"See? Tak pernah ada derita yang benar-benar selamanya. Tak pernah ada."
◾◾◾
Lora berlari, menerjang apa pun yang menghalangi jalannya, bahkan sesekali gadis itu menabrak orang-orang yang berlalu lalang, namun Lora seolah tak menyadarinya, gadis itu bahkan tak mengucap maaf karena kesalahan yang dilakukannya.
Meski dadanya sesak karena terlalu lama berlari, tapi Lora tak pernah mau berhenti sebelum dia tiba di tujuannya. Air mata mengalir melalui pipinya, namun hal itu bahkan tak disadari olehnya.
Di hadapan sebuah pintu, Lora berhenti. Mengatur napasnya yang putus-putus, Lora mengabaikan tatapan orang di sekitarnya yang menatapnya aneh.
Gadis itu mengusap air matanya, meraup oksigen sebanyak yang di bisanya, tangannya yang terulur untuk membuka pintu itu bergetar, merasa tak sanggup untuk menghadapi kenyataan di balik pintu ini.
Berkali-kali Lora mengatur napasnya, gadis itu memantapkan tekadnya, matanya menatap pasti ke arah pintu, seolah dia tahu apa-apa yang ada di balik pintu.
Sekali lagi, dengan tangan gemetar Lora meraih gagang pintu, dengan seluruh keberaniannya, gadis itu membuka pintu.
Air mata itu kembali luruh ketika dia melihat Jarvis di sudut ruangan, lelaki yang hampir selalu memakai setelan jas itu menatapnya, dan untuk pertama kalinya, Lora melihat pria itu tersenyum.
"Hai"
Do'anya dikabulkan.
Air matanya luruh semakin banyak, namun Lora tersenyum. Sangat lebar.
Gadis dengan iris kelam itu melangkah pelan, sangat pelan. Seolah bila sedikit lagi saja Lora menambah kecepatannya, orang itu tiba-tiba lenyap.
Lelaki yang tengah duduk di atas ranjang itu turut menarik bibirnya. Menciptakan lengkung tenang yang seolah berbisik pada Lora bahwa semuanya telah baik-baik saja.
Dia kembali.
Di tengah langkah kakinya Lora tiba-tiba berhenti. Gadis itu menatap lamat-lamat sebuah objek yang nyaris saja dianggapnya fatamorgana.
"Kenapa berhenti? Tak berniat untuk memelukku?"
Sontak, Lora berlari, setiap tapakan kakinya ringan seolah beban tubuhnya melawan gravitasi.
Lelaki dengan manik paling menenangkan itu merentangkan kedua tangannya. Bersiap untuk menyambut pelukan sang gadis.
Namun setibanya Lora di hadapan sang lelaki, gadis itu diam. Menatap si lelaki yang telah memasang wajah bingungnya, lalu dengan cepat dan tak terdeteksi, Lora memukul kepala si lelaki.
"Aw, aw, Lora, apa yang kamu lakukan? Sakit Lora, hentikan tanganmu"
Lora memicingkan matanya, lalu tangannya semakin keras memukul kepala si lelaki.
"Apa katamu? Tak berniat untuk memelukmu? Dasar mesum, baru juga sadar udah minta peluk. Lalu apa? Sakit? Rasain ni, rasain. Biarin aja kamu sakit, aku nggak mau peduli lagi"
Gadis itu tak lagi memukul kepala si lelaki, namun beralih untuk mencubit pinggang dan tangan si lelaki.
Sedangkan si lelaki yang merasa kesakitan langsung saja menggenggam tangan sang gadis ketika dia hendak mencubit pinggangnya. Untuk yang kesekian kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali [T A M A T]
Teen FictionIni tentang Lora. Seorang gadis yang hanya ingin hidup dengan damai di SMA. Menjalani kehidupan biasa yang melibatkan orang biasa. Namun, karena seorang cowok yang tiba-tiba datang dalam kehidupannya, rasa biasa yang selama ini membuat Lora nyaman...