"Gavinn, Marsha laper..~"
"Sebentar ya sayang.."
"Gavin, Marsha boleh makan es krim?"
"Iya iyaa, terserah kamu sayang"
"Gavin, coba liat gambar Marsha. Warnanya sudah cocok belum?"
"Hem? Sebentar ya cantik, Gavin selesai in ini dulu.."
"Gavin, ayo main jam jam jam sama Marshaa!"
"Nanti ya sayang, kamu tunggu Gavin di kamar yaa. Ini sebentar lagi selesai kok. Oke?"
"Tapi Gavin? Marsha.."
"Sayang?!"
Marsha akhirnya mengangguk pelan. Memutar langkahnya menuju kamar Gavin. Meninggalkan Gavin yang sedang sibuk dengan tugasnya bersama teman perempuannya. Yang kata Gavin, teman sekelompoknya untuk menyelesaikan tugas.
Marsha masuk ke dalam kamar dengan mata yang berkaca-kaca. Menjatuhkan tubuh mungilnya ke atas kasur dan menangis kejar disana.
Marsha kelaparan, ia cuma diberi sarapan sereal dan nasi goreng tadi pagi. Dan sekarang sudah sore tapi Marsha belum makan siang. Hanya menghabiskan semangkuk kecil es krim.
Sudah meminta makan kepada Gavin, tapi Gavin mengabaikannya. Bunda lagi pergi, ayah dan Nathan juga belum pulang kerja. Dan Marsha tidak berani menyentuh dapur kalau sendiri.
"Hikks, Marsha lapaar.. Gavin jahat, gak kasih Marsha makan. Gavin jahat, gak sayang Marsha lagi, hiks.. Gavin bawa pacar dan Marsha di lupain, hiks.. Gavin gak boleh pergi, huueee..."
Marsha menenggelamkan wajahnya di bantal. Meredam suara tangisannya yang sejak tadi belum berhenti. Menangis dan mendumel nama Gavin sejak sejam yang lalu membuat gadis itu kelelahan dan akhirnya tertidur. Dengan posisi meringkuk di lantai di bawah kasur.
Sementara di ruang tamu, Gavin masih tampak fokus dengan laptop di depannya. Menyelesaikan proyek dosen yang ia garap bersama senior sejurusannya. Namanya Dinda, pintar, cantik dan idaman semua orang.
"Woahh, akhirnya sampai di kesimpulan jugaa!" seru Dinda sembari meregangkan tangannya sejenak. Lelah sedari tadi mengetik.
"Udah sore aja, dan kita bahkan belum makan siang. Kamu mau pesan makanan Gavin?"
"Hem? Terserah.."
"Oke, aku pesanin pizza aja kali yaa. Mau kan?"
Gavin hanya mengangguk dan masih fokus dengan pekerjaannya. Dinda sudah memesan makanan dan tinggal menunggu. Pekerjaan mereka sudah selesai, tinggal membuat kesimpulan yang sedang di kerjakan Gavin.
"Sudah?" tanya Dinda begitu melihat Gavin merengangkan otot lehernya.
Gavin mengangguk lalu membereskan meja yang penuh kertas-kertas itu dan tak lupa mematikan laptop.
"Pizzaa!!"
"Ah, sudah datang!"
Dinda berlari ke arah pintu untuk mengambil pesanannya. Sebentar kemudian masuk kembali ke dalam rumah sambil menenteng sekotak pizza di tanggannya.
"Selamat makan!"
Dinda mengambil sepotong pizza lalu di ikuti Gavin. Mereka makan dalam diam. Dinda mengamati ruang tamu rumah Gavin sambil menggigit pizzanya.
Sebenarnya ia penasaran dengan gadis yang tadi meregek ke Gavin. Karena di dinding juga banyak foto Marsha bersama anggota keluarga Gavin. Tapi wajah Marsha tidak ada yang mirip dengan yang ada di foto. Tidak seperti wajah Gavin dan abangnya yang begitu mirip dengan kedua orangtua mereka.
![](https://img.wattpad.com/cover/179336802-288-k692108.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, nona absurd!
Teen Fictionini hanya cerita tentang Marsha, si gadis mungil dengan 'bapak' posesifnya. Marsha tidak peduli apapun asal Gavin ada bersamanya. Marsha tidak peduli diejek manja, gadis aneh atau apapun itu asal Gavin tetap disampingnya. Dan Gavin, si 'bapak' pos...