Hari masih pagi, matahari juga masih terlihat rendah di ufuk timur sana. Tapi seorang gadis sudah tampak sibuk dengan lamunannya. Gadis itu sedang duduk diteras rumahnya dengan tas yang terletak disebelahnya dan juga sepasang sepatu yang belum terpasang terletak di samping tasnya. Gadis itu duduk termenung sambil menatap barisan semut hitam yang lewat didepannya. Entah apa yang ada dipikirannya.
"Coba aja Marsha jadi semut ya, pasti kecil banget kayak mereka. Tapi kalo Marsha jadi semut, pasti gampang matinya. Tinggal diinjak doang udah mati. Terus kalo Marsha jadi semut, Marsha pasti gak bisa minta jajan sama Gavin nanti, Gavin kan gak kenal Marsha kalo jadi semut? Kecuali kalo dia ikutan jadi semut. Ahh, seru juga nanti kalo Marsha dan Gavin jadi semut. Tapi enggak deh, gak enak jadi semut. Mending jadi Marsha aja, udah cantik, manis, imut, baik hati lagi kayak princess gitu. Hihi.."
Baiklah, mari biarkan gadis itu dengan pikiran absurdnya.
Namanya Marsha Bintang Gallena. Gadis cantik nan manis tapi berkepribadian aneh. Sering dipanggil Masha, si anak kecil di kartun Masha and the Bear.
Selain karena tubuh mungilnya, sifat jail dan manjanya benar-benar mirip dengan Masha. Tapi ia tidak senang dipanggil Masha,
"Masa Marsha disamain sama boneka pirang yang menyebalkan itu?" begitu katanya. Padahal kalau ia sadar diri, ia lebih menyebalkan dibanding boneka pirang yang katanya menyebalkan itu.
"Sha, ayo buruan. Udah mau telat ini..!"seru seseorang membuat Marsha, si gadis aneh tadi mendengus pelan dan buru-buru memakai sepatu sekolahnya.
"Kan Gavin yang telat jemput! Kok marah sama Marsha sih??! Dasar beruang menyebalkan!" sungutnya sambil berjalan menghampiri si pria remaja yang berseragam sekolah sama dengannya.
"Iya, maaf yaa.. " sahut si pria dengan wajah datarnya.
" Gavin menyebalkan. Kenapa Gavin terlambat coba? Marsha udah tunggu lama sampe berkarat nih pantat Marsha nungguin Gavin. Bedak Marsha udah ikutan luntur juga, belum lagi Marsha kelaparan dari tadi. Cacing-cacing diperut Marsha udah berperang didalam dan mungkin bentar lagi mau mati karena kehabisan energi. Kalau mereka mati gimana? Marsha kan jadi sedih. Iishh pokoknya Marsha kesal, gak mau sekolah!!" cerocos Marsha panjang mengeluarkan kekesalannya. Si pria yang dipanggil Gavin tadi menatapnya sendu sambil menghela napas panjang.
"Iya iya, maafin Gavin ya. Aku telat bangun. Sekarang masuk, kita cari sarapan dulu untuk pasukan cacing-cacing di perutmu. Dan gak ada alasan gak masuk sekolah, telat dikit gak apa-apa"
Marsha masih dengan wajah cemberutnya masuk ke dalam mobil Gavin.
"Udah?" Gavin menoleh kesamping memastikan gadis mungil itu duduk dengan nyaman.
"Udah, Marsha mau makan bakso pedas!"
Gavin menghentikan gerakan tangannya yang hendak menghidupkan mobilnya.
"Ini masih pagi Sha, gak baik makan bakso apalagi yang pedas"
"Gak mau tau, pokoknya makan bakso!!"
"Tapi jangan yang pedas ya.."
"Gak, maunya yang pedas. Pasukan cacing butuh senjata api didalam!"
"Kasih asupan dulu biar ada energi buat perang, senjata apinya ntar aja yaa"
"Iih, pokoknya Marsha mau bakso pedas beruang. Titik!" pekikan Marsha membuat Gavin menutup telinganya yang berdengung.
"Ya udah, iya iya"
Gavin memilih mengalah daripada harus mengorbankan bagian tubuhnya yang lain yang menjadi korban kesadisan Marsha.
Namanya Gavin, si pria yang Marsha panggil beruang tadi, dia tetangga si gadis aneh, Marsha. Dia bisa disebut sebagai teman, sahabat, atau teman hidup? Ah, teman-temannya menyebutnya sebagai budak Marsha. Kisah mereka sering disama-samakan dengan kisah kartun Masha and the Bear. Padahal Gavin enggan disamakan dengan beruang yang tampak bodoh di kartun itu. Tapi biarkan sajalah, Gavin sudah lelah memprotes.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, nona absurd!
Teen Fictionini hanya cerita tentang Marsha, si gadis mungil dengan 'bapak' posesifnya. Marsha tidak peduli apapun asal Gavin ada bersamanya. Marsha tidak peduli diejek manja, gadis aneh atau apapun itu asal Gavin tetap disampingnya. Dan Gavin, si 'bapak' pos...