Si Mungil dengan Perut Ajaibnya

2.2K 134 5
                                    

Gavin mengeratkan pelukannya pada tubuh gadis mungil yang sedang terlelap didekapannya. Sedetik bel pulang sekolah berbunyi tadi, Marsha menjatuhkan kepalanya diatas meja dan bergumam mengantuk saat Gavin bertanya. Dan sekarang mereka sedang di jalan menuju kantor Gavin. Gavin meminta sekretarisnya untuk menjemput mereka dan meminta Leo untuk membawa pulang mobilnya.

"Gavin tidak akan pernah menjadi orang sejahat Leo. Sesering apapun kamu menyebutku jomblo berkarat dan mengejekku bapak tua, tak apa sayang. yang penting kamu selalu bahagia dan tak pernah berpikir untuk pergi dariku" monolog Gavin dalam hati sambil menciumi puncak kelapa Marsha. Gavin merasa ngeri teringat cerita masa lalu Leo. Ia tak bisa membayangkan jika itu terjadi pada Marsha. Tekadnya sedari dulu untuk tidak tertarik pada yang namanya berpacaran atau sejenisnya memang sudah benar. Marsha sudah cukup untuknya meski gadis itu selalu mengatainya jomblo berkarat dan pada kenyataannya Marsha tak pernah merelakannya untuk bersama gadis lain. Biarlah gadis itu dengan ketidakpekaannya.

"Sampai bos.." seru Erik begitu mereka tiba digedung perusahaan Gavin. Gavin keluar dari mobil dengan Marsha digendongannya, masih terlelap.

"Erik, tolong mampir ke kantin dan pesan camilan biasa untuk Marsha yaa"

"ooh, oke bos. Ada lagi?" Gavin menggeleng dan melanjutkan langkah kakinya.

"susu Marsha belum" Gavin mengernyit begitu mendengar gumaman Marsha, entah gadis itu mengigau atau sudah bangun.

"Erik, jangan lupa susu strawberry nya" Gavin agak berteriak karena Erik sudah agak jauh berjalan menuju kantin kantor. Skeretarisnya itu hanya mengangguk mengerti sambil mengancungkan jempol kanannya.

"Kamu udah bangun atau bagaimana?" Tanya Gavin sambil menidurkan Marsha disofa favoritnya.

"mmm, Marsha sudah bangun tapi matanya Marsha seperti ada lemnya jadi tidak bisa dibuka.." Gavin terkekeh mendengar alasan tak masuk akal Marsha.

"Alasan saja. Kalau mau tidur lanjut aja, Gavin kerja dulu ya"

"iissh, Gavin jangan kerja terus. Marsha masih mau dipeluk"

"Gak bisa sayang, kerjaan Gavin lagi banyak. Tidur aja yaa atau tunggu Erik sebentar lagi bawa makanan"

"tapi Marsha mau peluk.." Marsha mulai merengek meski masih dengan mata tertutupnya. Gavin menghela nafasnya pelan, pekerjaannya sedang menumpuk karena hampir sebulan ia tidak ke kantor. Tapi lagi-lagi ia harus mengalah demi kesejahteraan bersama.

"ya udah, ganti baju dulu nih"

"Mata Marsha gak bisa dibuka Gavin, tidak usah ganti ihh"

" kalau kamu makanan udah aku habisin" geram Gavin gemas dengan rengekan Marsha. Gavin kembali harus mengalah dan mengganti seragam gadis itu dengan pakaian yang lebih nyaman.

Tok tok tok

"Bos?" suara Erik terdengar dari luar membuat Gavin segera melarang sekretarisnya itu untuk masuk, ia belum selesai mengganti baju si putri tidur nya itu.

"jangan masuk dulu" dan Erik dengan sabar menunggu didepan pintu meski ia penasaran dengan apa yang terjadi didalam hingga ia dilarang masuk.

"masuk rik.." Erik masuk dan mendapati bosnya duduk di kursi kerja dan Marsha yang tampak masih terlelap dipangkuannya.

"Apa nanti ada rapat atau pertemuan dengan klien?" Tanya Gavin menatap Erik sekilas lalu lanjut membaca laporan ditangannya dengan tangan lain yang mengelus wajah Marsha lembut. Hah, Erik sudah mulai terbiasa dengan tingkah manis bos nya itu.

"Hanya ada satu pak dengan perusahaan iklan dan jika bapak sibuk, saya bisa menghandlenya" jawab Erik sambil melirik Marsha saat berkata jika bos nya itu sibuk.

Hei, nona absurd!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang