Halooo maaf gua baru next lagi setelah sekian lama. Semoga masih pd inget ceritanya ya hiks.. maafkan dakuuu karena dr kmrn wattpad di hp guwa error hiks + lg ada problem pribadi jg niy😂😂
***
Sebagian orang lebih memilih diam daripada harus meceritakan sana sini pada orang lain yang belum tentu mengerti akan permasalahannya. Memang, sedikit bercerita bisa mengubah isi hatinya jauh lebih lega. Tapi untuk sekarang sepertinya Winda jauh lebih memilih untuk tidak menceritakannya pada siapapun kecuali orang tertentu.
Kini, Winda tengah berada di situasi yang sangat ia benci. Duduk ditengah orang berseragam dan tentunya ia sama sekali tak mengenali siapa mereka. Semuanya berawal saat waktunya habis untuk menjenguk mami yang terkurung pada jeruji besi untuk mengobati rasa rindunya dengan bercerita singkat.
Salah satu petugas yang sempat ikut dalam usaha merebut maminya masih mengenali Winda. Seragam yang rapih dengan postur tubuh yang ah Winda sudah tergila-tergila pada postur tubuh seperti itu, tapi sayang sekali Winda tidak tertarik.
“Bisa saya pulang sekarang?” Tanya Winda tak tahan lagi.
Pria itu langsung menatap Winda, “Saya antar.”
“Tidak usah, saya bisa sendiri lagian bapak juga lagi bertugas. Permisi.” Winda merapihkan pakaiannya, tersenyum dengan beberapa rekan kerja dari pria tersebut kemudian mengambil langkah cukup besar dengan cepat berusaha menghindari pria yang membuatnya cukup menyiksanya.
“Tunggu.” Ah dia mencoba menghalangi jalannya, “Maaf kalau saya lancang, tapi saya ingin memberikan dua pilihan buat dek Winda. Mau saya antar pulang atau apa bisa kita saling bertukar kontak? Eh maksud saya, saya hanya ingin mencoba berteman dengan adek.”
Kalimatnya terlalu baku bagi Winda, heuheu.
Dengan berat Winda tersenyum, “Terimakasih untuk pilihan bapak, bukannya saya tidak mau diantar tapi sayang tidak sedang tinggal dirumah saya sendiri. Jadi saya harap bapak bisa mengerti. Untuk kontak saya mungkin bapak bisa liat di data yang saya isi tadi. Saya permisi.”
***
Beberapa kali Winda merenggangkan tubuhnya saat kembali ke dapur, hari pertama kali ia bekerja cukup melelahkan dengan kondisi restoran yang lumayan ramai apalagi dengan tugas Winda sebagai pelayan.
“Hari ini banyak cerita ya, dari yang namanya kak Kinan nyuruh gue buat cepet-cepet pergi, pulang jenguk mami di deketin polisi yang baru lulus pendidikan, dan huh Tama udah ngekos di Malang...” Ucapnya sambil merapihkan pakaiannya dan bergegas pulang.
‘gue gak mau satu rumah sama anak dari pengguna obat gak jelas dan gue gak bisa jamin kalo lo gak ikut-ikutan make obat itu. Ayah gue udah cukup malu dengan berita itu, jadi gue gak mau berita itu sampe ke keluarga mama gue sendiri. Paham?’
Jadi sekarang, Winda harus mengadu pada siapa lagi?
Winda tidak merasa ayahnya direbut atau lainnya, tapi Winda mengerti akan emosi kak Kinan dan perasaan ayahnya. Winda tau ayahnya sempat malu menjadi bahan perbincangan di kantornya, meskipun hanya sebagai mantan istri namun cerita tentang ayah dan mami dikantornya cukup terkenal. Tidak terbayang kan seharmonis apa dulu keluarganya hingga menjadi miris seperti ini.
Dengan anak tunggal seperti ini Winda selalu merasa kesepian, tidak mempunyai seorang kakak yang dapat melindunginya ataupun adik yang akan ia lindungi dan dengarkan setiap ceritanya. Ingin sekali ia memeluk Andin saat ini, mengadu dan meluapkan segalanya. Tapi semuanya sudah pergi terlebih dahulu, hanya sekedar pamit tanpa menyempatkan waktu terlebih dahulu. Meskipun dengan rasa sedikit khawatir karena Andin satu kampus dengan Tama, tapi Winda mencoba menepis tentang kejadian waktu dulu.