Langkah 21

140 14 9
                                    

"Hanya rindu satu kata yang tepat untuk mendeskripsikan perasaanku saat ini."
◾◾◾

Beryl dengan fokus memperhatikan hasil foto yang kemarin di potretnya. Sesekali gadis itu tersenyum ketika hasil fotonya sesuai dengan espektasinya dan kadang pula gadis itu berdecak dengan suara kecil ketika hasil fotonya tak sesuai dengan keinginannya.

Selepasnya, Beryl membuka ponselnya, mengecek sinyal yang susah didapat di daerah ini.

Ini sinyalnya kapan muncul sih?

Bosan memandangi layar ponsel, perhatian Beryl tiba-tiba teralih pada selembar polaroid yang menyembul di dalam ransel mini yang dibawanya.

Beryl yang tak menyangka keberadaan polaroid itu sontak saja meraihnya. Beryl menatap sebentar polaroid itu, hingga akhirnya dia mengambil sebuah buku note kecil dari dalam ranselnya dan menyelipkan polaroid itu di sana.

Namun polaroid itu tetap menampakkan dirinya. Selembar polaroid itu menampilkan siluet punggung seorang laki-laki yang sedang berjalan. Di bawah fotonya, terdapat sebuah kalimat yang ditulis dengan tangan.

Seandainya aku tetaplah aku puluhan tahun yang akan datang, aku bakalan ungkap semuanya dengan sejujur jujurnya.

Beryl yang menyadari polaroid itu masih tampak segera saja menyelipkannya lebih dalam di buku notenya itu dan menyimpannya di dalam kopernya.

"Aku nggak nyangka peluangnya jadi sebesar ini" gadis itu bergumam sendiri.

Tepat setelah Beryl menyelesaikan ucapannya, ponselnya bergetar.

Drrrrtttt drrrrtttt

Beryl yang semangat kerena ponselnya memdapat sinyal, langsung saja meraih benda pipih itu.

Kenapa Om Vian telpon ya?

Gadis itu mengangkat panggilan yang berasal dari Ayah Lora itu.

"Assalamu'alaikum om" Beryl mengucap salam ketika panggilan itu terhubung.

Tak ada jawaban, namun Beryl mendengar suara ribut orang-orang. Sesekali Beryl mendengar suara Om Vian menyahut.

"Wa'alaikumsalam, maaf om tadi lagi bicara sama karyawan. Kabar kamu sehat Beryl? " akhirnya Revian menjawab salam Beryl.

"Iya nggak papa om, alhamdulillah Beryl sehat. Ada apa ya om nelpon Beryl?" karena Beryl tahu Om Vian tengah bekerja, gadis itu tak ingin membuang-buang waktu.

"Efa lagi sama kamu? Dari tadi om nelpon tapi dia nggak angkat" tanya Revian dengan nada yang sedikit.... khawatir?

Sedangkan Beryl mengerutkan alisnya bingung. Seingatnya, Lora membawa ponselnya.

"Maaf om, Efa nggak lagi sama Beryl, memangnya kenapa om?" Beryl menjelaskan dengan sejujurnya. Bohong sama orang itu dosa loh, apalagi sama yang lebih tua. Batin Beryl.

"Om khawatir sama Efa, dia nggak bawa obat. Dia tidur tadi malam?"

"Dia tidur kok om, Beryl satu tenda sama dia" Oh good, senjata makan tuan. Baru saja Beryl berdalih bahwasanya berbohong itu dosa, tapi sekarang malah dia yang berbohong.

Kembali [T A M A T]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang