Halooo diriku next lagiii.
semoga makin suka ya sama cerita yang gaje ini hehehe.
HAPPY READING READERSKUUU MWAH. JIJI GA COY :(
***
'Gue pikir Tama cerita semuanya, Win.'
"Terus dari kemarin itu ceritanya baru sebagian?"
'Oh gini. Gue ceritain ke lo apa yang gue liat setiap hari di kampus, tanpa tau apa yang Tama rasain. Nah, Tama sebaliknya dia lebih nyeritain atau ngungkapin apa yang dia rasa.'
Tapi apa yang diceritain Andin gak masuk akal, gak mungkin Tama ngelakuin hal segitunya sama mantan pacarnya sendiri. Mungkin faktor Andin yang tidak pandang bulu sempat ingin merebut Tama darinya membuat Winda sedikit ragu untuk percaya.
'..gue ada fotonya, Win. Dari kemarin tangan gue gatel pengen langsung send ke lo, tapi gue pengen biar Tama yang jujur sama lo langsung.'
"Sakit-sakit sekalian, Din."
'Apasi lo anjir alay banget.'
"Semua orang itu bisa alay karena jatuh cinta atau galau."
'Tai. Kayak gini aja lo sok puitis.'
"Kirimin gece anying."
'Nah gitu dong esmosi.'
--tut.
***
Meskipun dari tadi bibirnya terus mengeluarkan suara yang disertai nada mengikuti lagu yang terputar dari radio favoritnya, Winda tidak bisa mengalihkan begitu saja tentang Tama.
Seharusnya ia tidak usah mengikuti permainan Tama dari awal,
Seharusnya ia benar-benar jual mahal saat itu,
Seharusnya ia tidak usah repot-repot mengejar kata maaf Tama saat Tama memberikan surprise tapi ia tidak datang,
Seharusnya ia memilih ucapan maminya.
Seharusnya-jadi, sekarang Winda menyesal?
Mungkin tidak. Tidak menyesal.
Winda tau pasti tidak akan semulus yang ia kira, Winda sudah siap menerima segala konsekuensinya berpacaran dengan Tama, ditambah dengan LDR.
'Woy Winda! Hubungan kita sekarang ditambah LDR, jujurnya jangan dikurangin, rasa sayangnya jangan dibagi-bagi, rasa percayanya jangan diakar-akarin, setianya harus dipangkatin. Keren gak gue.'
Tanpa sadar sudut Winda tertarik keatas membuat seulas senyuman melihat note di kaca dekat meja belajarnya.
"Permainan pertama, gue yang kalah, gue suka sama lo sejak doeloe. Apasih. Pas lo bener-bener ngeyakinin mami, bela-belain dateng kerumah ayah, yaa pokoknya semua yang lo lakuin itu bikin gue yakin. Entah gue yang udah lama gak pacaran atau emang... hm."
Winda meraih ponselnya siap untuk pergi, bukan untuk bekerja. Hari ini jadwal ia libur untuk bekerja, jadwal kuliahnya tetap malam, dan sekarang jadwalnya untuk mengunjungi sang mami. Meskipun daritadi Ryan tidak bisa dihubungi untuk memastikan keadaan mami terlebih dahulu, tapi sampe sekarang Ryan belum juga ada kabar.
Ayah is Calling...
'Halo nak, ini ayah. Kamu apa kabar sayang?'
Bukannya menjawab Winda justru terdiam cukup lama, setelah kesalahan maminya membuat ayah sedikit menjauh dari Winda. Ia mengerti, mungkin ayahnya malu menjadi bahan perbincangan di kantornya sendiri. Sudah lama Winda tidak mendengar suara ayahnya, bertukar kabar pun tidak.