"Gavin? Bagaimana rasanya jatuh cinta? Apa sakit?"
Gavin melambatkan laju mobil yang sedang ia kendarai.
"Kenapa tanya begitu sayang?"
"Hemm, tadi tante Ami yang bilang. Katanya 'Marsha, desain kamu semakin cantik dan warna-warnanya terlihat hidup sayang. Kamu benar-benar membuat tante kagum. Desain kamu juga..."
"Gavin dengar bagian yang itu sayang, bisa langsung ke intinya?"
"Intinya? Gavin, tante Ami gak ada ngomong intinya tadi..?"
"Maksud Gavin, langsung ke tante Ami yang bilang soal jatuh cinta"
"Ooh, yang itu. Kata tante Ami, 'Marsha pasti lagi jatuh cinta ya?' gituu?"
"Kenapa tante Ami tanya begitu?"
"Marsha gak tau Gavin, tanya tante Ami saja. Dari tadi tanya-tanya Marsha terus, bukannya dibayar. Kalau dibayar sih, Marsha bakal terima bayarannya aja. Tapi Gavin gak mungkin mau bayar, dia kan pelit?"
Gavin kembali fokus ke jalanan, malas mendengar Marsha yang selalu menjelekkannya.
Padahal baru saja ia begitu bangga melihat karya si mungil itu. Baru saja mereka kembali dari butik tante Ami untuk mengantar desain baju yang Marsha gambar lengkap dengan warnanya.
Gadis membuat desain baju seperti menggambar barbie. Beruntung tante Ami berbaik hati masih mau menerima dan mempercantiknya.
"Gavin? Lihat pacar abang Mario, cantik kan?"
Marsha menunjukkan foto seorang wanita cantik. Jika dilihat dari pose dan segala hal di foto itu, sepertinya wanita itu seorang model.
"Kata abang Mario, mbak cantik ini model. Cantik kan?"
"Hem.." Gavin hanya menjawab seadanya aja. Enggan berbicara karena wanita itu benar-benar jauh dari tipenya. Tipe Gavin kan sejenis Marsha.
"Jangan hem aja Gavin, jawab yang betul. Cantik kan?" Marsha mulai emosi.
"Iya, cantik cantik.."
"Oh, iya? Gitu? Mbak pacar bang Mario cantik? Gitu?"
"Ya iya, kan kamu tadi yang nanya.."
"Tapii jangan bilang cantik perempuan lain di depan Marsha dong !! Kan Marsha yang selalu paling cantik.."
"Iya iyaa, maaf Marsha cantiikk.."
"Nah, gitu dong. Marsha mau bubble tea ya Gavin.. ~"
"Hem.."
"Sok tampan, hem hem terus. Dipikir Gavin keren apa kek gitu? Kan Gavin jadinya jelek, mirip cicak yang nempel dingdingding. Huh? Gavin, bilang dindingding yang betul gimana?"
"Dinding sayang.."
"Gak usah panggil sayang sayang, bukan pacar Marsha kok. Sok sok panggil sayang.."
"Iya iyaa, gak lagi.."
"Iihh, kok gak lagi sih. Gavin gak sayang Marsha lagi ya? Beneran? Ayo jawab, jangan diam aja Gavin.."
"Kan tadi kamu yang larang panggil sayang?"
"Dasar Gavin jelek, gak peka.."
Gavin hanya bisa menghela nafas. Memupuk kesabaran agar semakin bertambah setiap hari.Sesampai di kedai bubble tea Gavin segera turun dan membuka pintu mobil untuk si tuan putri yang masih merajuk. Gadis itu bahkan mengomel sepanjang jalan dan baru berhenti dua menit yang lalu.
"Ayo turun cantik, jadi belinya kan?"
Marsha melipat kedua lengannya di dada lalu menatap Gavin kesal.
"Marsha malas turun, Gavin aja yang beli.."
"Oke, kamu mau rasa apa?"
"Gavin benaran gak sayang Marsha lagi ya? Masa bubble tea kesukaan Marsha aja gak tau? Mentang udah ada mbak pacar bang Mario yang cantik iya? Marsha dilupain gitu??"
"Ya Tuhan, oke. Gavin beliin dulu.."
"Gavin jahat.."
Marsha menatap sedih kepergian Gavin. Entah mengapa hari ini ia merasa kesal aja terus. Beruntung Gavin selalu sabar. Padahal sedari pagi sudah ia omeli dan terus menjelek-jelekkan si tampan itu.
"Hiks, Marsha jadi sedih, huaaaa.."
Akhirnya air mata itu keluar juga. Perasaan Marsha seakan di aduk-aduk sekarang ini. Ia merasa sedih, kesal, marah entah karena apa dan untuk siapa.
"Loh, Sha? Kok nangis sayang? Kenapa? Ada rampok ya? Ada yang jahatin kamu? Mana yang sakit? Hei, jangan sembunyiin wajahnya begitu, nanti kamu sesak sayang.."
Gavin berusaha mengangkat wajah Marsha yang tertunduk dan tersembunyi di kedua lututnya.
