part disini ga munculin Tama dulu, muncul cm gt doang hehe. Abis muncul pergi lagi deh. Yha.
Mon maap kalo makin gajelas
Maklum yang bikin gajelas soalnya :(Typo bertebaran
Mohon dimaklumiHappy Reading
***
Hari pertama bekerja di tempat yang berbeda. Lumayan canggung. Winda belum berpengalaman sama sekali dalam bidang sambut-menyambut (?) Di meja depan. Pekerjaannya sekarang adalah sebagai--- Resepsionis di sebuah perusahaan yang cukup besar.
Selepas dapat izin untuk beristirahat kemarin Winda terlebih dahulu menghubungi kontak yang terdapat pada kartu nama dengan gelar yang begitu panjang. Tanpa tes, Interview, atau semua tahap seleksi untuk bekerja, Winda tidak merasakannya saat pertama kali ia bekerja.
Kekuatan orang dalam memang begitu menguntungkan.
Benar yang dikatakan Leadernya kemarin pekerjaan yang sekarang tidak begitu melelahkan, bahkan Winda bisa beristirahat di hari Sabtu dan Minggu. Apalagi sekarang posisinya yang menjadi 'Junior' jadi tidak terlalu berat. Tapi baru setengah hari pertama bekerja Winda sudah disambut dengan orang-orang yang begitu menyebalkan, seperti seniornya pun yang mengajarinya tadi tampak begitu sinis.
Untung saja Winda punya kesabaran untuk tidak menghujat.
'Gimana hari pertama kerja di tempat baru, Win?'
Seakan dugaannya kemarin terjawab-- pasti ada orang lain dibelakang ini semua. Padahal sebelumnya Winda sudah berpikir positif tidak mengaitkan apapun pada tawaran pekerjaan dari leadernya.
***
*Listening to
Justin Bieber - Down To Earth*"Kenapa kamu datangnya telat, Winda?"
"Aku baru pulang kuliah, Tante."
"Banyak tugas ya jadi pulang telat terus?"
"Dia kan kerja sambil kuliah soalnya udah gak ada yang mau biayain dia lagi."
Hhh.
"Susah ya jadi anak yang suka konsumsi obat gak jelas."
"Liat aja nanti kalo dia stres capek pasti kelakuannya sama kaya yang dia sebut 'mami' itu."
"Kerjaannya cuma bikin malu keluarga."
Jadi ini acara makan malam atau sekedar memojokkan Winda?
"Maminya udah kena masalah anaknya malah sibuk ngidolain artis gak jelas."
Winda terus mencoba mempertahankan senyumannya dengan bibir yang sudah terasa bergetar. Matanya ia coba terus melihat sana-sini mencegah terjadinya hal yang tidak ia inginkan.
Tidak ada satu orangpun yang membela Winda. Bahkan ayahnya yang menyuruhnya untuk datang kesini tidak mengeluarkan suaranya sama sekali, hanya menjadi seorang pengamat dan pendengar hinaan mereka untuk Winda.
Setelah acara melempar kata-kata hinaan untuk Winda mereka semua sibuk menikmati hidangan yang sudah tersaji di depan mereka. Begitu sangat menggoda dan rasanya tidak perlu diragukan lagi, tapi saat seperti ini rasa nafsu makan Winda yang tinggi seakan hilang begitu saja. Hanya beberapa gigitan kecil atau tidak menyentuhnya sama sekali.