Haloowww
Happy reading
***
'Gue satu kampus sama dia, satu fakultas, satu kelas...'
Dia cuma mantan, mantan doang, Win. Tapi kenapa oksigen di kosannya terasa habis? Membuatnya sedikit sesak dan beberapa kali mengambil nafas.
Sebelum Tama berangkat ke Malang, mereka berdua sempat menghabiskan waktu berdua seharian tak kenal waktu. Mengelilingi kota Jakarta yang panas dan macet bersama motor Tama yang setia menemani, sampai Tama benar-benar melihat The Dekil's Of Winda.
***
"Lo punya mantan, Win?" Tanya Tama sambil menggesekkan hidungnya di bahu Winda.
Winda hanya berdehem pelan sebagai jawaban sambil mengusap rambut Tama yang tebal dan sedikit berantakan.
"Masih ada mantan yang suka ngehubungin lo gak?"
"Gue gak pernah akur sama mantan, hehe."
"Sama." Tama memejamkan matanya bersandar di bahu Winda. Empuk. Hehe. "Gue pernah kecewa banget sama orang, sakit hati malah. Sekarang sih gue udah maafin dia, tapi kalo buat ketemu sama tu orang gue belum siap."
"Kenapa?"
"Pas kejadian itu gue udah gak pernah ketemu dia lagi, soalnya gue gak tau apa bakalan terjadi kalo gue sama dia ketemu lagi." Tama mengangkat kepalanya menatap Winda yang masih malu-malu untuk menatapnya, "Kalo ada orang baru bilang ya, Win. Gue cuma takut ada orang yang jauh lebih baik dari gue dan gantiin posisi gue." Katanya sambil memeluk Winda dari samping.
"Iya. Lo juga ya, kalo nemuin orang yang lebih aduhai dari gue, bilang."
"Ah lu mah gak bisa diajak serius." Kepalanya ia sembunyikan di leher Winda.
Winda tertawa menahan geli rambut Tama yang menyentuh lehernya, "Gue serius somplak. Punya pacar kaya gue tuh godaannya banyak, apalagi dari segi fisik. Gue cuma takut suatu saat lo berpikiran, ngapain mertahanin Winda yang gendut, dekil, lemot, kerjaannya makan---
"Gue gak pernah liat dari fisik, sayang."
"Tai kucing."
Winda merasakan nafas Tama di lehernya, ia tertawa pelan. "Mantan bejibun selebgram semua najis." Sambungnya lagi.
"Nanti kalo gue sama cewe nerd yang ada gue dibilang manfaatin dia buat ngerjain PR gue, lebih parah lagi kalo dia baper sama gue."
"Semua mantan lo baper semua kocak."
"Bapernya beda, Win. Ngertian gue daripada elo."
"Iya tau yang berpengalaman mah beda." Winda memalingkan wajahnya.
"Hehe. Pulang yuk, Win. Kerumah gue tapi bantuin packing buat besok."
"Hm."
Tama menarik tangan Winda untuk bangun dan menggenggamnya sampai parkiran Taman. Dari tadi mereka berdua pacaran di taman yang kebanyakan cabe-cabean behel bonceng tiga semua. Makanya Tama terus menutupi wajahnya di leher Winda karena risih para tatapan rok biru yang masih asik duduk bertiga di motornya.
***
'...soalnya gue gak tau apa bakalan terjadi kalo gue sama dia ketemu lagi.'
Apa orang yang Tama maksud itu mantannya? Gumam Winda. Tangannya ingin sekali menanyakan hal tersebut pada Hani, namun niatnya ia kurungkan karena membiarkan Tama mengakui semuanya tanpa bantuan orang lain.