"Tak akan ada kiri bila tak ada kanan. Begitu pula dengan keburukan. Tak akan ada kebaikan bila tanpa keburukan. Sejahat jahatnya seseorang, dia pasti memiliki simpati dalam hatinya, meski terkadang simpati itu tenggelam oleh keegoisan."
◾◾◾
Gaelen berlari secepat mungkin menghampiri Lora yang tiba-tiba jatuh terduduk. Lelaki itu merampas kotak yang ada di dekat Lora dengan sentakan kuat, mengintip isinya sebentar lalu membuangnya jauh.
Lelaki dengan iris setajam elang itu berbalik, menatap Lora yang tengah gemetar dengan nafas putus-putus. Ia berjongkok, lalu mendongakkan wajah Lora dengan kedua tangannya. Bibir gadis itu bergetar, air matanya lagi-lagi luruh, dan Gaelen dengan cepat memeluk Lora dan mengelus pucuk kepala gadis itu.
Nafas Lora tersendat sendat, matanya memejam seiring dengan kedua telapak tangan yang menutupi indra pendengarnya. Gaelen menggenggam tangan Lora yang gemetar sembari terus mengelus pucuk kepala gadis itu.
"Jangan tutup matamu Ra, buka matamu" ucap Gaelen.
Namun Lora seolah tak mendengarnya, gadis itu semakin erat memejamkan matanya, keringat dingin membasahi leher dan wajahnya, membuat Gaelen semakin mengeratkan pelukannya.
"Buka matamu Ra"
"Jangan buka matamu sebelum aku menyuruhmu"
"Tatap aku Lora" Gaelen masih berusaha menyadarkan Lora.
"Kamu tak boleh mengingat dan mengkhayal tentang kenangan pahit itu Ra, meski hanya sekilas"
"Ra! Ini aku, Gaelen!" Gaelen berseru ketika keringat dingin semakin banyak mengalir di wajah Lora, lelaki itu kini telah melepas pelukannya, menatap Lora khawatir.
"Bayangkan kenangan yang membuatmu tersenyum"
Salah satu terbesarnya adalah tentang dirimu.
Nafas Lora perlahan lahan mulai teratur, tangannya tak lagi gemetar, kedua tangan itu telah diturunkannya, lalu dengan pelan matanya membuka, membuat Gaelen mau tak mau menggemburkan nafas lega.
"Aku sudah tak apa" ucap Lora pelan.
Gaelen mengangguk, lelaki itu berdiri ketika Lora hendak bangun. Lora nyaris terjatuh karena kakinya masih lemah, namun Gaelen dengan sigap membantu Lora berdiri, bahkan lelaki itu membantu Lora berjalan, lalu dengan pelan mendudukkannya di salah satu bangku yang ada di taman itu.
"Tunggu sebentar" ucap Gaelen lalu angkat kaki dari sana.
Lora hanya diam. Untuk pertama kali dalam hidupnya, ia bisa keluar dari lubang ketakutan tanpa obat. Hanya dengan mematuhi kalimat dia, Lora berangsur angsur tenang. Tak bisa dipungkiri bahwa jauh dalam di lubuk hatinya, Lora merasa takut dan kecewa pada dia.
Semalam, Lora mendapat sebuah pesan dari nomor Anson. Jantung gadis itu berdegup sangat kencang ketika dia membuka pesan itu. Membacanya dalam hati. Anson memintanya bertemu di taman di mana mereka dulu bermain hujan.
Lora langsung saja mengiyakan, karena gadis itu juga butuh penjelasan. Namun keesokan harinya, ketika Lor telah tiba di taman itu, tak didapati Anson di sudut mana pun. Hingga secara tiba-tiba dan tak tahu dari mana, sebuah kotak tergeletak di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali [T A M A T]
Genç KurguIni tentang Lora. Seorang gadis yang hanya ingin hidup dengan damai di SMA. Menjalani kehidupan biasa yang melibatkan orang biasa. Namun, karena seorang cowok yang tiba-tiba datang dalam kehidupannya, rasa biasa yang selama ini membuat Lora nyaman...