Bagian - 14

12.6K 521 2
                                    

Pagi ini Agam sudah siap di dimeja makan, entah apa yang membuatnya semangat.

Ia pun bersiap untuk menyantap masakan yang sang papah buat sebelum ke kantor.

Gama menyiapkan roti bakar yang sedikit kegosongan dan segelas susu coklat hangat pavoritnya.

Walaupun ada asisten dirumah Agam , untuk sarapan papahnya selalu menyempatkan diri.

Dan disinilah peran ibu dilengkapi.

Namun lain halnya dirumah Carra , ibunya belum bangun sama sekali. Carra menatap meja makan yang dulu terisi olehnya dan ayahnya.

Ia memang sedikit mencari sosok ibu, karna dari dulu pun ia tidak menemukanya dari sosok Camella karna wanita itu sibuk dengan dunianya sendiri.

Camella sibuk dengan komplotan mafia itu, Carra benci komplotan yang sudah adu domba...

Carra segera mengambil kunci mobil yang tergeletak di sofa begitu saja.

Ia pun membuka pintu besar itu dengan remote yang ia pegang, Carra hanya berucap 'buka pintu' dan pintu besar itupun terbuka lebar.

Sebelum ia menutup pintu ia sempat menatap kembali rumah ini . "Ayah.. Carra berangkat sekolah dulu, asalamualaikum" salam Carra dan pintu pun tertutup.

Tanpa sarapan yang sudah tersedia Carra berangkat sekolah, begitulah Carra semenjak ayahnya meninggal . Carra sangat jarang , bahkan bisa dibilang dengan hitungan jari.

Camella tidak ambil pusing dengan Carra, bahkan bagi Carra ia lebih baik di basecamp nya dari pada dirumah megah yang penuh kebohongan ini.

**

Agam berlari kekelas 10.3 yang berada disebrang kelasnya, ketika seorang gadis berambut coklat  itu keluar kelas. Ia bertolak belakang dengan teman-teman nya yang bermayoritas ke kantin utama.

Sepertinya gadis itu akan kekantin belakang, dengan langkah panjang Agam menghampiri Carra.

"Pagii.." sapa Agam dengan ceria saat langkah nya mengimbangi langkah Carra.

Yang disapa malah cuek bebek, enggan atau memang tidak peduli pada sosok cogan disampingnya itu.

"Entar pulang bareng gue yah.." ajak Agam dengan senyuman lebar . Namun sama sekali tidak ada jawaban bahkan yang terdengar hanya helaan napas saja.

Dan itu membuat Agam geram sendiri,  Agam lalu beralih kehadapan Carra , membuat gadis itu menghentikan langkahnya.

Carra menatap tajam Agam, mengisyarat kan bahwa cowok itu sangat mengganggunya, namun Agam malah menatap balik manik mata Carra.

"Lo kenapa ogah banget ngomong sama gue, apa kurangnya gue sih?" tanya Agam kelewat geram.

Carra menaikan sebelah alisnya, "Iya Carr, gue itu suka sama lo"  ungkap Agam terang-terangan, Carra menghembuskan napasnya kesal.

"Gue sama sekali gak peduli, lo ngalangin jalan gue, minggir" jawab Carra penuh penekanan.

Dengan berat hati Agam memilih minggir, dan Carra melewatinya begitu saja tanpa berniat menatap Agam.

**

Bel pulang sudah berbunyi beberapa menit yang lalu, namun kelas 10.3 yang ditempati Carra belum juga bubar.

Elsa, Ariana dan Sella sudah gatal ingin segera pulang, namun soal yang diberikan guru killer itu belum juga diselesaikan.

Saking sulitnya Ariana sampai menggigit jari nya sendiri, kesal sekaligus pusing. Kesal karna guru nya gak keluar-keluar jadi gak bisa nyontek.

Pusing karna soalnya susah betul, namun berbeda dengan Carra ia malah asyik mencoret-coret bukunya.

Soal yang diberikan ia sudah selesaikan sejak tadi, dan ia tidak ingin cepat-cepat pulang dan menjadi sorotan karna yang pertama keluar.

"Astaga, ini mah soal anak kuliah , kenapa dikasih ke anak SMA sih'' omel Ariana yang kembali menggigiti jarinya ke kebiasaan kalau ia kesal.

"Kalau yang sudah cepat kumpulkan" ucap guru killer itu membuat semua murid kehabisan akal.

Satu persatu anak murid menyeselaikan soal yang diberikan, namun barisan Carra masih belum ada yang menyelesaikan, dan itu membuat Carra kembali menunggu.

"Gue gak kuat, 2 lagi nih, salahin ajah lah.. udah gak kuat nih otak" ucap Elsa yang menyelesaikan dengan asal-asalan.

Dan satu persatu pun barisan Carra menyelesaikan soal , dan membuat Carra mengumpulkan bersama.

Carra pun segera keluar kelas , ia cukup pegal hanya duduk, ia kemudian meregangkan tanganya.

"Dorrrr" sentak orang yang mengagetkan Carra, namun sayang tidak ada reaksi kaget dari Carra.

"Keluarnya ko telat, gue nunggu lo dari tadi loh" ucap Agam yang tidak diindahkan oleh Carra.

"Pulang bareng gue yah, " ajak Agam yang lagi-lagi tidak Carra pedulikan, "gue ngerasa ngomong sama tembok" lanjut Agam.

Carra kemudian membuka kunci mobil nya dari jarak 5 meter, ia pun dihentikan oleh Agam.

''Carr, pulang bareng gue ajah, atau gue nebeng sama lo, kan gue udah nunggu lo lama" ucap Agam membuat Carra menatap nya tajam.

"Gak ada yang nyuruh lo buat nungguin gue, minggir" ucap Carra yang malah mengambil jalan samping Agam, dan Agam.. cowok itu tidak bisa berkata apa-apa lagi, ia selalu kalah debat dengan Carra.

"Ini resiko gue suka sama gadis yang hatinya diciptakan dari salju".

**

Salam hangat dari Ninna Nattasha  penulis amatir yang gak jadi liburan ke Bali ^sad:(^

The Ice Girls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang