Langkah 35

130 11 1
                                    

"Harapan itu candu. Harapan itu menghancurkan."

◾◾◾

Langkah kaki Lora berhenti kala matanya menangkap Daegal yang terduduk di bangku, lelaki itu seharusnya tak berdiri di depan ruangan itu! Kenapa dia berdiri di sana? Kenapa bukan di depan ruang operasi?

Lora terdiam dengan air mata yang masih setia mengalir, di belakangnya, Gaelen berhenti. Lelaki itu tahu apa yang telah terjadi. Sangat tahu.

Lora menghapus air matanya kasar, meski bulir-bulir lain masih saja turun, Lora tetap bersikeras untuk mengusap kasar matanya. Gadis itu berjalan perlahan ke arah Daegal yang menundukkan kepalanya dalam.

"Dae?" tanya Lora parau.

Lora tetap saja menyangkal logikanya, ini tidak akan menjadi seperti yang dilihatnya, Lora yakin akan hal itu, namun air mata yang tadi berhenti untuk beberapa detik kembali meluncur ketika dilihatnya Daegal yang menaikkan pandangannya, menatapnya dengan bekas air mata yang samar-samar menempel di pipinya.

Daegal hanya menggeleng, dan di detik itu pula, Lora merosot jatuh terduduk di lantai berubin yang dingin. Sedingin takdir yang tak akan pernah melunak.

Gaelen dengan cepat menghampiri Lora, namun dia berhenti tepat di belakang Lora, sejenak membiarkan gadis itu berdampingan dengan sendu.

Di tempatnya, Lora terisak dengan isakan paling lirih yang pernah di dengar Gaelen. Gadis itu membenamkan wajahnya di kedua lipatan tangannya. Menyembunyikan kehancurannya, meski Gaelen dapat melihatnya dengan jelas.

Beberapa menit kemudian, Lora bangkit dari duduknya, berbalik menatap Gaelen dan menatap lelaki itu penuh harap, dengan kerapuhan yang hancur itu, Lora mengulurkan tangannya, memegang pergelangan tangan Gaelen, lalu mengarahkan tangan lelaki itu agar menampar pipinya.

"Katakan padaku, ini mimpi kan? Iya kan?"

Deg

Sungguh, hati Gaelen berdenyut sakit ketika menatap manik mata yang menyorot seluruh keputusasaan gadis ini. Lora masih menangis, dan tangannya masih mengarahkan tangan Gaelen untuk menamparnya berkali-kali.

"Atau kalian semua tengah mengerjaiku? Hahahaha, kalian hebat, kalian berhasil, jadi sekarang kita sudahi permainannya ya?" Lora tertawa lirih, gadis itu mati-matian menampik semua fakta yang menimpanya.

Gaelen dengan cepat memeluk Lora, berharap dengan cara itu, dia bisa meredam isak tangis sang gadis.

Namun di pelukan Gaelen, Lora malah semakin mengencangkan isakannya, gadis itu mencengkeram kuat kemeja Gaelen, membiarakan keterpurukannya terpampang jelas.

"Lebih baik kalian bangunkan aku sekarang, aku tengah bermimpi sangat buruk, tolong siapa pun, siapa pun, tolong bawa aku kembali" Lora bergumam pada dirinya sendiri, meratapi nasibnya yang tak pernah berhenti. Membiarkan kehancuran dan kekalahan mengambil alih seluruh saraf yang dimilikinya.

Gaelen semakin mengeratkan pelukannya, lelaki itu berkali-kali mengelus pucuk kepala Lora, berusaha menguatkan gadis itu.

"Menangislah, tak apa. Luapkan semua Efa, aku ada di sini. Gaelenmu ada di sini. Keluarkan semuanya, jangan menutupinya lagi, Efa. Kamu telah berusaha cukup keras"

Kembali [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang