"Mimpi itu kembali hancur, melebur bersama kalimat yang terucap kelu, di paksa untuk menyeberangi jurang keputusasaan."
◾◾◾
"Ini sudah ketiga kalinya, bukan?"
Lora membeku, tak sanggup mengangguk, terlebih menggeleng merespon pertanyaan yang bahkan di telinga Lora seperti pernyataan.
Ketiga kalinya.
Ini sudah yang ketiga kalinya.
Sudah tiga tahun yang lalu.
Namun Lora tak pernah lupa, gema suara itu berdengung keras memenuhi kepalanya, suara lirih itu memaksa Lora kembali jatuh pada masa lalu yang selalu membayanginya.
Pertemua pertama yang tak pernah Lora bayangkan.
Menjadi kalimat ambigu yang membuat Lora tak berhenti berspekulasi.
Pertemuan kedua yang dikehendakinya.
Menjadi pertemuan paling terakhir yang ingin dilakukannya.
Dan sekarang, bahkan ada pertemuan ketiga?
Lora tak bisa.
"Silahkan duduk" suara berat nan tegas itu mengentrupsi Lora.
Namun gadis itu tak berkutik. Memegang kepalanya yang mulai berdenyut, rekaman kejadian, detik-detik penyiksaan itu terputar jelas di hadapannya, pekikan lirih, tubuh penuh luka, dan keterdiaman lelaki itu meluluh lantakkan seluruh saraf Lora, seolah gadis itu benar-benar menyaksikannya.
Gadis itu refleks memukul pelan dadanya yang berdenyut sakit, seolah dia ikut merasakan pukulan, cambukan dan kehancuran itu.
Lora berusaha menutup matanya, namun bukan gelap yang menjemputnya, melainkan bekas luka dari tubuh seorang lelaki yang berjalan terseok menghampirinya.
Lora ingin mundur ketika tangan rapuh penuh darah itu terangkat, meminta pertolongan dan perlindungan, namun, Lora tak bisa menggerakkan kakinya, dan tangannya, dengan tak disadarinya, terjulur, bahkan Lora tak tahu dari mana kilau biru yang berpendar di dekat mereka.
Tak lama, karena secara tiba-tiba semua menjadi gelap, Lora tak lagi melihat lelaki itu. Seperkian detik, lalu pekikan lirih terdengar di telinga Lora,dengan cepat gadis itu meraih tangan lelaki itu, dan bertepatan saat itu pula kegelapan itu sirna. Namun ketika lelaki itu mendongakkan kepalanya, hendak mengucap sesuatu, gelaplah yang diterima Lora.
Jarvis langsung saja mengambil posisi berdiri di samping Lora, hendak menyadarkan gadis itu, namun lelaki di hadapannya menggeleng.
Dia bangkit, berjalan menghampiri Lora, menepuk bahu gadis yang tengah limbung itu.
Lora yang merasakan sentakan di bahunya membuka matanya, meraup oksigen sebanyak mungkin, keringat dingin membasahi wajahnya, seolah dia baru saja menghadapi hal terburuk di hidupnya.
Orang itu, dengan pelan namun tegas, menyodorkan selembar tisu ke Lora, dan langsung diterima gadis itu untuk mengelap keringat dingin yang membasahi wajahnya.
Sekiranya Lora telah kembali mendapatkan kesadarannya, orang itu kembali duduk di tempatnya, dan Lora, yang bahkan tak diinginkannya, juga ikut duduk di hadapan pria dengan setelan yang pastinya lebih mahal dari orang tadi.
"Pesanlah sesuatu"
Meski ada lelaki lain di dekatnya, namun Lora tahu bahwa perintah itu ditunjukkan untuknya, tetapi Lora dengan segala rasa was-was yang dipunyainya, menggeleng pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali [T A M A T]
Teen FictionIni tentang Lora. Seorang gadis yang hanya ingin hidup dengan damai di SMA. Menjalani kehidupan biasa yang melibatkan orang biasa. Namun, karena seorang cowok yang tiba-tiba datang dalam kehidupannya, rasa biasa yang selama ini membuat Lora nyaman...