak merogoh saku bajunya, dan mengeluarkan kertas putih yang terlipat kecil lalu menyerahkannya pada Cakra.
"Ini, kalau mau tau jawabannya ada di dalam kertas ini."Cakra memandang Shera sejenak, lalu beralih mengambil kertas terlipat itu dari tangan Shera. Wajah Cakra begitu kusut. "Pasti dia ganteng banget, pake dimisteriusin-misteriusin kayak begini." Respon Shera hanya mengendikkan bahu acuh.
Mendengus pelan, Cakra perlahan membuka kertas terlipat itu. Sebelah alisnya terangkat penasaran siapa yang Shera maksud dalam kertas itu. Shera tersenyum geli memandangi wajah dan ekspresi Cakra.
Ekspresi jenaka Cakra perlahan luntur, berubah menjadi ekspresi tak terbaca. "Ini...." Perkataan pria itu tertahan, saat melihat isi kertas itu.
"Iya, itu benar. Dia orang itu yang aku suka."
Jujur, Cakra tak bisa berkata-kata saat ini. Di kertas itu, terdapat lukisan wajah almarhum Adi, ayah Shera, lalu disebelahnya ada lukisan wajah Cakra.
Cakra tersenyum dengan pandangan teduh. "Aku kira, soal aku yang jadi cinta pertama kamu itu cuma bohongan, ternyata beneran."
Mata Shera melotot galak. "Kamu nggak percaya gitu sama aku? Padahal aku tuh udah ngasih bukti yang banyak, loh."
Tawa Cakra meledak, tangannya terangkat lalu mengusap lembut puncak kepala Shera. "Iya, maaf, maaf."
Perempuan itu menikmati usapan lembut dikepalanya. Bersama Cakra, Shera selalu merasa aman dan begitu berharga.
Cakra memandangi kertas itu sekali lagi. "Aku boleh simpan kertasnya?".Shera terdiam lama lalu mengangguk setelahnya.
Kedua tangan Cakra lalu memegangi tali ayunan, setelahnya ia merapatkan keningnya tepat di kening istrinya itu. "Terima kasih, sudah mau sabar, sudah mau menunggu aku selama ini. Tetap sama-sama aku, yah . Jangan pergi," gumam Cakra pada Shera.
Kedua mata Shera terpejam, membiarkan kening mereka saling menyatu, menikmati tiap detik waktu bersama Cakra dibawah naungan malam. "Aku juga mau bilang terima kasih, karena selalu buat aku menjadi orang paling berharga, jadi orang paling istimewa."
Tanpa sadar, air mata Shera mulai menetes, dan secepat itu pula Cakra segera mengusapnya air matanya. "Ssstt, jangan nangis," kata Cakra mengusap pelan pipi istrinya. Akhirnya Cakra menjauhkan wajah, lalu bangkit berdiri lebih dulu.
Tangannya terulur pada Shera. "Ayo, masuk!"
Dengan senang hati Shera membalas uluran tangan Cakra, lalu ikut bangkit berdiri. Cakra langsung merangkul tubuh mungil Shera, lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
****
Terima kasih Tuhan, mempertemukanku dengan ciptaan-Mu yang mengagumkan , Kharisma Shera
Terima kasih telah menjadikan kisah kami begitu indah dan penuh dengan banyak pengharapan
Aku beruntung karena bisa mencintainya, aku beruntung bisa memilikinya, aku beruntung bisa bersamanya hingga kini
Hadiah terbesarku adalah kehadiranmu, dan rasa syukur terbesarku adalah mengikatmu dalam pernikahan
Jari kita akhirnya saling bertaut, memegang teguh janji agar tidak berpisah dan saling berjarak
Langkah kaki kita seirama, menapak tiap jalan tak peduli turun naik, landai atau terjal
Pandangan kita saling mengunci, menghipnotis agar wajah tak saling berpaling
Menuliskan kisah beruntung seperti ini tak akan bisa melukiskan bahagia, kagum, syukur, dan inginku
Hingga di penghujung tulisan ini, aku, Kian Cakra Trisman, ingin menuliskan, aku mencintaimu Kharisma Shera, isteriku, dan juga bunga mawarku
-Untuk Kharisma Shera, dari Kian Cakra Trisman-
***
-Selesai-
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Choice
Teen FictionPutus cinta saat masih duduk di bangku SMP nyatanya membuat Cakra berlaku seorang pemuda yang sangat menyebalkan. Tak ada hari bagi pemuda itu untuk tidak membuat kekacauan. Ada satu hal yang sangat senang Cakra lakukan selain berbuat onar. Ia senan...