Suara deringan ponsel membuat Marsha menggeliat dalam tidurnya. Dengan mata masih yang entah mengapa sulit terbuka, ia mengintip ke arah jendela kamarya dan terlihat sudah terang diluar sana.
Bukannya bangun, Marsha malah semakin masuk kedalam dekapan seseorang yang baru Marsha sadari sudah memeluknya semalaman.
"Gaviiinn.. ini sudah pagi. Apa ini hari libur? Kita tidak sekolah Gavin?" gumam Marsha yang masih terdengar jelas oleh Gavin yang sebenarnya sudah terbangun sejak tadi. Tapi ia enggan membuka mata dan bangun bersiap kesekolah.
"Hemmm" Gavin bukannya menjawab malah mengeratkan pelukannya. Gavin melirik jam dinding dikamar Marsha dan masih menunjukkan pukul 6 pagi. Sekolah mereka dimulai pukul setengah delapan, jadi masih ada waktu untuk bermalas-malasan. Lagipula akhir-akhir ini mereka sudah jarang terlambat dan Gavin sedikit merindukannya.
"Gaviin, Marsha lapar" Gavin membuka matanya dan menunduk menatap Marsha yang masih menutup matanya. Lalu terdengar bunyi perut Marsha yang kelaparan membuat Gavin terkekeh pelan.
"Marsha mau sarapan apa? Mau Gavin masakin atau kita ke bunda? Hem?"
"Marsha mau dimasakin Gavin tapi kulkas Marsha kosong Gavin Cuma ada simpanan abang Nathan"
"bunda udah isi kemarin waktu kita disekolah sayang. Jadi kamu mau dimasakin apa?"
"Marsha mau nasi goreng magic Gavin"
"oke. Sekarang kita ke dapur, Marsha harus temani Gavin masak"
"ayooo" seru Marsha cepat dan bangkit lalu berlari menuju dapur diikuti Gavin dengan senyuman lebarnya melihat semangat Marsha.
Gavin sibuk menyiapkan sarapan permintaan tuan putrinya. Nasi goreng magic, begitu Marsha menyebutnya. Karena katanya nasi goreng itu hanya Gavin yang bisa membuat dan tidak ditemukan dimana pun. Marsha yang biasanya makan banyak baru akan kenyang berbeda jika makan nasi goreng magic nya. Marsha hanya makan itu saja sudah merasa kenyang.
"sudah selesai. Makan banyak ya" Marsha bertepuk tangan senang melihat sepiring nasi goreng favoritnya sudah tersedia didepannya. Nasi goreng dengan banyak cuiran daging ayam, irisan sosis dan bakso serta beberapa sayuran dan mie goreng sebagai pelengkap. Dan jangan lupa taburan bawang goreng dan telur dadar diatasnya. Bagaimana Marsha tidak kenyang hanya dengan memakan itu saja.
"Pelan-pelan Sha" seru Gavin sambil mengusap ujung bibir Marsha yang belepotan. Gadis itu memakan makanannya terburu-buru, entah apa yang mengejarnya.
"Gaavhin thidhak mhakhana?" Tanya Marsha dengan mulut penuh. Gavin menggeleng sambil tersenyum menatap Marsha.
Gavin senang melihat Marsha yang begitu menikmati masakannya. Gavin tidak hobi memasak ataupun berkaitan dengan dunia makanan. Gavin sejak kecil hanya menyukai koleksi robotnya dan senyuman Marsha. Hanya kedua itu yang benar-benar disukai Gavin. Sudah banyak hal yang Gavin lakukan untuk membuat Marsha selalu tersenyum. Sering melupakan dirinya sendiri dan lebih mementingkan kebahagian Marsha didekatnya. Gavin memang sangat menyukai robot tapi ia sangat lebih suka melihat senyuman Marsha.
Gavin memiliki dua lemari penuh koleksi robotnya. Dari ukuran kecil hingga terbesar seukuran manusia dewasa. Dan Gavin mengumpulkan koleksinya itu sejak kecil dari hadiah pemberian orangtuanya, oleh-oleh ataupun dibeli dengan hasil merelakan uang jajannya. Marsha juga ikut senang mengoleksi robot dengan Gavin. Karena apa yang Gavin suka, Marsha juga suka. Bahkan tak jarang membelikan Gavin robot dengan pertolongan sang ayah atau Nathan. Marsha juga dengan senang hati ikut membersihkan koleksi Gavin meski tak jarang tangan cerobohnya merusak koleksi robot Gavin. Dan Gavin hanya bisa tersenyum dan berkata tidak apa-apa kepada Marsha yang selalu menangis jika tak sengaja merusak robotnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, nona absurd!
Novela Juvenilini hanya cerita tentang Marsha, si gadis mungil dengan 'bapak' posesifnya. Marsha tidak peduli apapun asal Gavin ada bersamanya. Marsha tidak peduli diejek manja, gadis aneh atau apapun itu asal Gavin tetap disampingnya. Dan Gavin, si 'bapak' pos...