Shera menatap dalam benda yang ada dihadapannya.
Hoodie orange yang membawanya pada cinta pertama, dan mengenalkannya betapa sulit menyingkirkan cinta pertama itu dari pikirannya.
Shera tak mempedulikan angin yang menerbangkan helaian rambut panjangnya yang memang sengaja ia urai.
Shera merasa beberapa hari ini ia berubah.
Dan Shera tersiksa dengan perubahan yang ia buat sendiri.
Dalam waktu beberapa hari saja Shera sudah menjadi pribadi yang tak bisa ia mengerti. Mudah marah, cepat menangis, dan meributkan hal yang sebenarnya bisa ia abaikan kapanpun ia mau, dan selama apapun yang ia inginkan.
Shera mati-matian mencari pelarian agar pemikirannya tak fokus pada Cakra. Tapi sayangnya rasa sukanya mengalahkan kemauan lain yang ingin Shera lakukan.
Kepala Shera mendongak menatap hamparan langit malam yang luas. Kadang ia berpikir jika seandainya ia bisa, ia mau terbang dihamparan langit agar masalahnya bisa sedikit berkurang.
Cakra yang bilang suka padanya, tapi kenyataannya malah bersama gadis lain disaat Shera mau memperjelas perasaannya.
Akhirnya Shera sampai di titik dimana ia sudah mulai jengah, dan menganggap Cakra terlalu pandai melukai hati orang lain, termasuk dirinya.
"Apa semua laki-laki selain ayah itu jahat?", gumam Shera mendekap hoodie orange itu.
Mata Shera terus menerawang, mencari setidaknya sesuatu yang bisa mencairkan sedikit masalahnya.
*****
Cakra memacu kendaraannya membelah jalanan kota pada malam hari yang nampak cukup lengang.
Cakra berencana menemui Shera di rumahnya.
Tak peduli bagaimana caranya menghadapi Adi--ayah Shera nanti, Cakra sedang dalam usaha berbicara empat mata dengan gadis itu.
Gila?
Ya, Cakra terima jika kata itu ditujukan kepadanya. Ia tak mau menjadi pengecut untuk kali kedua.
Cakra terus melajukan motornya, hingga sebuah motor lain dari arah berbeda menghadangnya.
Ada apa lagi ini? Pikir Cakra ketika motornya terpaksa harus ia hentikan karena ulah pemotor yang menghentikannya sesuka hati.
Dengan gerakan gusar Cakra melepas helmnya dan berjalan tergesa ke arah orang yang bersikap lancang sekaligus membahayakan itu.
"Kalo lo ada masalah, nggak usah ngebahayain pengendara lain!", seru Cakra menatap tajam orang itu.
Cakra menunggu orang itu melepas helm dan berbicara padanya.
Mata Cakra membelalak saat melihat si pengemudi melepas helmnya. "Bang Gio?"
Gio hanya tersenyum tipis menanggapi Cakra. Ia turun dari motornya dan berdiri dihadapan Cakra.
"Gue boleh ngomong sebentar sama lo, tentang Shera?"
Cakra tersentak saat Gio mengucap nama Shera.
"Shera kenapa, bang?", tanya Cakra serius. Gio tersenyum tipis. "Kita ngobrol di warung dekat sini."
Cakra mengangguki perkataan Gio. Kedua pemuda itu kembali melajukan motor, dan menuju ke warung.
Mereka memarkirkan kendaraan mereka ditempat yang telah tersedia. Gio berjalan lebih dulu dan memesankan minum untuk mereka berdua. "Bu, es kelapanya dua!"
"Siap, bang!"
Gio dan Cakra duduk di kursi warung yang tersedia. Suasana warung yang cukup sepi membuat Gio merasa leluasa berbicara dengan Cakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beautiful Choice
Teen FictionPutus cinta saat masih duduk di bangku SMP nyatanya membuat Cakra berlaku seorang pemuda yang sangat menyebalkan. Tak ada hari bagi pemuda itu untuk tidak membuat kekacauan. Ada satu hal yang sangat senang Cakra lakukan selain berbuat onar. Ia senan...