"Kau tahu? Berkali aku
berfikir alasan dibalik pertemuan kita. Sampai suatu hari aku menemukan jawabannya, kita dipertemukan untuk saling menyembuhkan."
◾◾◾Anson memandangi kepergian lelaki itu. Bahkan hingga lelaki itu telah menutup pintu kamar inap Lora.
"Kamu membawakan ku makanan kan, Ans? Aku lapar, bolehkah aku memakannya?" Lora mengalihkan perhatian Anson. Dia tak mau Anson mengetahui siapa sebenarnya lelaki yang baru saja keluar dari kamar inapnya.
Anson mengangguk, lalu berjalan ke arah Lora. Mengeluarkan sekotak sterofom dari dalam plastik, dan ketika dia membuka penutup sterofom, Lora dengan otomatis mengeluarkan protesnya.
"Are you seriously? Bubur? Aku tak ingin memakannya Ans" Lora berdecak sebal.
Anson hanya terkekeh, lalu terdiam ketika Lora menatapnya dengan tatapan "kenapa kau tertawa?"
"Oke, kamu harus memakan ini Ra. Mau tak mau, kamu sedang sakit"
Lora otomatis terdiam. Sakit ya?
Lama. Mereka terdiam, tanpa sebab. Hingga akhirnya Lora membuka suara
"Maafkan aku karena telah merepotkanmu Ans" ucap Lora dengan nada menyesal.
Anson hanya memandangi Lora. Suasana seolah berubah menjadi canggung.
"Sebaiknya aku panggilkan suster dulu Ra. Setelah itu baru kamu makan" ujar Anson lalu bangkit, menuju pintu.
Lora hanya mengangguk. Dia merasa bersalah karena telah membohongi Anson tentang siapa sebenarnya lelaki yang tadi menjenguk Lora. Namun, hatinya mengatakan bahwa Anson bukan siapa-siapa bagi dirinya. Hanya teman. Jadi tak apa bukan?
❇❇❇
"Ayahku kemana Ans?" tanya Lora memecah keheningan setelah suster keluar dari kamar inapnya. Saat suster memeriksanya tadi, Anson pergi sebentar, tak tahu kemana. Selang pernapasan Lora telah di lepas. Saat ini Lora sedang makan buburnya, mau tak mau dia harus makan.
Anson mengalihkan pandangannya yang semula terfokus pada ponsel beralih menatap Lora.
"Maaf Lora, seharusnya aku memberitahu padamu tentang hal ini lebih awal. Ayahmu pergi, ada hal mendesak perihal pekerjaannya yang tak bisa ditinggalkan. Ayahmu berkata dia menyayangimu dan dia meminta maaf karena tak bisa menjagamu" jelas Anson panjang lebar.
Lora mengangguk, lalu menggumamkan kata "oh" tanpa suara. Namun setelah itu gerakannya menyuap bubur terhenti, dia meletakkan sterofom yang isinya bahkan masih tersisa setengah ke meja kecil di samping ranjang.
Gerakan Lora membuat Anson mengernyit. Heran.
"Kamu uda makannya?" pertanyaan bodoh. Harusnya Anson tahu kalau Lora tak lagi berselera makan.
Lora mengangguk. Menatap jendela besar di sampingnya sesaat lalu berdeham dengan suara yang kecil. Mencoba menetralkan perasaannya yang berkecamuk kala mendengar kabar Ayahnya yang pergi. Anson hanya menatap setiap setiap gerakan yang dilakukan oleh Lora.
"Kamu mau ikut aku keluar?" tanya Anson ikut menatap jendela di samping ranjang Lora. Mengamati dengan tatapan intens pemandangan taman kecil di bawah sana yang dihiasi langit malam. Berapa lama sudah dia di rumah sakit ini menemani Lora?
"Memangnya boleh?" tanya Lora tetap menatap jendela. Jika boleh jujur, dia ingin keluar. Sangat ingin. Lora ingin menikmati kelamnya langit malam yang di warnai oleh bintang.
"Mau nggak?" tawar Anson lagi.
"Kita mau kemana?" tanya Lora yang telah mengalihkan pandangannya ke arah pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali [T A M A T]
Teen FictionIni tentang Lora. Seorang gadis yang hanya ingin hidup dengan damai di SMA. Menjalani kehidupan biasa yang melibatkan orang biasa. Namun, karena seorang cowok yang tiba-tiba datang dalam kehidupannya, rasa biasa yang selama ini membuat Lora nyaman...