Sunyi.
Ya, mungkin satu kata itu yang dapat mendiskripsikan keadaan apartemen Yoongi saat ini. Padahal ada tiga manusia yang sedang berkumpul di sofa bersama, namun hanya suara angin pembawa musim dingin yang terdengar mengusik dari balkon yang terbuka.
Min Yoongi yang memang selalu bersikap tenang dan dingin, tak heran memang jika ia tak membuat suara apapun. Namun akhir-akhir ini, setelah Yoonjin kembali, ia semakin menjadi pendiam. Bukan, dia bahkan sering melamun dan berdiam diri di studio ketimbang tidur di kamarnya.
Jung Hoseok. Tak biasanya si ceria tiba-tiba menjadi begitu pendiam. Seseorang dengan jiwa muda yang masih segar dan pembawa pengaruh positif pada sekitarnya, mendadak menjadi pemurung. Si berisik Hoseok seminggu ini telah menghilang, saat ini hanya ada si pemurung Hoseok.
Sementara itu sang wanita cantik yang dalam hatinya merasa bersalah. Ia tak akan bicara jika tuan rumahnya pun tak bicara, untuk apa? Hanya untuk mendapat jawaban berupa Iya atau tidak. Begitu?
Hoseok menghela napasnya panjang, tak tahan dengan keadaan yang ia rasakan lebih dari seminggu ini. "Woah..Benar-benar, ini tak bisa diteruskan. Baiklah, Hyung ceritakan!"
Yoongi hanya menoleh sambil memandang Hoseok melalui sudut matanya.
"Ada apa dengamu? Katakan apa yang terjadi pada hatimu, baisanya kau kan bercerita apapun padaku."
Yoongi mengerti, lalu ia melempar pandangan ke arah Yoonjin. Yoonjin yang mengerti bahwa keberadaannya lah penyebab diamnya Yoongi, ia hanya menunduk kikuk.
"Maaf.. Aku akan pergi sebentar, kalian mengobrol lah."
"Duduk saja, ada yang ingin kutanyakan pada nuna juga." Ujar Hoseok menghentikan langkah Yoonjin. "Nah, katakan Hyung."
"Aku akan bertanya sekali." Ujar Yoongi lalu menagap Yoonjin tegas. "Apa tujuanmu yang sebenarnya? Mengapa kau kembali muncul?"
Yoonjin menggigit bibir bawhnya, untuk beberapa saat ia hanya memainkan ujung pakaiannya. "Aku.. hanya ingin memulainya dari awal."
Sebenarnya saat itu jantung Yoongi kembali berpacu, namun ada sesuatu yang lebih kuat, sesuatu di dalam hati Yoongi yang tiba-tiba menolak kehadiran Yoonjin. Seperti rasa tak rela atau semacamnya. "Baik, aku selesai. Lalu ada apa dengamu, Hoseok-ah?"
Hoseok menghela napasnya dengan lemah. "Dokter Shin, dia bilang, dia akan menikah."
"Mwo?"
"Shin Woojin?" Tanya Yoonjin memastikan.
Hoseok mengangguk. "Aku tak sempat bertanya mengapa, dia terlalu banyak menangis jadi aku repot menenangkannya." Ujar Hoseok dengan nada suara yang lemah.
"Apa sampai sekarang kau belum mengungkapkan perasaanmu?" Tanya Yoonjin.
Hoseok hanya menggeleng.
"Dia sibuk bergonta-ganti pacar." Sahut Yoongi yang dibalas hembusan napas berat dari Hoseok.
Yoonjin terdiam setelahnya. Kesunyian malam itu kembali datang setelah mereka mengungkapkan perasaan mereka masing-masing. Merasa tak ada lagi yang ingin diungkapkan, ketiganya kembali ke pemikiran masing-masing.
########
"Dingin..."
Jungkook menoleh, ia segera meletakan nampan berisi semangkuk bubur dan segelas air di meja nakas, lalu duduk dipinggir kasur untuk memeriksa suhu tubuh Jimin dengan punggung tangannya.
"Akan aku tutup jendelanya." Jungkook berjalan menuju jendela, hendak menutupnya namun pergerakannya terhenti. Ia memandang luas jalanan kota Seoul pada malam hari, tak berbeda, namun sepertinya salju mulai turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hormones [TAMAT]
FantasyJeon Jungkook, seorang pengangguran, bertemu dengan seekor kucing dengan luka di telinganya saat ia meniup lilin ulang tahunnya. "Apa kau malaikat?" "Dimana calico ku?" "Apa kau kehujanan?" "Jangan bicara dengan orang asing!" "Boleh aku memanggilmu...