24. Sahabat

16.9K 806 12
                                    

"Sahabat tidak akan meninggalkanmu walau tahu buruknya dirimu."
-Alvan Gara Crishtian

❤❤❤

Alvan memasuki kamarnya, meletakkan tasnya disembarang tempat, berdirilah dia menatap setiap pemandangan Jakarta dari kamarnya.

Sungguh kejadian tadi saat Keyla tidak masuk sekolah membuat hatinya berkecamuk, tidak karuan, baru kali ini Alvan sebegitunya khawatir pada seseorang kecuali orang tuanya.

Alvan memasuki kamar mandi, mungkin terkena tetesan air bisa membuatnya segar kembali. Setelah itu dia memakai pakaiannya, terdengar bunyi suara dari ponsel Alvan dan tertera nama Ferry di ponselnya.

Dengan cepat Alvan mengangkat panggilan itu, "halo?"

"Van, tolongin... gue," ucap Ferry dengan suara seraknya.

"Lo kenapa?" Tanya Alvan dengan tegas.

"Gue tadi diserbu sama geng Liyon, kayaknya mereka mau bales dendam gara gara waktu itu kalah," ucap Ferry.

"Kalah? Bahkan kita udah lama gak nyerang dia."

"Yang didepan toko buku itu Van, huk...," terdengar suara batuk.

"Fer kirim lokasi lo sekarang juga," ucap Alvan dengan suara keras bahkan hampir saja dia berteriak.

Tidak ada jawaban lagi setelah itu, Alvan langsung mengambil jaketnya dan mengenakannya, Ferry baru saja mengirimkan lokasinya dengan cepat Alvan menuju kesana.

Hampir saja Alvan keluar dari pintu depan rumahnya kalau tidak ada suara yang membuatnya berhenti, "kamu mau kemana Alvan?" Suara tegas dari Crishtian lah itu.

"Temen Alvan jatuh pa, Alvan kesana mau nolongin," ucap Alvan dengan berbalik menghadap papanya, "Alvan buru buru pa, nanti aja sesi tanya jawabnya," Alvan langsung melangkah keluar rumahnya, hari ini dia sengaja menaiki mobil. Dengan kecepatan diatas rata rata Alvan mengendarai mobil sport itu, matanya fokus melihat jalanan dihadapannya.

Setelah sampai lokasi, dia melihat Ferry yang tertunduk lemah dengan satu tangannya memegang tembok untuk menahan tubuhnya, wajah Ferry banyak yang lebam dan beberapa darah yang keluar, dan bajunya sudah tidak berbentuk.

Alvan menuruni mobilnya, dan berlari menuju Ferry, "Fer lo masih kuat kan?" Tanya Alvan menuntun badan Ferry menuju mobilnya.

"Van, thanks ya," ucap Ferry. Alvan hampir saja menangis melihat keadaan temannya seperti ini, bahkan Ferry tidak lagi seperti yang dia kenal.
Alvan menggeleng gelengkan kepalanya, ingin berucap tapi tidak bisa, jika dia semakin berusaha mengeluarkan suaranya maka air matanya akan keluar dengan sendirinya, dia tidak ingin merasa lemah dihadapan sahabatnya, Alvan memasukkan Ferry dikursi penumpang mobilnya.

Alvan mencoba menenangkan pikirannya, sambil menghubungi Radit, "halo," ucap Alvan setelah merasa tersambung, dan satu buliran air turun dari mata Alvan, dengan cepat Alvan menghapusnya, untuk kali ini Ferry tidak tahu, biarkan saja air matanya turun Alvan memang begitu lemah jika menyangkut sahabatnya, entah sepertinya air mata itu mengandung dendam bagi siapa yang membuat sahabatnya menderita seperti ini.

"Ada apa Van?" Tanya Radit.

"Lo cepet ke lokasi yang nanti gue kirimin, ajak Nathan atau Tomi. Ambil motornya Ferry."

"Emang ada apa Van?"

"Ferry dikroyok sama geng Liyon," setelah mengucapkan itu Alvan mematikan sambungan teleponnya, mengirimkan pesan kepada Radit berisi lokasinya sekarang, dan memasuki mobil lagi lagi dengan cepat Alvan mengendarai mobil itu menuju rumah sakit.

KEYVANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang