Typo bertebaran
Belum sempat koreksi
Jangan lupa
VOTE + KOMENHayo...
Vote dulu
######
Jeon Jungkook masih terjaga. Ia tak berhenti mondar-mandir hanya untuk merawat Jimin yang hingga saat ini masih belum ingin membuka kedua matanya.
Beberapa menit yang lalu Jungkook berada di dapur, memasak bubur untuk Jimin, barangkali ia terbangun nanti sore. Saat ini ia sudah berada di samping Jimin, duduk di pinggiran ranjang sambil membubuhkan obat di atas luka Jimin.
"Obatnya hampir habis." Lirih Jungkook sambil memperhatikan beberapa racikan obat kering yang diberikan seorang biksu sebelum ia mengusir mereka.
Mengatakan untuk tidak kembali ke vihara yang sejak kecil menjadi tempat tinggalnya. Menyebut Jimin sebagai iblis yang sudah membuat kehidupannya di masa lalu begitu tertekan. Pada masanya dulu, Jimin dikenal sebagai momok mengerikan masyarakat sekitar. Banyak omongan yang mengatakan bahwa Jimin adalah iblis yang akan membunuh siapa saja jika mereka bertemu.
Jungkook sempat tak terima mendengar Jiminnya disebut begitu. Jiminnya itu lugu, manis, dan lemah. Tak mungkin ia membunuh bahkan hanya menyakiti pun tak pernah.
Jiminnya itu cengeng. Jika Jungkook marah padanya hanya karena hal sepele, Jimin akan merasa begitu bersalah. Apalagi saat Jungkook menghukumnya dengan mendiaminya selama sehari penuh. Jimin akan duduk dilantai, menekuk lututnya di sudut ruangan sambil menangis memperhatikan Jungkook yang sedang melukis.
Jimin itu polos. Ia dengan mudah akan memberikan hatinya pada siapa saja. Ia mudah menangis pada apapun. Ia mudah bersedih, mudah mengasihani orang yang menurutnya lemah.
Jimin itu lugu, juga penakut. Ia selalu bersembunyi karena merasa kehadirannya menjadi masalah bagi orang-orang. Jika bertemu orang asing dirinya akan menghindar, ia selalu menunduk jika berada di jalanan kota.
Bahkan saat pertemuan pertama mereka, Jimin selalu bersembunyi di tengah hutan. Memperhatikan Jungkook di balik jendela sejak lama. Tak berani mendekat, karena ia tahu Jungkook adalah si penakut. Jimin tak ingin Jungkook menyuruhnya pergi, Jimin tak ingin membuat Jungkook menangis ketakutan.
Karena sejak dulu, Jungkook adalah teman Jimin yang selalu hadir dalam mimpi Jimin. Jimin selalu berangan jika suatu saat ia bisa bermain dengan Jungkook seperti bocah dengan senyum kotak yang selalu berhasil membuat Jungkook berhenti menangis.
Jimin cemburu.
Jimin akan sedih jika melihat keduanya dekat.
Apalagi saat si bocah dengan senyum kotak itu mencium Jungkook suatu hari.
"Astaga!" Pekik Jungkook saat menyadari buburnya sudah habis terbakar. Ia hampir saja kehilangan dapurnya jika saja ia tak mencium aroma terbakar dengan asap hitam mengepul di atas kobaran api.
"Ya tuhan.. uhuk! Hampir saja.. uhuk?" Gumam Jungkook sambil menaruh handuk basah di atas kompor.
Jungkook terdiam, ia memandangi panci buburnya yang sudah gosong. Jungkook mengacak rambutnya kasar, ia frustasi. "Bodoh! Dia tidak akan bangun. Dia tidak akan pernah bangun. Bodoh sekali." Lirih Jungkook dengan suaranya yang bergetar.
Jungkook frustasi bukan main. Ia memegangi kepalanya dengan kedua tangan, mencoba menahan air matanya dengan menghembuskan napas berat berkali-kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hormones [TAMAT]
FantasyJeon Jungkook, seorang pengangguran, bertemu dengan seekor kucing dengan luka di telinganya saat ia meniup lilin ulang tahunnya. "Apa kau malaikat?" "Dimana calico ku?" "Apa kau kehujanan?" "Jangan bicara dengan orang asing!" "Boleh aku memanggilmu...