Entah ini musibah atau sebuah keajaiban bagi Shera.
Cakra dan ia duduk saling berhadapan di teras belakang. Adi sengaja membiarkan mereka berdua, agar mereka bisa berbicara empat mata dan mencari solusi menyelesaikan permasalahan mereka.
"Gue minta maaf." Kalimat yang diucapkan Cakra tak urung membuat Shera menatapnya dengan sorot tak terbaca. Cukup beberapa detik ia menatap Cakra lalu tatapannya fokus kembali ke depan.
"Gue tau gue salah. Nggak seharusnya gue menghina Om Adi, dan mengatai lo pake kata-kata kasar."
Shera masih terdiam, enggan membalas perkataan Cakra. Akan lebih penting baginya mendengarkan segalanya yang ingin Cakra sampaikan. Shera tak mau berbicara, bahkan sampai menyela ucapan Cakra.
"Pit, maafin gue. Kali ini gue memang kelewatan," ungkap Cakra."Ya bagus kalo lo tau kali ini lo emang kelewatan." Sekian lama memilih diam Shera akhirnya ikut berbicara.
Mata Cakra berbinar saat mendengar Shera berbicara tanpa didasari emosi seperti sebelumnya. "Jadi, lo mau maafin gue?"
Shera menatap Cakra dengan tampang tak minat. "Gue, maafin lo? Nggak semudah itu!"
Cakra tergelak. "Maksud lo nggak semudah itu gimana? Gue harus ngelakuin sesuatu, gitu?"
Shera menjentikkan jari. "Betul. Enak aja mau langsung dimaafin. Lo harus usaha buat dapatin maaf dari gue. Kalo ayah gue itu emang baik, tapi gue nggak sebaik dia sekalipun gue ini anaknya."
Cakra menatap Shera serius. "Bilang aja sama gue, apa yang lo mau?"
Sebelah alis Shera naik. "Serius permintaan gue yang satu ini bisa lo penuhi?"
"Bisa! Dan, selain kata maaf dari lo, gue juga mau minta supaya lo gabung lagi ke eskul seni."
Mulut Shera sedikit menganga. "Nggak usah praktekin beli dua gratis satu, yah."
"Gue tau permintaan lo itu pasti sulit gue kabulin, untuk itu gue juga minta banyak dari lo. Gimana?"
Di sisi lain Shera senang mendengar kata eskul seni, tapi di sisi lain ia kepikiran ayahnya jika ia tinggal sendiri.
"Tapi, gue kepikiran ayah..."
Cakra terdiam saat memdengar suara lirih Shera. "Gue takut kejadian nggak enak terjadi sama ayah. Saat ayah masuk rumah sakit Pak Juna yang ngasih tau gue. Gue khawatir ninggalin dia sendirian."
Untuk yang satu itu, Cakra juga memikirkan hal yang sama. "Yaudah, deh. Urusan itu ntar aja dipikirin. Sekarang, lo mau 'kan ngabulin gue seandainya gue berhasil ngelakuin apapun sesuai perintah lo?"
"Oke," balas Shera singkat. "Tapi, gue mau nanya. Lo tau rumah sakit tempat ayah dirawat dari mana? Dan gimana lo tau gue keluar dari eskul seni?"
Cakra tersenyum miring. "Apa sih yang nggak gue tau tentang cewek sipit kayak lo? Tinggal tanya Pak Juna dan gue langsung ngehubungi pihak rumah sakit buat memastikan. Dan soal lo yang keluar dari eskul, Vino yang ngasih tau. Dia kayaknya nguping pas lo lagi ngobrol bareng senior."
Seharusnya dari awal Shera bisa tahu. Cakra itu mau tahuan masalah yang dialami orang lain, meskipun tidak semua masalah orang ia selidiki.
"Sekarang lo tinggal bilang sama gue, apa yang harus gue lakuin buat dapat maaf dari lo?"
"Besok aja gue kasih tau, pas di sekolah."
***
"KHARISMA SHERA!!!!!"
Teriakan Risty yang menggelegar berhasil memancing keterkejutan pada diri Shera. Memang suara sahabatnya yang satu itu memang nyaring parah.
"Lo 'kan bisa ngomong pelan-pelan Aristy Tanusia." Shera meletakkan tasnya diatas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Choice
Teen FictionPutus cinta saat masih duduk di bangku SMP nyatanya membuat Cakra berlaku seorang pemuda yang sangat menyebalkan. Tak ada hari bagi pemuda itu untuk tidak membuat kekacauan. Ada satu hal yang sangat senang Cakra lakukan selain berbuat onar. Ia senan...