Langkah 14

185 14 4
                                    

"Aku selalu bertanya pada diriku sendiri, adakah kabetulan yang meleset dari skenario takdir?"

◾◾◾


"Merindukanku?" tanya sebuah suara.

Lora terkesiap di tempatnya, dengan cepat dia mendongakkan kepalanya yang semula menunduk karena membaca novel.

Dan tanpa sepengetahuan sang gadis, bibirnya telah melengkung lebar. Menyambut dengan riang orang di hadapannya. Lora mengamati dengan lamat orang itu.

Keadaan luarnya baik-baik saja. Setidaknya itu yang tertangkap dalam iris mata sang gadis. Tapi tak ada yang tahu apa yang disembunyikan orang dihadapkannya ini. Hampir seminggu orang ini menghilang, tanpa jejak. Panggilan Lora tak diangkatnya, pesan Lora juga tak di balas, dilihatpun tidak.

Demi apapun, Lora khawatir. Terlebih ketika melihat binar mata itu yang tak seterang biasanya juga dengan senyum yang tak selengkung saat terakhir kali mereka bertemu.

"Apa kabar?" tanya orang itu seraya berjalan menuju kursi di kiri seberang meja Lora.

Satu hal yang pasti dari orang itu hari ini. Dia berjalan dengan kaki pincang dan sesekali meringis. Lora melihatnya, dan dia tahu orang itu tak baik-baik saja.

"Bagaimana denganmu Ans?" tanya Lora mengabaikan kata lelaki itu. Anson yang hendak duduk seketika berhenti sesaat. Mematung mendengar pertanyaan gadis itu, hanya sesaat dan dia kembali menormalkannya lalu duduk di kursi.

Anson terkekeh, hazelnya menatap intens novel yang sedang dibaca Lora. Bukankah itu novel yang di kembalikan Gaelen tempo dulu?

"Jangan tertawa Anson" ucap Lora lagi lalu menutup novel yang sedang dibacanya dan menyimpannya di dalam laci meja.

"Kamu selalu pandai mengelak Lora" balas Anson mengedarkan pandangannya ke penjuru kelas. Mungkin sebentar lagi bel masuk akan berbunyi.

"Aku punya banyak keahlian, kamu tahu?" balas Lora percaya diri.

"Aku tahu, dan salah satu keahlianmu ialah bisa selalu muncul di mimpiku Ra, dan keahlianmu yang paling kusuka adalah kamu bisa membuatku tersenyum seperti orang gila bahkan hanya karena aku mengingatmu" ucap Anson serius sembari menatap Lora intens.

Semburat merah merambat cepat di pipi Lora bahkan tanpa Lora sadari. Seketika saja gadis itu menutup mukanya dengan telapak tangan. Apa-apaan ini? Aku termakan gombalan pasaran tak bermutu yang hanya terdiri dari satu kalimat, dua koma , tiga puluh satu kata, dan satu titik? batin Lora berseru.

Sedangkan Anson di tempatnya tertawa sembari memukul meja.

"Ahahahaha! Kamu blushing? Padahal aku hanya bercanda! Woah! Aku harus mengabadikan momen ini, hahahaha tapi aku tak bisa berhenti tertawa, hahaha adu duh, sakit Ra. Jangan memukulku! Hahaha Lora kamu menyiksaku, berhenti Ra, tinjumu sangat beringas" ujar Anson tertawa, namun sesaat karena tiba-tiba Lora meninjunya kuat. Lora merasa di permalukan oleh makhluk menyebalkan di hadapannya. Apa-apaan? Anson menggodanya?

"Aku akan membunuhmu di rawa-rawa nanti malam Ans!" seru Lora berapi-api sambil terus meninju Anson, di manapun asalkan mengenai lelaki itu.

"A aduh duh, o-oke Ra, aku minta maaf aduh, Lora berhenti dan aku akan mentraktirmu makan istirahat nanti duh aduh" seketika saja tinju Lora terhenti kala mendengar kata 'mentraktirmu', dia tersenyum lebar yang membuat Anson bergidik ngeri. Selamat tinggal uang jajan.

Kembali [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang