Carra termenung didepan jendela kamarnya, ia masih memikirkan siapa sebenarnya ketua Black-Devil , kenapa ia seperti pernah mendengar suara itu.
'Gue ngaku kalah'
Suara itu terlalu jelas bagi Carra, namun Carra juga tidak tau suara siapa tepatnya.
tok tok tok
Suara ketukan pintu membuat Carra beranjak dari duduknya, ia segera membukakan pintu itu, ternyata ibunya membawa selembar photo padanya.
"Ibu tidak menyekolahkan mu untuk seperti ini" ucap Camella dengan memberikan photo pada Carra, Carra menghela napas saat melihat dirinya dan Agam turun dari motor saat berangkat sekolah.
"Buat apa mamah nyuruh orang buat ngikutin Carra..?" tanyanya membuat Camella tersenyum ketus, menatap Carra yang juga menatapnya dengan tajam.
"Apa kamu lupa pesan ibu padamu, ..?" tanya Camella yang duduk disofa kamar Carra. pembawaan Camella itu sangat dingin, sampai Carra pun selalu kalah dalam menatap tajam.
"Gak ada yang Carra lupain ,'' Carra lalu menghela napas, "Belajar yang rajin ,tidak perlu jadi nomor satu, lulus dengan tepat waktu.. lalu apa Carra melanggar itu?" tanya Carra saat sudah mengulang nasihat ibunya yang selalu sama.
"Berpacaran akan menghambat proses belajar kamu, lagi pula anak itu adalah ikon sekolah Atlanta, apa yang mau kamu jawab"
Carra terdiam, ia tahu itu, Agam adalah cowok populer disekolah, cowok yang membuat hidupnya tersentuh.
"Kamu masih kelas 10 Carramel Nattasha , dan sudah berpacaran.." Camella lalu beranjak dari duduknya, "Putuskan hubungan kamu denganya, atau semuanya akan terulang lagi" lanjut Camella yang meninggalkan Carra.
Inilah alasan Carra menolak Agam dulu, karna ini , karna Carra tidak ingin ada masalah pada lelaki itu, belum pacaran saja Agam hampir pukuli oleh suruhan ibunya apalagi sekarang sudah berpacaran.
Carra kembali duduk didekat jendela, sebenarnya ia menerima Agam menjadi pacarnya adalah agar cowok itu tidak mengejar-ngejar Carra lagi, dan niat Carra memang membuat Agam membencinya dengan sikap acuh dan ketidakpedulianya.
Sebentar lagi Agam akan bosan dan memutuskan Carra, dan hidup Carra tidak akan ada yang mengganggu lagi, itulah alasan ia menerima Agam. Karna sepertinya Agam jika semakin ditolak maka akan semakin gencar untuk mendapatkan sesuatu yang ia inginkan.
Carra kembali menghela napas, Sebentar lagi Mel, sebentar lagi dia akan mutusin lo batin Carra pada dirinya sendiri.
Bip
Suara notip mengalihkan pemikiran Carra lagi, ia akhirnya menyambar ponsel yang ada diatas nakas. Nama Agam terpampang jelas dilayarnya.
Agam "Carr, hari ini jalan yuk"
Carra menghela napas, ia lalu mengetik sesuatu yang membuat hati Agam senang , yaitu hanya dengan kata 'Ya' saja.
Agam sudah bersiap didepan cermin besar nya, ia menatap pantulan dirinya yang sumpah demi apapun pasti bikin kaum hawa mimisan.
"Widih udah keren, mau kemana lo?" tanya Glenca yang berdiri di pintu dengan menyilangkan tanganya dididada. Agam melirik Glenca sebentar dan kembai melihat pantulan dirinya dicermin.
"Jalan lah sama pacar, emangnya lo jomblo.." ledek Agam, Glenca berdecak kesal , tapi melihat penampilan Agam sepertinya memang dia akan jalan bersama pacarnya.
"Hm, cewek mana sih yang terpaksa jalan sama lo Gam, kasihan gue" balas Glenca dan kini Agam tersenyum meremehkan pada Glenca.
"Suatu saat gue bakal kenalin lo sama dia, dan disaat itu lo akan bilang, 'lo hebat Gam' " ucap Agam yang berjalan melewati Glenca yang masih bertengger dipintu. Glenca lalu mengikuti Agam.
''Halaah, paling cewek nya yang selau ngintilin lo kemana-kemana yakan.." tebak Glenca yang masih mengikuti Agam disampingnya. Agam berdecak kesal. Ia yakin jika Glenca bertemu Carra ia pasti akan merasa naik darah seperti yang selalu Agam rasakan.
"Dia itu cewek yang paling berbeda, pokoknya gue suka banget sama dia.." Agam menerawang memikirkan dimana Carra menerima nya.
"Betewe nama cewek gak beruntung itu siapa" penasaran Glenca pasalnya Agam seperti benar-benar menyukai cewek itu.
"Carramel, unik yah namanya, seunik kepribadianya.." jawab Agam dengan tersenyum penuh semangat, sebentar lagi ia akan bertemu dengan kekasih yang sudah 3 hari tidak ia temui.
Glenca mengangguk lugu, ia lalu berhenti mengikuti Agam, nama itu, siapa yang pernah menyebutkan nama Carramel itu, ia seperti Dejavu dimana ia pernah mengalami dimana ada yang menyebutkan nama Carramel selain Agam.
**
Senyuman Agam terus mengembang saat sudah sampai gerbang rumah Carra, melihat pak satpam yang selalu siaga di pos untuk menjaga keamanan keluarga Carra, Agam rasanya ingin berterima kasih.
Terlihat Carra sudah keluar dari rumahnya, halaman mansion ini sangat luas, sampai Agam harus menunggu sekitar 5 menit untuk Carra sampai keluar.
Carra hanya memakai jeans dan tangtop dengan jaket denimnya, rambutnya ia ikat kuda, membuat leher mulusnya terekspos , dan itu membuat hati Agam agak mencelos, tak rela rasanya.
"Carr, bisa gak rambutnya kamu urai ajah..?"tanya Agam saat Carra duduk dimotor nya, Carra sedikit menyernyitkan keningnya, sebenarnya ia ingin bertanya 'kenapa' tapi ya sudah lah. Akhirnya Carra membiarkan rambutnya terurai.
Tanpa Carra sadari ia menuruti kata hatinya bukan lagi logika yang selalu ia pakai disetiap tindakanya.
Dan ternyata tanpa Carra sadari juga, Agam berpengaruh pada dirinya saat ini.
**
Salam hangat dari Ninna Nattasha penulis wattpad 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ice Girls [END]
RomanceAgam Aldridge : Dia itu cantik, tapi nolak mulu, ucapannya selalu kasar, selalu menghindar. Carramel Skriver : Dia itu Ribet. Ditulis tanggal 21 Maret 2018 Selesai tanggal 20 Oktober 2019