Seorang anak laki-laki berpakaian seragam putih-biru tengah menangis seorang diri ditepi jalan yang begitu sepi.
Ia menangis meraung-raung, sambil memegang sebuket bunga berukuran cukup besar ditangannya.
Anak laki-laki itu bahkan sudah duduk selonjoran ditepi jalan itu. Tak peduli seragam sekolahnya yang basah. Nampaknya ia hanya ingin menuntaskan tangisannya yang makin lama makin bertambah keras. Lebih tepatnya jauh lebih histeris. Suara tangis histerisnya bahkan mengalahkan tetesan yang hujan yang jatuh ke bumi saat ini.
Seorang anak perempuan berhoodie orange nampak penasaran dengan apa yang terjadi pada anak laki-laki itu.
Sambil menggosokkan kedua telapak tangannya guna mengurangi suhu dingin pada tubuhnya, anak perempuan yang memakai hoodie orange itu mendekat kearah anak laki-laki itu.
Setelah berada dijarak yang dekat dengan anak laki-laki yang sama sekali enggan menghentikan tangisannya itu, si anak perempuan itu terdiam. Otaknya memikirkan cara yang tepat agar bisa berbicara pada anak yang menangis itu.
"Kamu kenapa?" Setelah lama dikungkung keterdiaman akhirnya gadis itu membuka suara, dan ajaibnya pertanyaan itu sukses membuat tangis anak laki-laki itu mereda.
Anak laki-laki itu menyeka kasar air matanya, dan bangkit dari posisi duduknya. Berdiri tepat dihadapan si anak berhoodie orange itu.
"Kamu siapa?", tanya Si anak laki-laki.
Si anak berhoodie itu kaget sebab anak yang tadinya menangis histeris itu malah melemparkan pertanyaan balik padanya.
Dan tentu saja anak berhoodie orange itu tak akan menjawab pertanyaan anak laki-laki itu. Untuk alasannya cukup ia dan Tuhan saja yang tahu.
Anak berhoodie itu memilih duduk dibangku yang tak jauh dari lokasi jalanan yang sepi itu. Untung saja tempat duduk itu ada pelindungnya, jadi ia tak basah karena air hujan.
Anak laki-laki itu justru diam mengamati si anak berhoodie, yang kini menengadahkan tangannya agar air hujan yang mulai membasahi bumi tertampung dalam telapak tangannya yang mungil.
Lelah berdiri, anak laki-laki itu ikut duduk bersama anak berhoodie itu.
"Kamu kenapa nangis tadi? Kamu juga kenapa bawa-bawa bunga?", tanya si anak berhoodie tanpa mengalihkan pandangannya dari tetesan air hujan.
Anak laki-laki itu berusaha melihat wajah anak yang terhalang penutup kepala hoodie yang dipakainya. Tapi, ia sama sekali tak bisa melihatnya. Ya sudahlah, tidak masalah. Intinya anak disebelahnya ini adalah manusia, bukan hantu. Kakinya masih berpijak di tanah saat ini.
"Aku sedih, soalnya pacar aku minta putus!", jawab si anak lelaki polos, dengan pandangan sendu pada sebuket bunga yang ada ditangannya.
Raut anak berhoodie itu sudah berubah. Ia tak lagi sibuk dengan air hujan yang menjadi mainannya beberapa menit yang lalu. Dibalik hoodie ia menatap anak lelaki itu yang nampak murung dengan sebuket bunganya yang sudah nampak tak indah lagi.
"Kamu, udah berani pacaran?", tanya si anak berhoodie dengan nada terkejut.
Si anak lelaki mengangguk polos. "Iya. Emangnya kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Choice
Teen FictionPutus cinta saat masih duduk di bangku SMP nyatanya membuat Cakra berlaku seorang pemuda yang sangat menyebalkan. Tak ada hari bagi pemuda itu untuk tidak membuat kekacauan. Ada satu hal yang sangat senang Cakra lakukan selain berbuat onar. Ia senan...