"Awalnya ku kira kita dipertemukan untuk saling menyembuhkan, namun ternyata aku keliru, kita dipertemukan untuk mengetahui siapa yang lebih handal dalam melukai, aku ataukah kamu"
◾◾◾
"Bu, maaf Anson nggak bisa menyadarkan ayah"
Anson mencabut beberapa tanaman kecil yang tumbuh di sekitaran makan Ibunya. Lelaki itu masih sering membawa mawar merah untuk perempuan paling dicintainya itu.
"Tolong jangan benci Anson karena Anson nggak bisa ngelakuin apa-apa, sejak dulu bu"
Anson menghembuskan napasnya sebentar, lelaki itu datang dengan membawa luka yang semakin lebar, dan banyak.
"Mungkin dengan cara ini Anson bisa ngerubah ayah"
"Anson capek selalu diam dan menahan semua pukulan yang ayah layangkan, Anson juga nggak bisa selalu ngelawan, karena dia ayah Anson, seburuk apa pun dia, dialah yang paling peduli Anson sejak ibu dan Chandra pergi. Ibu, maaf karena Anson pernah ngelawan ayah, harusnya Anson jadi kayak ibu yang selalu nerima setiap hal buruk yang ayah lakukan pada ibu"
Anson mengepalkan tangannya erat, bila pun ada yang bertanya bagaimana kondisinya saat ini, Anson dengan penuh percaya diri akan berkata bahwa dia telah kehilangan harapan dalam hidupnya. Anson tak pernah menyangka, hidupnya akan menjadi seperti ini.
Meski Anson membenci Ayahnya, namun jauh di dalam lubuk hatinya tertanam sebuah kalimat sederhana yang membuat lelaki itu tetap patuh pada Ayahnya.
Semua yang dilakukan orang tua adalah yang terbaik bagi anaknya.
Hingga akhirnya, di sinilah Anson berada. Meninggalkan dunia dan harapannya untuk berbakti pada Ayahnya.
Kadang Anson akan diam berdiri di depan cermin ketika iris hazelnya mendapati banyak bekas luka yang ada di tubuhnya. Sering pula Anson menyakiti dirinya sendiri ketika dia merasa kecewa dengan hidupnya. Irisan di urat nadi pun ikut melengkapi luka di tubuhnya. Namun lelaki itu akan melempar benda tajam itu sesaat setelah mengiris tangannya, tersadar akan tindakan bodoh yang dilakukannya.
Hingga akhirnya hari itu tiba, hari di mana Anson merasa bahwa hidupnya tak pernah berarti, untuk pertama kalinya lelaki itu menghajar Ayahnya dan berseru lantang menyuarakan kepedihannya. Namun apa yang terjadi? Ayahnya malah menyiksanya lagi. Penyiksaan terkejam yang pernah dialaminya.Bosan dengan hidup yang dipenuhi oleh darah dan makian, Anson masuk ke kamar Abangnya dan meraih sebuah tali yang dulunya paling dibenci Anson. Tali yang digunakan Abangnya ketika gantung diri.
Tanpa kata, tanpa surat, namun dengan emosi yang berkobar di matanya, Anson naik ke atas kursi dan memegang erat tali itu, dia bersiap untuk mengundang kematian ketika tiba-tiba pintu terbuka lebar, seorang laki-laki dengan jas masuk dan dengan cepat mendorong Anson, namun Anson tetap bersikeras, lelaki itu mencoba mengambil sebuah pisau lipat yang ada di laci, namun gerakannya kalah cepat dengan lelaki berjas itu.
Beberapa saat kemudian, orang-orang dengan jas pula masuk dan mengikat tangan Anson. Anson berteriak dan meronta, sempat memukul beberapa dari mereka, namun sebuah suntikan menancap tepat di punggungnya, membuat matanya berkunang, kesadarannya mengambang, yang diingat Anson waktu itu hanyalah lelaki yang pertama kali masuk memikulnya, lalu membaringkannya di atas ranjang.
Sempat Anson mendengar sesuatu, seperti ada yang sedang mengadu pendapat, namun semuanya seolah samar baginya, hingga akhirnya dua orang lelaki masuk dan mengikat kedua kaki dan tangan Anson di pinggiran ranjang.
Sadar usahanya sia-sia, Anson mencoba kabur, dan hal itu berhasil. Otaknya telah merancang cara lain untuk mengakhiri hidupnya.
Lelaki itu berjalan menuju jalan raya tanpa alas kaki dan berdiri di tengah-tengah jalan, menunggu kematian menghampirinya. Seruan-seruan tak dihiraukan olehnya, sempat Anson lihat beberapa dari mereka merekamnya. Namun fokusnya hanya pada truk yang sedang melaju dengan jarak seratus meter dari tempatnya sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kembali [T A M A T]
Fiksi RemajaIni tentang Lora. Seorang gadis yang hanya ingin hidup dengan damai di SMA. Menjalani kehidupan biasa yang melibatkan orang biasa. Namun, karena seorang cowok yang tiba-tiba datang dalam kehidupannya, rasa biasa yang selama ini membuat Lora nyaman...