"Kenapa sih? Hem?" tanya Gavin setelah berhasil mengangkat wajah Marsha dan menghapus air mata itu dengan lembut.
"Marsha sedih Gavin, Marsha kesal, Marsha marah pokoknya..!!"
"Kenapa sayang? Marah sama siapa?"
"Gak tauuu, huaaaa..."
Gavin akhirnya menarik Marsha ke pangkuannya. Memeluk gadis itu, memberi ketenangan.
"Ssstt, sudah sayang. Minum dulu bubble tea nya ini, biar tenang.."
Gavin mengarahkan sedotan minuman itu ke mulut Marsha. Si mungil itu dengan cepat menyedot minuman kesukaannya hingga kandas. Lalu menyerahkan kembali kemasan kosong ke tangan Gavin.
"Marsha ngantuk.."
Gavin membetulkan posisi Marsha di pangkuannya. Tak sengaja mengenai belakang yang entah mengapa terasa basah.
Gavin terkekeh setelah melihat noda merah di tangannya.
"Pantas aja dia jadi medusa dari pagi. Dan sepertinya kita harus belanja dulu, persediaan kamu di rumah udah habis.." ujar Gavin sambil mencium pipi si mungil dengan sayang.
Sesampai di rumah, Gavin kembali menggendong Marsha yang masih terlelap. Menidurkan gadis itu di kasur nyamannya.
Setelah menyamankan letak tidur Marsha, Gavin beralih masuk ke kamar mandi.
Selesai mandi dan berpakaian lengkap, Gavin membereskan belanjaannya tadi. Meletakkan beberapa bungkus pembalut wanita di laci kamar mandi. Lalu meletakkan coklat dan makanan manis lainnya di meja.
"Gaviin.."
Rengekkan khas bangun tidur itu menghentikan kegiatan Gavin.
"Udah bangun cantik?"
"Udah liat Marsha bangun kan? Masih nanya aja.." maungnya kambuh.
"Iya iyaa, Gavin salah.."
"Udah tau salah, tapi gak minta maaf.."
"Okee, maafin Gavin ya cantik. Mau mandi?". Marsha mengangguk.
" Ayo bangun.."
"Kaki Marsha patah Gavin, aduh.. Lihat Marsha gak bisa berdiri kan?"
"Banyak gaya kamu.."
Gavin segera menggendong Marsha menuju kamar mandi membuat gadis itu terkekeh senang.
"Gavin, Marsha mau pake baju yang ini yaa?" tanya Marsha sambil menunjukkan sebuah gaun merah di tangannya.
"Loh, memangnya mau kemana pake baju itu? Itu kan buat ke pesta sayang.."
"Tapi Marsha mau pakai baju ini, biar Marsha makin cantik gitu loh.."
"Kamu pakai baju apapun tetap cantik sayang.."
"Gak, Gavin bohong. Tadi aja bilangnya mbak pacar bang Mario yang cantik. Marsha kan gak mau kalah..."
"Marsha yang paling cantik kok.."
"Bohong, ayo ngaku. Cantikan Marsha apa mbak pacar bang Mario?"
"Marsha.."
"Bohong. Ayo jujur Gavin, bilang aja kalau mbak pacar bang Mario yang paling cantik. Kalau gak bilang nanti Marsha pulang ke rumah terus gak mau ketemu Gavin lagi..."
"Ya udah, iya iyaa. Mbak pacar bang Mario yang paling cantik.."
"TUH KAN, Gavin jahat bilang Marsha jelek.. Huaaaa, bundaa Gavin jahat. Ayo kutuk Gavin, bunda. Huaaa..."
Gavin hanya bisa menatap kepergian Marsha keluar dari kamar mengadu ke sang bunda dengan handuk kuning yang menutupi badannya.
Tunggu. Handuk kuning?
"Astagaa, MARSHAA BALIK KAMAR !! PAKAI BAJU DULU. ITU PAHA SAMA DADANYA KELIATAN. BANG NATHAN, JANGAN KELUAR KAMAR, AWAS AJA!!!"
Nathan yang sedang berbicara di ponsel sampai melempar ponselnya karena kaget. Serena bahkan menuangkan seluruh isi botol minyak goreng ke wajan sangking kaget. Padahal ia hanya ingin menumis kangkung.
Sementara si gadis yang di teriaki juga terkejut tapi sedetik kemudian kesal karena Gavin berteriak kepadanya.
"HUAAAA, GAVIN JAHAAATT...."Setengah jam kemudian drama itu terselesaikan. Gavin tadi dengan cepat menyusul Marsha dan mengangkat gadis itu ke kamar. Memakaikan piyama yang nyaman meski harus menerima jambakan dari tangan Marsha.
"Abaaang, bukaain.."
Marsha menyerahkan sebungkus besar keripik kepada Nathan. Mereka sedang bersantai sambil menunggu makan malam yang sedang disiapkan oleh bunda dan Gavin.
"Nih sayang.."
Marsha menerima camilannya itu sambil merengut.
"Kok abang bukannya kekgini sih? Harusnya dari samping, kayak gini. Marsha gak mau lagi.." rengek Marsha lalu menyerahkan kembali camilan itu ke tangan Nathan.
"Ya kan sama aja, Marsha masih bisa ambil dari sini kan?"
"Gak mau, Marsha maunya di buka dari samping, huaa..."
Nathan gelagapan sendiri, tidak tau berbuat apa. Ingin menenangkan si mungil, tapi gadis itu malah berontak terus.
"Ya udah, abang ganti yang baru yaa?"
"Gak mau, Marsha maunya itu tapi abang bukanya salah. Huaa.."
"Ya terus gimana dong?"
"Hiks, abang Nathan jahat. Bukain keripik Marsh aja gak betul, hiks.."
Nathan hanya bisa mendesah dan bersabar menghadapi si gadis absurd yang kini malah melahap keripik yang tadi katanya gak mau lagi.
"Marsha gak mau lagi, huaa.."
"Astagaa, kenapa lagi sekarang?"
"Keripiknya ada yang patah, pasti abang yang patahin pas buka tadi. Marsha gak mau makan keripik lagi, huaaaa..."
Marsha melempar keripinya dan tak diduga mengenai wajah Leo yang baru saja masuk.
"Astaga.."
"Marsha keseell, Marsha gak suka liat wajah si bantet. Huaaaa, Gaviiinn. Abang Nathan jahat..." teriak Marsha berlalu ke dapur menemui si papa bearnya.
"Kenapa si bengek itu?" tanya Leo kepada Nathan yang sibuk membersihkan keripik bekas Marsha.
"Biasa, tamu bulanan.."
"Oh, si merah?"
"Hemm.."
"Pantes jadi medusa begitu.."
Nathan melemparkan bungkus keripik ke wajah Leo. Tak terima adik kesayangannya di katai medusa.
Leo akhirnya ikut makan malam di rumah Gavin, karena memang tujuannya kesini minta makan. Kakek neneknya pergi ke pesta tanpa meninggalkan makanan untuk nya.
"Leo, jangan makan udangnya!!"
"Kenapa? Aku lagi pengen makan udan loh.."
"Pokoknya gak boleh!"
"Sayang, jangan gitu dong. Leo mau makan udangnya, bagi dong. Gak boleh pelit ah.." bujuk Serena lembut.
"Gak mau, pokoknya Leo gak boleh makan udangnya atau Marsha gak mau makan!! Hikss.."
"Ya Tuhan, ya udah. Aku gak jadi makan.." Leo menyerah.
"Makan ayam boleh?" lanjut Leo.
"Boleh.."
Leo tersenyum lebar lalu dengan cepat menyedokkan sepotong ayam kecap ke piringnya.
Suasana meja makan kembali tenang. Semua menyantap makanannya dengan lahap. Hingga suara isakan si mungil terdengar membuat mereka saling memandang kebingungan.
"Hiks.."
"Kenapa baby ?" tanya Garendra yang kebetulan dekat dengannya.
"Marsha mau makan, tapi Marsha kesal! Mau marah, mau nangis, huaaa..."
Seisi meja makan itu kembali bertatapan bingung. Gavin yang mengerti perasaan Marsha segera mendekat dan mengangkat gadis itu ke pangkuannya.
"Perutnya sakit? Hem? Atau pinggangnya?" tanya Gavin sambil mengusap-usap pinggang Marsha.
"Hikss.. Semuanya sakit Gavin.." rengek gadis itu.
"Maaf sayang, Gavin gak bisa gantiin sakitnya. Habisin makannya ya? Habis itu minum obat nyeri. Setuju?"
"Setuju Gavin, tapi Marsha mau disuapi sama ayah.."
"Ya udah, sana minta sama ayah.."
"Tapi Marsha mau tetap di pangku Gavin, terus ayah yang suapi makanan, terus abang Nathan yang kasih minum, terus bunda cium-cium Marsha, terus Leo kipasi sama pijat tangan Marsha. Sakit semua.."
"Okee, tapi biar Gavin aja yang mijat Marsha yaa. Si bantet itu gak boleh nyentuh kamu.."
"Ya udah, Leo suruh beresi rumah aja atau kerjain PR Marsha atau kasih makan peliharaan Marsha atau suruh pulang aja. Marsha kesal liat muka nya.."
"Astagaa medusa satu ini.." ujar Leo geram.
Semenyebalkan itu memang si gadis absurd yang sedang datang bulan itu.Hello gaysss...
Si Marsha balik lagi...
Selamat membaca yaaa
Maaf kalau kurang memuaskan dan banyak typo..
Dan terima kasih untuk voe dan komentar kalian..
Thankyuu...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, nona absurd!
Tienerfictieini hanya cerita tentang Marsha, si gadis mungil dengan 'bapak' posesifnya. Marsha tidak peduli apapun asal Gavin ada bersamanya. Marsha tidak peduli diejek manja, gadis aneh atau apapun itu asal Gavin tetap disampingnya. Dan Gavin, si 'bapak' pos...