Langkah 24

154 10 11
                                    

"Sebenarnya, bahagia itu bisa jadi sesederhana dan serumit yang kita pikirkan. Karena semua ada pada diri kita, mau yang mudah apa yang susah?"

◾◾◾

"Aku takut Lora akan seperti dulu lagi" Beryl berkata sambil menghapus air matanya.

Anson yang duduk di sampingnya hanya menoleh dengan pandangan bingung. Lelaki itu menyandarkan punggungnya di dinding, lalu menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.

"Melihat Lora yang seperti tadi mengingatkanku akan Lora dua tahun lalu. Ketika semua baru terjadi" Beryl kembali berbicara, gadis itu menatap Daegal yang sedari tadi hanya diam memandangi pintu ruang pemeriksaan tempat Lora berada.

"Apa yang kamu takutkan?" Anson akhirnya membuka suaranya.

"Aku selalu berfikir, apa yang akan terjadi bila nanti aku pergi? Siapa yang akan menemani Lora ketika kejadian itu terus saja menghantuinya?" Beryl, untuk kesekian kalinya menghembuskan napasnya.

"Jadi semua yang kamu katakan padaku itu benar?" Anson menegakkan punggungnya dan menoleh ke arah Daegal yang sekarang tengah mondar-mandir.

"Jadi menurutmu aku bohong?" tanya Beryl kesal.

Anson hanya menaikkan bahunya acuh, lalu berdeham sebentar dan kembali menyandarkan punggungnya di dinding.

"Sejak kapan kamu mengenal Lora?" Anson bertanya tanpa menoleh ke arah Beryl.

"Sejak kami masih bayi" ucap Beryl lalu tersenyum ketika tiba-tiba saja memori gadis itu terputar ke arah lampau.

"Tapi, aku pindah saat tamat SD, dan kembali lagi pada saat SMA"

Anson tersentak kaget karena merasakan bahunya di tepuk. Dengan kesal Anson menoleh ke arah Daegal, si tersangka yang hanya menatapnya. Anson menaikkan sebelah alisnya, seolah bertanya 'ada apa?' pada Daegal.

"Kita perlu nelpon Om Vian?" tanyanya pelan.

Anson bingung harus apa. Lelaki itu hanya menaikkan bahunya pertanda tak tau yang membuat Daegal menjitak kepalanya.

"Jangan, Lora akan merasa semakin terbebani bila Ayahnya tau hal ini. Sepulang dari acara kemah ini, pasti Lora akan memberitahukannya pada Om Vian" tiba-tiba Beryl berbicara setelah diam mendengar pertanyaan Daegal. Setelahnya, Beryl bangkit dari duduknya dan masuk ke ruangan Lora.

Sedangkan Daegal dan Anson hanya saling menatap, lalu dengan sedikit keras Anson menyenggol lengan Daegal. Daegal yang tak terima ikut menyenggol lengan Anson, dan terlibatlah mereka berdua dalam aksi senggol senggolan.

Bosan dengan aksi kekanak kanakan mereka, Daegal bangkit. Lelaki itu merapikan kaos putih yang dilapisi dengan kemaja kotak-kotak favoritnya, dan merapikan rambutnya.

Anson yang melihat itu hanya memutar bola matanya malas. Pasti sebentar lagi Daegal akan tebar pesona.

"Anson, Daegal"

Daegal yang hendak melangkahkan kakinya otomatis berbalik dan menoleh ke arah Beryl yang tadi memanggil namanya.

"Kenape? Kalo nggak penting penting amat aku mau pergi" ucap Daegal dan kembali merapikan rambutnya yang memang sudah rapi.

Kembali [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang