Pergi 29

143 16 20
                                    

"Sibuk menggapai popularitas hingga melupakan prioritas."

◾◾◾

Lora menuruni tangga dengan langkah pelan, dalam hati dia menghitung berapa jumlah anak tangga yang telah dia turuni, sesekali gadis itu membenarkan letak tas yang disampirkan di bahunya. Kadang juga Lora memainkan jemarinya di pegangan tangga.

Sepertinya mood gadis itu hari ini sedang dalam kondisi bagus, terbukti sesekali Lora bergumam menyayikan sebuah lagu dan akan mengangguk anggukkan kepalanya sembari tersenyum kecil.

"Pagi" ucap Lora menyapa Ayahnya yang juga baru saja tiba di meja makan.

Revian hanya tersenyum. Lora meletakkan tasnya di salah satu kursi yang ada di meja makan dan hendak duduk, namun terhenti karena tiba-tiba Ayahnya memanggilnya.

"Panggil Nak Anson untuk ikut sarapan sama kita Efa" ujar Revian membuat Lora menepuk dahinya pelan, lupa akan keberadaan Anson di rumahnya.

"Iya pa" balas Lora seraya mengangguk dan beranjak dari tempat itu.

Gadis itu berjalan melewati ruang keluarga, lalu berbelok ke kanan dan berjalan lurus hingga matanya menangkap daun pintu bercat coklat tua yang terbuka sedikit.

Tok tok tok

Lora mengetuk pintu itu dengan pelan, lalu menunggu penghuni yang ada di kamar itu keluar.

Namun setelah beberapa saat menunggu, Anson tak juga keluar. Lora hendak mengetuk lagi ketika tiba-tiba saja pintu terbuka lebar. Anson berdiri dengan muka sedikit kaget tepat di hadapannya. Jarak mereka yang terlalu dekat membuat Lora membulatkan matanya kaget.

Entah kenapa, jantung Lora berdebar tak normal. Dengan payah Lora menelan salivanya dan mundur secara spontan ketika dilihatnya Anson memundurkan tubuhnya.

"Maaf" ucap Anson canggung seraya mengusap tengkuknya.

Sedangkan Lora masih berusaha menghilangkan debaran jantungnya yang semakin menggila. Lora menggigit bibir bawahnya, dan mengangguk pelan ke arah Anson.

"Papa ajak kamu sarapan" ujar Lora mencoba sesantai mungkin, lalu gadis itu memalingkan mukanya ke arah lain ketika dilihatnya dua kancing kemeja Anson terbuka, menampilkan beberapa bekas luka memanjang di dadanya.

"Kancing baju kamu, kami tunggu kamu di ruang makan"

Lora langsung saja minggat dari tempat itu selepas menatap Anson sekilas. Bukan hanya rasa gugup yang mendominasi langkahnya, tapi gadis itu memikirkan bekas luka yang ada di badan Anson. Benar kata Ayahnya, Anson punya banyak luka di tubuhnya. Lora yakin bekas luka tadi hanyalah sebagian kecil dari banyaknya luka yang ada di tubuh Anson.

Sedangkan Anson dengan terburu mengancing kemejanya dan menyusul Lora menuju meja makan.

Sesampainya di sana, Anson duduk di kursi yang berhadapan dengan Lora. Lelaki itu melirik Lora yang diam, lalu melirik Revian yang juga diam.

Sesaat kemudian, tangan Lora terjulur untuk mengambil sebuah piring, lalu mengisinya dengan nasi goreng dan telur mata sapi. Setelahnya Lora meletakkan dengan pelan piring itu di hadapan Revian yang hanya di balas senyuman olehnya.

Anson hendak mengambil piring untuknya, namun Lora hanya menggeleng seraya mengambil piring lain dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukannya untuk Ayahnya.

Anson hanya diam dan menyaksikan setiap gerakan yang lakukan oleh Lora. Anson ingat. Ibunya dulu juga melakukan hal yang sama untuknya, sama persis.

Kembali [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang