Yow wassap semuanya
Next tengah malem nih mwheheh
🖤🖤Happy Reading 🖤🖤
***
Satu kata yang bisa mewakili seluruh perasaannya saat ini, kecewa. Bukan kah cinta juga mengajarkan arti rasa kecewa? Bahkan yang saling mencintai pun bisa merasakan kecewa.Cinta memang banyak membuat orang bahagia. Tapi bukan berarti cinta selalu tentang rasa bahagia. Karenanya banyak orang yang begitu menghindari kata dan rasa cinta, penuh kasih sayang. Love is shit, untuk mereka yang menerima luka dari rasa cinta.
Pikirannya kalut, satu botol minuman telah ia habiskan sendiri. Seorang bartender menawarkan suatu yang mengeluarkan asap bila ia menghisapnya *ribet ya :(*
Selama masa sekolahnya dulu ia pernah menghisap batang kecil tersebut tapi perempuan yang telah mengisi hatinya melarang penuh demi kesehatannya sendiri.
'Sama diri sendiri aja gak sayang, gimana sama gue coba.'
Ia tersenyum miris. Persetan dengan ucapannya. Dirinya sudah tidak yakin bisa mengembalikan semuanya kembali normal. Mengingat tatto kecil dekat pergelangan tangan Winda bertuliskan 'Vio' yang memiliki dua maksud, yaitu akhiran nama Winda dan gabungan namanya dengan Cio.
"Kau masih mempunyai kesempatan untuk mengembalikannya." Ujar salah satu rekan suruhan Tama.
Lagi-lagi Tama meneguk kesekian kalinya, "Apa kau bisa menjamin itu semua?"
"Aku melihat sorotan tatapan Winda tidak berbeda dengan yang lainnya. Ia memandang Cio seperti tidak mempunyai perasaan apapun."
"Kau memiliki latar belakang psikolog rupanya." Tama tertawa meremehkan terbawa rasa mabuk.
Pria berbadan besar itu menahan keseimbangan tubuh Tama, "Tidak sama sekali. Tapi pekerjaanku menuntut aku mempunyai keahlian membaca wajah dan gerak-gerik seseorang."
"Bahkan setiap kali Cio mengajaknya, raut wajah Winda terlihat antara panik dan kebingungan." Lanjutnya lagi.
"Aku mulai meragukan keahlianmu."
"Dua kata tersebut memang gambaran raut wajah Winda saat itu. Ia panik mendengar ajakan Cio kemudian bingung menolak atau menerimanya."
Tama meninggalkan sejumlah uang di mejanya, "Aku sudah membayar minumanku, sisanya untukmu."
"Ah tidak, aku melakukan ini karena sesuai dengan bayaranmu. Jadi kau tidak perlu membayar ku lagi."
"Kalau begitu gunakan untuk membeli permen."
Tama beranjak keluar dari kebisingan musik yang membuatnya semakin hanyut, ia tidak mau melakukan apapun di sana.
Tubuhnya yang tidak seimbang beberapa kali menabrak orang disekitarnya ia terus memaksakan diri untuk sampai ke apartemen tempat ia menginap. Matanya yang sedikit buram tidak salah melihat siapa yang berada di depan sana. Seseorang yang telah membuatnya seperti ini.
Ia baru menyadari langkahnya menuju apartement Winda, bukan apartement miliknya.
Berkali-kali ia mengedipkan mata berusaha memperjelas penglihatannya yang tengah mabuk. Menunggu seorang yang tidak teguh pendirian setengah pria dan wanita tersebut pergi akhirnya ia mempercepat langkahnya.
"Tama."
Beruntung Winda tidak ikut jatuh kebelakang menahan Tama yang tiba-tiba menjatuhkan dirinya begitu saja. Winda bisa mencium aroma Tama yang habis minum begitu banyak.