6

671 35 4
                                    

"Nih!"

Shera mengangsurkan sebuah jaket kehadapan Cakra.

Lebih tepatnya, Shera mengembalikan jaket Cakra yang dipinjamkan padanya kemarin. Meskipun Shera sama sekali tak meminjamnya.

Cakra hanya tertawa kecil, lalu mengambil jaketnya yang telah dikembalikan oleh Shera. "Lo cuma mau ngembaliin, nih? Nggak mau bilang terima kasih ke gue?"

Kepala Shera mengangguk. "Gue juga nggak minjem jaketnya. Lo aja yang minjamin, pake acara lempar-lempar."

Cakra tergelak. Cakra mengarahkan jaket itu ke hidungnya. "Wangi juga. Jaket gue lo laundry, yah?"

"Nggak!", jawab Shera menatap Cakra jengah. "Gue nggak sekaya itu buat laundry jaket lo itu. Kalaupun gue kaya nggak bakalan gue mau laundy jaket lo itu. Buang-buang duit. Mending disumbangin ke orang yang membutuhkan."

"Ya, ya! Jadi, lo nyuci sendiri nih jaket gue?"

Shera melotot. "Ya iyalah! Jaket lo kemarin basah, jadinya gue harus cuciin."

"Nyuci pake tangan atau mesin cuci?"

"Pake tangan!"

"Pake detergen merk apa? Rinso, dayya, boom?"

Kedua tangan Shera telah mengepal. Siap menyakar wajah Cakra seandainya ia bukanlah orang yang sabar. "Gue pake sunlight, dicampur mama lemon sama sabun ekonomi! Gue tambahin detol biar makin wangi.", jawab Shera asal. Cakra itu adalah orang yang menyebalkan, jadi ia juga harus imbangi dengan sikap menyebalkan juga.

"Yee, nih sipit! Udah, balik sana!"

"Ini gue juga mau balik, kali."

Shera dengan wajah agak kesal melangkahkan kakinya meninggalkan kelas Cakra. Memang benar ia harus punya pikiran untuk menjahati Cakra. Meracuni makanan Cakra, ataukah menaruh kotoran ayam di jaket cowok itu, misalnya.

"Sipit, tunggu!"

Shera menghentikan langkahnya secara mendadak. Suara menyebalkan Cakra menyapa indra pendengaran Shera.

"Apa?", tanya Shera kalem saat Cakra berdiri dihadapannya.

Cakra menyampirkan jaket ke pundaknya dan langsung berjongkok dihadapan Shera. Shera kebingungan. Ia langsung memegangi bagian roknya. "Mau ngapain lo? Jangan macem-macem, yah!"

Cakra hanya mendongakkan kepalanya agar bisa menatap Shera. "Nggak usah berisik!"

Shera makin dibuat bingung. Ia memperhatikan Cakra yang sibuk berkutat dengan tali sepatunya. Mungkin saja tali sepatunya lepas, dan mungkin juga Cakra membantu mengikatkan.

Tumben sekali cowok itu bersikap baik.

Cakra berdiri dan menatap Shera dengan tampang tengil. "Tali sepatu lo lepas tadi. Gue bantu ikatin."

Dengusan kasar keluar dari mulut dan hidung Shera. Ia bahkan enggan mengucapkan terima kasih. Shera hendak meninggalkan Cakra.

BRUK

Shera meringis saat ia baru saja terjatuh di lantai saat ia baru saja melangkahkan kaki. Ia memeperhatikan tali sepatunya yang sudah terikat satu sama lain.

Beautiful ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang