Hari ini Marsha dan Gavin kembali masuk ke sekolah setelah hampir 3 minggu meliburkan diri. Sebenarnya sang bunda belum menginjinkan Marsha ke sekolah, tapi gadis mungil kesayangan keluarga Trisna itu merengek dan memaksa ingin kesekolah. Kata Marsha, ia rindu sekolah dan teman-temannya. Dan juga ia ingin memeriksa bayi lucunya di taman sekolah yang sudah lama tak ia beri makan itu. Jadilah Serena mengikhlaskan putrinya itu untuk berangkat kesekolah.
Sepanjang perjalanan kesekolah Marsha mengoceh tentang banyak hal, menebak apa saja yang terjadi selama ia mengurung diri dikamar. Marsha mengoceh betapa ia merindukan Shinta dan juga kulit eksotisnya Gabriel. Dan juga tentang anak-anaknya yang sudah ia lupakan selama ia mengurung diri dikamar.
Iya, mulut bocor dan otak miring Marsha sudah kembali. Ia sudah mengoceh banyak hal secara random dan sekarang gadis itu menangis membuat Gavin gelagapan tak tau mengapa Marsha menangis.
"Hiks, huuuaaaa... Marsha jahat sekali Gavin. Marsha melantarkan anak-anak Marsha, huaaa..." pekik Marsha dengan air mata yang sudah membasahi wajahnya.
Gavin hanya diam menatap jengah Marsha. Ia senang melihat Marsha yang sudah kembali seperti biasa, ia senang melihat bagaimana ekspresinya Marsha saat bercerita, tapi ia lupa betapa absurdnya otak miring Marsha hingga memikirkan hal-hal yang tak perlu bahkan menangisinya.
"Bagaimana ini, Marsha melantarkan si baeki. Lalu bagaimana si Oscar dan keluarganya, trus ant man sama pasukannya bagaimana? Bayi-bayi yang warna ungu sama yang bergaris-garis bagaimana? Apa mereka masih selucu saat terakhir Marsha tinggalin?.." dan banyak bagaimana-bagaimana lain yang Marsha tanyakan dan Gavin hanya diam, fokus mengendarai mobilnya.
"Huaaa... Gavin kenapa diam saja? Marsha lagi sedih meratapi nasib malang bayi-bayi Marsha. Dasar Gavin manusia muka tembok, gak punya hati. Harusnya Gavin hibur Marsha yang lagi sedih begini, hikss..."
Mobil Gavin berhenti saat lampu lalu lintas berwarna merah. Gavin masih mengabaikan Marsha, ia sibuk mengamati lampu merah didepannya.
"GAVIN TUTUP MATA" pekik Marsha tiba-tiba.
"Hah? Kenapa Sha?" Gavin bingung, kenapa dia harus tutup mata?
"Gavin jangan tatap lampu merahnya terus-terus begitu. Gavin gak boleh mesumin lampu merah dengan tatapan begitu.."
"Hah? Apa sih?"
"Gavin gak punya pacar bukan karena lampu merah kan? Marsha tau kalau selama ini Gavin diam-diam selalu natap lampu merah tiap kita berhenti. Oh, Tuhan.. Marsha harus lapor ke bunda. Ini gak boleh dibiarin, Gavin gak boleh suka sama lampu merah. Nanti kalau Gavin terlanjur suka dan bawa lampu merah pulang, kan bisa ditangkap pak polisi. Huh, Marsha harus lindungin Gavin..."
"Ooh Tuhaann"
Gavin frustasi, otak miring Marsha nampaknya semakin parah. Otak gadis itu sudah tak bisa berpikir sehat lagi sepertinya. Apa yang harus Gavin lakukan dengan otak miring itu? Membiarkannya atau menggantinya dengan yang baru?
Gavin dan Marsha sudah tiba disekolah, keduanya kini berjalan dikoridor menuju kelas mereka. Beberapa siswa menyapa mereka yang sudah hampir sebulan tak terlihat disekolah. Marsha dengan senyuman manisnya melambai-lambaikan tangannya dan Gavin menggandengan tangan kiri Marsha dengan muka datarnya. Ikatan mereka sudah dilepas ngomong-ngomong.
Kelas terlihat ramai saat mereka masuk, sepertinya ada tugas. Semua sibuk menulis dan ada juga yang mondar-mandir tak jelas. Di meja Rangga beberapa siswa berkerubung, berebut menyontek tugas. Bagaimana lagi, si juara satu tidak masuk kelas jadilah si juara dua diperebutkan.
Mata Marsha sibuk mencari keberadaan sahabatnya, ia sudah rindu. Begitu matanya menangkap sosok Shinta yang sedang melamun di kursi dekat jendela, Marsha berteriak memanggil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, nona absurd!
Teen Fictionini hanya cerita tentang Marsha, si gadis mungil dengan 'bapak' posesifnya. Marsha tidak peduli apapun asal Gavin ada bersamanya. Marsha tidak peduli diejek manja, gadis aneh atau apapun itu asal Gavin tetap disampingnya. Dan Gavin, si 'bapak' pos...