"Jadi, tidak ada reaksi aneh pada dirinya?"
Hoseok mengangguk. "Dia bersikap biasa saja. Dia begitu tenang dan bersikap dingin seperti biasanya."
Seorang wanita dengan pakaian serba putihnya kembali memerhatikan rekam medis milik pasiennya. Ia menghembuskan napasnya panjang, "Bukannya sudah enam tahun lebih? Selama ini dia bereaksi aneh, bahkan hanya bertemu lewat mimpi atau sekedar halusinasi. Tapi kenapa sekarang tidak?"
"Apa itu tidak wajar?"
Wanita itu, Dokter Shin, memandang Hoseok sejenak. "Apa mungkin ia masih menganggap ini sebagai imajinasinya?"
"Mwo?"
Dokter itu memijit pelipisnya perlahan. "Ah..! Entahlah. Aku ini bukan psikolog, aku ini dokter bedah. Kenapa aku harus menghabiskan hidupku untuk merawat temanmu itu, huh? Aish..!!" Ujar Dokter Shin dengan frustasi.
"Yak! Mana ada dokter yang mengumpat pada pasiennya?"
"Pasien ku Min Yoongi, asal kau tau."
"Aku ini walinya, jika kau lupa."
"Aish...!" Dokter Shin sedikit menggebrak mejanya lalu menenggelamkan kepalanya diantara kedua tangannya yang ia lipat di atas meja. "Kenapa aku harus begini? Dokter kepala saja belum mengijinkan ku untuk membedah pasien sama sekali, aku ini sudah di angkat atau belum sih?"
Hoseok hanya diam, memberikannya waktu beberapa saat untuknya menenangkan diri. "Kau ada masalah?" Tanya Hoseok, kali ini ia melembutkan suaranya.
"Kenapa orang-orang harus menikah sehingga membuat yang lain harus menanggung beban mental yang tak dapat ditanggungnya?" Gumamnya.
"Bukankah menikah itu tujuan hidup?"
"Jika benar begitu, tapi mengapa harus ada yang dikorbankan?"
"Apa kau membicarakan temanku?"
"Ya, aku membicarakan temanmu."
Hoseok menghela napasnya panjang. Ia menyangga dagunya lalu sebelah tangannya ia letakkan dipuncak kepala Dokter Shin yang masih menyembunyikan wajahnya. "Kerja mu sudah bagus Woojin-ah, maafkan aku karena sudah melibatkan mu dalam masalah ini."
"Sepertinya aku juga akan membutuhkan psikiater, ada lagi khasus gangguan jiwa hanya karena pernikahan. Aish..."
Hoseok menghentikan gerakan tangannya, ia mulai menyadari arah pembicaraan dari Dokter Shin yang tidak lain adalah teman sekolahnya. "Yak... Jangan bilang kau-"
Dokter Shin mengangkat kepalanya, barulah nampak wajahnya yang basah karena air mata. "Hoseok-ah, bagaimana ini? Aku akan menikah."
#######
"Apa tidak ada yang bisa kita lakukan saat ini?" Ujar Taehyung sembari membuka satu persatu laci yang ada di dapur Jungkook. "Bahkan tidak ada makanan. Ingin pizza?"
Jimin yang mengekor hanya berdiri diam sambil memandang Taehyung bingung.
"Hyung, bawakan aku pizza dan chiken, ah! Jangan lupakan cola juga." Ujar Taehyung melalui telepon. "Tentu saja di rumah Jungkook. Tidak akan ketahuan jika Hyung juga diam, okey. Saranghae Hyung, muah!"
Jimin mendengus sebal dengan tingkah Taehyung yang seenaknya. "Tuan kelinci bilang untuk menunggu, dia sedang membeli bahan makanan agar bisa masak makanan sehat nanti. Jimin tidak ingin makanan apapun dari Tata." ujar Jimin sambil bersilang tangan.
"Apa cara bicaramu memang seperti itu?"
"Wae?"
"Tuan kelinci. Jimin. Blah blah blah.." Ujar Taehyung sembari mencoba menirukan suara yang dibuat oleh Jimin. "Kau sama sekali tidak dewasa ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hormones [TAMAT]
FantasyJeon Jungkook, seorang pengangguran, bertemu dengan seekor kucing dengan luka di telinganya saat ia meniup lilin ulang tahunnya. "Apa kau malaikat?" "Dimana calico ku?" "Apa kau kehujanan?" "Jangan bicara dengan orang asing!" "Boleh aku memanggilmu...