48

659 22 7
                                    

Shera masih kepikiran kata-kata sejak di ruang eskul tadi siang. Apa benar cowok itu akan datang malam ini juga ke rumahnya?

Membayangkannya saja kepala Shera serasa mau pecah jadinya. Shera sama sekali tak bisa menjamin, apakah Cakra bisa mengendalikan ucapannya jika berbicara di depan ayahnya nanti.

"Shera!"

Shera yang tadinya duduk di meja belajar langsung berdiri dan menuju ke pintu dan membukanya.

"Ya, ayah?", tanya Shera membuka pintu kamar.

"Itu, ada Cakra di depan. Nyari kamu."

Mata Shera melotot. "Ya Allah, serius, yah?! Aduh!"

Belum juga Adi merespon ucapan Shera, gadis itu sudah pergi terlebih dahulu. Sungguh kelakuan Cakra yang serba dadakan seperti ini paling bisa membuat Shera panik sendiri.

Napas Shera memburu saat melihat Cakra duduk santai di sofa ruang tamu rumahnya. "Lo beneran datang kesini?"

Cakra mencubit pelan pipi Shera. "Ya iyalah, gue beneran mau izin. Om Adi mana?"

Shera menggelengkan kepala dramatis. "Lo ternyata nekat juga, yah?"

Cakra mengangguk yakin. "Cincin lo mana? Gue mau liat!"

Shera mendengus geli, ia lalu mengangkat tangan kirinya dan memperlihatkan cincin perberian Cakra yang tersemat di jari manisnya. Shera menurunkan tangannya. "Gue harap lo nggak ngomong sembarangan ke ayah nanti."

"Eh, Shera, kok belum buatkan minuman buat Cakra?", tanya Adi yang baru saja muncul dan menghentikan pembicaraan mereka berdua.

Shera nampak kikuk. "Eh, tunggu sebentar Shera buatkan."

Shera pun berlalu, menyisakan dua laki-laki berbeda usia itu yang saling melempar senyum ramah satu sama lain.

"Om, Cakra boleh ngomongin sesuatu sama om, soal Shera?", tanya Cakra dengan wajah tenang.

Adi tersenyum tipis. "Boleh."

Kedua pria beda usia itu duduk saling berhadapan. Cakra sibuk mengatur dan menguasai dirinya yang dilanda kegugupan luar biasa.

"Om, Cakra suka sama Shera. Dan, Cakra kesini mau minta izin buat bisa dekat sama Shera, supaya bisa jagain Shera." Cakra mengatakannya dengan wajah yang sangat tenang, sekalipun letupan dalam dadanya sudah berdebum kencang.

Cukup lama keheningan yang tercipta saat Cakra selesai mengatakan ucapannya itu. Adi bahkan sudah memandangnya dengan wajah tanpa ekspresi. Suasana seperti ini benar-benar mencekam bagi Cakra.

Dalam pikirannya, mungkin setelah ini Adi akan mengatakan bahwa dia kurang ajar, tidak sopan, bahkan mengusirnya dan melarang bertemu dengan Shera.

Shera bahkan yang baru saja tiba membawa dua cangkir teh hangat bisa merasakan aura hening nan mencekam diatara dua orang itu.

Shera berdiri dibelakang sofa Adi. Matanya menyorot khawatir pada Cakra yang mulai nampak gelisah.

"Hahahahaha...." Tawa Adi memecah keheningan, membuat Cakra dan Shera melempar pandangan dengan raut bingung satu sama lain.

"Om, maaf jika Cakra lancang mengatakan hal tadi. Tapi Cakra beneran, om."

Adi tersenyum lembut. "Om bangga sekali sama apa yang Cakra lakukan. Sikap berani seperti inilah yang seharusnya dimiliki seorang laki-laki sejati." Adi memandang Cakra dan Shera secara bergantian. "Om senang kamu datang kemari dan mengatakan hal yang sebenarnya sama om, kalo kamu menyukai Shera. Awalnya om khawatir jika Shera punya interaksi berlebihan dengan lawan jenisnya, mengingat dia anak perempuan om satu-satunya. Tapi, saat kamu datang kesini dan mengatakan ini, om percaya jika kamu bisa menjaga Shera, sesuai ucapan kamu."

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang