Langkah 13

196 17 0
                                    

"Matamu berkata 'aku terluka', namun logikamu memerintahkan mulutmu untuk membantah, mengucap 'aku tak apa'. Sedangkan jauh di dalam lubuk hatimu, ia berseru 'bawa aku pergi dari penderitaan ini'. "

◾◾◾

Senin.

Hari yang paling di benci oleh kebanyakan manusia. Bukan tanpa alasan, setelah menikmati hari minggu dengan tenang secara tiba-tiba ketika kita terbangun keesokan harinya, berbagai hal menunggu untuk dikerjakan.

Upacara yang membosankan, pr yang menumpuk, dan tugas yang menghantui.

Selalu seperti itu. Namun khusus hari ini, hal di atas seolah tak berlaku bagi Lora. Semenjak dia menapak kakinya ke dalam kelas, matanya tak henti-hentinya menatap pintu kelas. Mengamati satu persatu orang yang masuk.

Bahkan Lora hanya menanggapi celotehan Beryl dengan kata gumam yang tak jelas. Lora seolah lupa bila Beryl kembali menapak kakinya ke kelas setelah 4 hari libur.

Beryl yang melihat Lora tak meresponnya mengerucutkan bibirnya sebal.

"Cari siapa sih Ra?" tanya Beryl gemas melihat Lora yang hanya terpaku pada pintu kelas hingga melupakan sekelilingnya.

Lora tesentak kaget. Dia nyaris lupa bila Beryl berada di sampingnya. Pikirannya terlalu terpusat pada Anson. Sejak kemarin malam, Anson tak membalas pesannya dan tak pula mengangkat panggilannya. Bukan apa-apa, sebagai seorang teman, Lora khawatir. Terakhir kali mereka bersama selepas peristiwa mandi hujan tempo hari, Anson sakit.

"Bukan siapa-siapa kok" balas Lora, lalu bangkit dari duduknya dan berniat menuju lapangan upacara lantaran bel baru saja berbunyi.

Beryl mendengus. Selalu saja begitu, tertutup.

❇❇❇

"Anak-anak, mohon perhatiannya ke sini sebentar" ucap wali kelas mereka, Bu Annisa.

Sontak seluruh siswa dan siswi memusatkan perhatiannya ke sumber suara.

Namun, tidak bagi Lora. Dia terlalu larut mengerjakan tugas. Sedangkan Beryl hanya menatap malas ke depan.

Di depan sana, Pak Rizky, dan Bu Annisa terlihat membicarakan sesuatu dengan seorang siswi. Beryl menautkan alisnya singkat kala melihat siswi itu. Anak baru ya?

Siswi baru itu maju selangkah, lalu mengibaskan rambutnya.

"Nama saya Emory Dishita, saya pindahan dari SMA Masa Bangsa. Semoga kita bisa berteman baik" ucap siswi itu ogah-ogahan.

Namun, hal itu membuat perhatian Lora teralih. Dia mendongkakkan kepalanya. Perasaannya sudah tak nyaman kala pendengarannya menangkap nama Emory, dan hal di hadapannya saat ini seolah mimpi buruk yang paling ditakuti Lora.

Dia di sana. Dialah penyebab perihal masa lalu yang tak pernah mau bersahabat dengan Lora. Dia. Di sana. Menatapnya dengan seringai yang tak pernah berubah.

"Aku kembali, Efa" ucap siswi baru itu tanpa suara, namun Lora mengetahuinya dan sadar tak sadar, jantung Lora berdegup panik. Seolah-olah dia berbicara dengan nyanyian kematian.

Kilasan masa lalu berputar-putar di benak Lora. Lora menggigit bibirnya kuat. Kepalanya berdenyut sakit, tenggorokannya terasa kering, dengan kuat Lora menekan dadanya yang tiba-tiba terasa sesak.

Kembali [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang