"Gavin wake up wake uuupp!!"
Sabtu pagi indah Gavin harus terkontaminasi dengan teriakan si tetangga mungilnya.
"Wakey wakeyy Gaviiin. Dasar beruang pemalas, ayo bangun dong. Gavin beruang jelek! Gavin jomblo karatan! Gavin belum mandi taktungtuang jadi makin jelek~ Gavin taktungtuang! Gavin traktaktung dung dung!! Gavin tampan! Hehe.."
Kini gadis itu asyik berteriak sambil melompat-lompat di tempat tidur Gavin. Sementara si beruang tidur itu tak mengindahkan tingkah Marsha sama sekali. Ia masih sangat mengantuk setelah semalaman ia menemani Marsha marathon drama Korea. Hingga tak sadar dirinya di tinggal tidur oleh si mungil di episode kedua.
"Gavin banguunn ihh!!"
Gavin masih mengabaikan teriakan itu hingga
Hiks
"Kenapa Sha?"
Gavin langsung bangun dan buru-buru mencari keberadaan Marsha. Dan menemukan gadis mungil itu berjongkok di sudut kamar dengan bahu bergetar. Sudah dipastikan jika si mungil sedang menangis. Entah apa penyebabnya kali ini.
"Sha, kok nangis? Ada yang sakit?"
Gavin mendekat dan meletakkan tangannya di bahu Marsha.
Gadis itu menggeleng ribut sambil mengedipkan matanya kuat, memaksa air mata keluar.
"Terus kenapa nangis?"
"Itu.. Hiks.."
Gavin mengikuti arah jari telunjuk Marsha bergerak.
"Pasukan ant man Marsha di culik, Gaviinn..huks"
"Di culik? Sama siapa?"
"Gaaviin..!"
"Gavin?"
"Iya. Gavin kan yang culik pasukan ant man Marsha? Iya kan? Ayo ngaku Gavin. Kenapa coba Gavin harus culik pasukannya Marsha. Mereka kan masih kecil Gavin, belum ngerti apa-apa. Kalau Gavin benci sama Marsha gara-gara gak bagi susu tadi malam, bilang aja. Gak usah sampai culik pasukan ant man Marsha, hiks. Gavin jahat..."
Gavin memilih kembali duduk di kasurnya. Menikmati lebih jelas bibir mungil Marsha yang sibuk mengomel sambil air mata yang masih bercucuran. Meski Gavin harus menahan diri untuk tidak memeluk tubuh bergetar itu.
"Gavin? Kenapa malah duduk santai disitu? Ayok ikut Marsha, Gavin harus di laporin ke pak polisi. Biar Gavin di jewer kupingnya. Biar Gavin gak culik-culik peliharaan Marsha lagi. Gavin harus di laporin pokoknyaa.."
Marsha mengambil kedua tangan Gavin, mencoba menariknya agar berdiri. Namun sekuat apapun Marsha menarik, tetap saja Gavin tak bergerak sedikit. Bergeser saja tidak.
"Huaaahh, Marsha jatuhh"
Gavin menarik pinggang Marsha tiba-tiba. Dan berakhir gadis itu jatuh menimpa tubuh Gavin di kasur.
"Gaviii...nn?"
"Kamu mau apain Marshanya abang? Hah? Mau kamu mesumin yaa?"
Nathan tiba-tiba saja masuk ke kamar Gavin dan segera menarik Marsha dari atas tubuh Gavin.
"Ck, abang ganggu aja"
"Abang? Muka abang dimana? Marsha kok gak liat?"
Nathan menurun Marsha dari gendongannya. Mengelus rambut gadis itu lalu memberi kecupan selamat pagi di kening gadis itu.
"Abang mau pergi? Kok wangi?"
Tanya Marsha sambil mencium area leher Nathan.
"Abang ada operasi darurat pagi ini. Jadi harus ke rumah sakit. Marsha sama Gavin jaga rumah baik-baik yaa. Ayah sama Bunda juga udah berangkat"
"Heum. Siap abang. Tapi abang jangan lama yaa, nanti Marsha rindu sama abang"
Dan Nathan mengangguk cepat sambil cengengesan tak jelas. Gavin hanya mencibir tak terima
"Ya sudah, abang berangkat dulu. Kamu jangan dekat-dekat Gavin yaa, nanti di mesumin kamu. Abang gak rela.." ujar Nathan sambil berbisik di akhir.
Setelah Nathan menghilang di telan pintu yang tertutup, Gavin segera menarik Marsha kembali ke pangkuannya. Mengecup kening gadis itu lama sebelum menggerakkan bibirnya di seluruh wajah gadis itu. Hingga Marsha tertawa kecil menerima serangan kecupan yang banyak itu.
"Sarapan sama Gavin? Setuju?"
"Setuju! Ayo kita makan.."
Teriak Marsha semangat.
Gavin menggendong gadis mungil itu keluar kamar dengan celotehan Marsha yang merencanakan apa yang harus mereka lakukan hari ini. Melupakan sekumpulan semut di pojokan kamar Gavin yang memperebutkan sisa tumpahan susu.Sehabis sarapan pagi kedua remaja penghuni rumah keluarga Trisna kini sibuk di kamar Gavin. Menyelesaikan perkara yang belum tuntas tadi pagi.
Di tengah sarapan pagi tadi, Marsha mengingat kembali penculikan pasukan ant man nya oleh tersangka Gavin.
Jadilah dengan terpaksa, Gavin mengikuti perintah situan putri. Memindahkan pasukan semut hitam itu kembali ke rumahnya. Ke rumah Marsha.
Gavin sibuk menangkap semut-semut itu, berusaha sehati-hati mungkin atau dia akan di tuduh pembunuh. Sudah cukup di tuduh penculik bahkan akan diseret ke kantor polisi jika tak menuruti perintah si tuan putri tadi.
Sementara Marsha duduk santai di kursi belajar Gavin dengan setoples nastar di pangkuannya.
"Pelan-pelan Gavin, nanti semut mungil Marsha pada penyet loohh...
" Gavin, angkat semutnya pake perasaan gitu loh. Yang lembuut, semut juga punya perasaan tauu.."
"Iiihh, jangan dilempar gituuu Gaviin. Masukin tangan Gavin juga ke dalam toplesnya, terus biarin semut nya jalan pelan. Gitu aja gak tauu..."
"Awas aja kalau semut kesakitan atau tewas. Gavin bakal Marsha bawa ke pak polisi atas tuduhan penculikan, penyiksaan sampai pembunuhan. Biar nanti Gavin gak cuma di jewer, tapi di bawa masuk ke penjara. Kapok.."
"Eh? Tapi kalau nanti Gavin di jewer kuat sama pak polisi gimana? Kalau Gavin kesakitan gimana? Kalau kuping Gavin sampai lepas? Huaaa, itu pasti mengerikan..."
"Oke, Marsha gak usah bawa Gavin ke pak polisi. Biar Marsha aja yang hukum. Ngurus semua peliharaan Marsha seminggu penuh. Oke kan? Marsha memang jenius. Hihi.."
Omelan dan celotehan itu bagaikan back song perjuangan seorang Gavin menyelamatkan pasukan semut hitam. Sabtu yang indah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, nona absurd!
Teen Fictionini hanya cerita tentang Marsha, si gadis mungil dengan 'bapak' posesifnya. Marsha tidak peduli apapun asal Gavin ada bersamanya. Marsha tidak peduli diejek manja, gadis aneh atau apapun itu asal Gavin tetap disampingnya. Dan Gavin, si 'bapak' pos...