Jengjengjeng
Guys guysss
Diriku kambeek dengan segala kalimat yang absurdSemoga dgn ke-absurd-an ini kalian suka yaaa mwehehehe...
Namanya aja ambegeregeul emesiyu bahrewey bahrewey cerita yang dibuat pun sama😆😆
Happy Reading
***
Masalah kemarin belum selesai kini timbul baru seakan tidak memberikannya ruang untuk bernafas lega. Bibirnya tidak mengeluarkan suara jika tidak ada yang menyuruhnya, enggan memulai percakapan terlebih dahulu.
Bersikap seperti biasa tidak terjadi apa-apa memang sudah menjadi hal yang harus ia lakukan, tapi sekarang rasanya begitu sulit. Karena perasaanya sudah tidak cukup kuat lagi seperti dulu.
"Hubungan kamu sama Winda baik-baik aja kan? Ko dari tadi diem-dieman terus?"
Berusaha untuk tenang dan tetap menatap jalanan dari dalam mobil.
"Baik-baik aja ko, Mah. Biasa Winda emang lagi ngambek gitu."
"Kamu tuh makanya jangan main cewek mulu, katanya mau serius sama Winda."
Merasa oksigen disini menipis beberapa kali Winda terus membuang nafasnya perlahan. Acara mengunci mulutnya masih berlanjut setelah Tante Alya lebih dulu keluar dari mobil.
"Pindah ke depan." Winda masih fokus pada ponselnya menandakan ia tidak mau duduk di depan dengan Tama. Bahkan wajahnya yang dulu sering kali di puja satu sekolah kini begitu malas untuk dipandang.
Tama sengaja mengambil tiba-tiba ponsel milik Winda sama seperti waktu dulu ia mencoba untuk mendekati Winda. "Pindah selagi gue gak maksa."
"Sejak kapan gue ngizinin lo buat chatan terus sama polisi ini?"
Tidak ada jawaban sama sekali dari Winda tidak membuat Tama ikut diam begitu saja. Terhitung lima pertanyaan belum termasuk beberapa kalimat 'memojokkan' Winda lainnya.
"Jawab gue, Win."
"Tanpa harus gue jawab juga lo udah tau kan jawabannya. Gue juga gak butuh penjelasan lo lagi."
Tama mencengkram lengan Winda bukan karena gemas membuatnya sedikit meringis, "Kalo emang lo gak butuh penjelasan gue lagi, berarti lo tau kan gue gak bakal ngelepas lo gitu aja."
Keegoisan apalagi yang dilakukan Tama. Liburannya ia gunakan untuk ke Jakarta tanpa kehadiran Aca begitu mudahnya meyakini Winda lagi. Bahkan ia sendiri bingung akan perasaannya sendiri. Disaat Aca hadir ia begitu memiliki Aca kembali, tapi begitu Winda pergi darinya ia sama sekali tidak mau suatu yang ia jaga hilang begitu saja.
... Wait me, please. I will forget her, slowly.
"Kita cuma belum terbiasa, Tam."
"Ngga. Kemarin gue emang milih dia, tapi sekarang gue gak mau kehilangan apa yang selama ini gue tunggu--
"Orang yang selama ini lo tunggu itu bukan gue, gue cuma orang yang nemenin lo nunggu akan kehadiran dia."
Tama mengacak rambutnya sambil mengerang pelan, "Lo gak pernah ngerti perasaan gue ya, Win."
Siapa yang tidak mengerti perasaan diantara dua insan remaja menuju dewasa ini? Tama yang selalu memaksa atau Winda yang tidak mau menunggu lama? Lagi pula untuk apa menunggu kalau tau bagaimana akhirnya nanti kau yang ditinggal sendirian.. disuruh menunggu sendiri sedangkan yang meminta malah asik dengan yang lain. Disisi lain si pemaksa justru bingung dengan perasaannya sendiri.
Kau tau? Yang menunggu pun juga tidak bisa membohongi perasaannya sendiri. Tidak mau orang yang selama ini sudah menemani saat dirinya begitu jatuh pergi kembali dengan masa lalunya. Begitu sikap jual mahalnya ia tunjukkan untuk orang yang memang sudah menunggu lama dirinya dan tetap pada pendiriannya, 'Playboy can do whatever they want.' playboy gak pernah nyerah sebelum ngedapetin apa yang dia mau. Meskipun begitu, jatuh tetaplah jatuh. Tidak peduli apa yang akan terjadi padanya, sakit, atau luka, semuanya begitu lupa.