Langkah 25

150 11 0
                                    

"Orang-orang datang dan pergi. Namun beberapa dari mereka kembali dan beberapa lagi tidak. Pertemuan ada dan selalu dikaitkan dengan perpisahan. Perpisahan ada agar pertemuan terasa lebih berharga dan berarti"

◾◾◾

Anson melangkah gontai memasuki rumah, mungkin raganya masih mematuhi perintah otaknya untuk terus berjalan, tapi tidak dengan jiwanya yang malah sedari tadi berkelana.

Mereka tiba di sekolah pada siang hari, Anson yang khawatir akan kondisi Lora mengantar gadis itu dan Beryl pulang, menolak ajakan Daegal yang mengajaknya berkumpul.

Namun pada sore harinya, Anson menerima telpon dari Daegal. Lelaki itu membawa sebuah berita yang seharusnya terdengar wajar di telinga Anson, namun entah kenapa lelaki itu merasakan hal yang tak biasa. Kondisi Hackett memburuk, lelaki itu bahkan berbicara dengan nada lemah di telpon.

Dan hal itu, sukses membuat Anson bersikap seperti sekarang, berjalan lesu ke ke dalam kamarnya.

Namun sepertinya Anson melupakan satu hal terpenting dalam hidupnya. Kepemilikan atas raganya. Terbukti saat dia melewati sebuah ruangan, iris hazelnya bersitatap dengan hazel lain di hadapannya.

Keadaannya berbeda hari ini, dia duduk santai di sofa dan menonton televisi. Sesekali dia mengecek ponselnya, dan ketika dia menatap Anson, dia berdiri dan menghampiri lelaki itu.

"Lelah dengan kebebasanmu, eh?" nada yang terdengar itu selalu sama, intimidasi dan merendahkan.

Anson tak menghiraukan kalimat yang terlontar dari orang di depannya, lelaki itu mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru dan tak satupun didapat pelayan yang berlalu lalang.

"Di mana semua orang?" tanya Anson datar yang malah membuat orang itu tersenyum misterius.

"Di mana? Saya suruh mereka pulang, kenapa? Takut bila hanya ada saya di rumah ini?" tanyanya memainkan sebuah ikat pinggang yang entah dari mana di dapatnya.

"Pantas saja kamu sangat melindunginya, dia gadis yang sama dengan gadis yang pernah menyelamatkanmu dulu kan?" tanya orang itu percaya diri.

Sedangkan Anson? Lelaki itu membulatkan matanya, tangannya mengepal seiring dengan emosinya yang naik. Untuk sebentar, Anson berfikir untuk meninju rahang lelaki ini, namun hal itu mati-matian di urungkannya.

"Oleh sebab itu, saya yakin kamu tidak akan menolak penawaran saya waktu itu" orang di hadapannya ini masih terus mengoceh, televisi masih terus menyala, menampilkan sebuah berita tentang seorang penguasa yang bangkrut karena tidak mempu membayar hutangnya.

Lelaki itu menoleh sinis ke arah televisi yang masih terus menampilkan gambar-gambar dan mengeluarkan suara-suara yang menjelaskan detail kronologi yang menimpa pengusaha itu.

Geram dengan berita yang dilihatnya, lelaki itu meraih satu bingkai kayu kosong berukuran sedang yang ada di dinding dan melemparnya dengan penuh emosi ke arah televisi, menyebabkan benda persegi panjang yang besar itu retak dan otomatis menampilkan layar hitam.

Anson menatap nanar dinding yang terdapat banyak bingkai foto itu. Tak ada satu pun foto yang menghiasi bingkai dengan banyak motif dan jenis yang terpampang di dinding yang sedang ditatapnya. Atau mungkin, semua foto yang ada di bingkai itu di musnahkan?

Kembali [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang