Kini sudah seminggu setelah Anna mengusik Marsha di kantin. Setelah mendapat peringatan dari Gavin, Anna benar-benar berhenti menganggu Marsha. Bahkan ia pindah kelas dan bersikap seolah tidak kenal dengan Marsha dan sahabat-sahabatnya.
Mungkin gadis itu takut dengan ancaman Gavin atau dia sudah mendengar cerita temannya mengenai apa yang Gavin perbuat kepada siswa yang pernah membulli Marsha. Gavin tidak peduli, yang penting Anna tidak menganggu Marsha lagi. Itu sudah cukup.
Seperti biasa sepulang sekolah Gavin bekerja di kantor dan membawa Marsha, buntutnya itu tak boleh ketinggalan. Mereka sudah makan siang untuk kedua kalinya dan Marsha seperti biasa tertidur setelah makan. Gavin mengerjakan pekerjaannya dan sesekali menoleh ke sofa sudut ruang kerjanya dimana Marsha tertidur pulas. Wajah tidurnya yang damai meski sesekali mengingau mengunyah sesuatu membuat Gavin terkadang terkekeh pelan.
Suara ketukan pintu mengalihkan fokus Gavin, setelah berkata masuk. Terlihat sekretarisnya yang sudah diganti dengan pria muda berusia 4 tahun diatas Gavin masuk kedalam ruangan Gavin. Namanya Erik, tampan dan pintar. Dan Marsha menyukainya.
"Nama kamu Erik? Pangeran Erik? Apa pangeran Erik sudah bertemu Ariel? Kalau belum, biar Marsha saja yang Ariel nya. Tenang saja pasti lebih untung jika dengan Marsha, soalnya pangeran tidak perlu harus kelaut biar ketemu sama Marsha. Kalau sama Ariel asli kan harus ke laut dan kalian pasti susah kalau kencannya, masa kencan dilaut tiap hari? Nanti pangeran jadi hitam kayak Gabriel loh. Pangeran Erik, Marsha saja yang jadi Ariel nya ya? Mau yaa?" begitu cerocosan Marsha ketika pertama kali Erik memperkenalkan diri kepada Gavin. Erik bahkan menahan nafasnya dan menatap takjub sekaligus bingung kepada Marsha.
Sejak saat itu keduanya menjadi teman dekat, berdrama ala pangeran dan putri. Bahkan Marsha meminta Gavin untuk membelikan kostum putri duyung untuknya agar drama mereka sempurna katanya. Dan itu membuat Gavin kesal dan hanya bisa menatap tajam sekretaris barunya itu jika berani menyentuh Marsha. Ia hanya boleh berbicara dengan Marsha, tidak boleh menyentuh Marsha. Sedikit pun atau tangan dan masa depan Erik terancam. Begitu kesepakatan yang dibuat Gavin dari awal. Si bapak posesif memang.
"Pak, direktur dari DN.Corp sudah tiba. Beliau menunggu diluar"
"Ooh, langsung minta masuk saja". Dan satu lagi idola Marsha datang. Dennis Weirg, pengusaha yang bekerja sama dengan Gavin. Om tampan Marsha yang beberapa minggu lalu bertemu dengan Gavin dan Marsha di kafe untuk pertama kali. Dan Marsha begitu terobsesi menjadikan Dennis daddy sugarnya. Mudah-mudahan gadis itu tidak terbangun selama mereka rapat.
Dennis masuk ke ruangan Gavin ditemani dengan asistennya. Tidak membuang waktu, mereka memulai rapat. Membicarakan proyek kerja sama yang sedang berjalan dan masalah-masalah yang timbul selama pengerjaan. Hampir satu jam kemudian mereka masih belum menyelesaikan pembicaraan. Gavin sesekali masih melirik Marsha, ia bersyukur gadis itu masih terlelap. Sebelum pekikan Marsha membuatnya mendengus kesal.
Sementara disudut ruangan, Marsha tampak menggeliat dan mengerjapkan matanya. Marsha membuka matanya dan mengamati sekitar. Ia tahu jika ia berada di ruangan Gavin dan mendengar suara-suara yang tampak sibuk membicarakan sesuatu membuat Marsha cepat bangkit dan duduk disofa. Ia mengamati tamu Gavin yang tampak tidak asing baginya.
"Om tampaaannn" pekik Marsha tiba-tiba membuat keempat manusia yang sedang berdiskusi itu melonjak terkejut. Marsha dengan gerakannya yang cepat kini sudah duduk disamping Dennis, Om tampannya menggeser tubuh asisten Dennis yang tadinya bersampingan.
"Om tampan? Apa kesini untuk melihat Marsha? Om tampan rindu Marsha kah? Marsha juga rindu tauuuu... aah, sudah berapa lama kita tidak bertemu Om? Om tampan apa sudah bersedia jadi daddy sugarnya Marsha? Apa kekasih Om tampan sudah bersedia jadi mommy sugarnya Marsha juga?" Tanya Marsha antusias. Dennis tertawa dan mengelus kepala Marsha lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, nona absurd!
Teen Fictionini hanya cerita tentang Marsha, si gadis mungil dengan 'bapak' posesifnya. Marsha tidak peduli apapun asal Gavin ada bersamanya. Marsha tidak peduli diejek manja, gadis aneh atau apapun itu asal Gavin tetap disampingnya. Dan Gavin, si 'bapak' pos...