"Akhirnya selesai."
Semua orang berseru ria saat Ujian Nasional baru saja selesai dilaksanakan. Rasa penat sudah menghilang sekarang, bagi kelas 12 ibarat sudah pulang dari medan perang. Kini mereka hanya bersenang-senang saja. Mereka sudah bebas.
Sementara adik kelas mereka akan menghadapi ujian kenaikan kelas. Dan besok akan dilaksanakan.
"Gimana kalau besok kita belajar bersama, Ar besok gimana kalau dirumah lo." Elsa berbicara.
"Boleh, dateng ajah." Ariana menjawab sebari memainkan ponselnya, ia sangat kesal sekarang. Pengorbanannya sia-sia.
"Kenapa sih Ar, lo kok kayak banyak pikiran gitu?" Sella yang melihat gerak-gerak Ariana merasa aneh. Pasalnya gadis ini biasanya selalu ceria.
"Kalau gue diem bukan berarti gue banyak pikiran," Ariana menjadi sedikit sensi membuat Sella merenungkan perkataanya. Apa ia salah bertanya.
"Sella cuma nanya, lo gak perlu sensi gitu Ar," Elsa menimpali, pasalnya Ariana tidak biasanya. Apa mungkin Ariana ada masalah.
"Ck," Ariana berdecak, namun kemudian ia tersenyum ceria lagi, menatap teman-temanya satu persatu, "wajah kalian gilaa, gue baru sensi gitu udah pada gak enak." Ariana tertawa terbahak melihat wajah teman-temanya yang percaya dengan kemarahnya.
"Astaga gilaak, lo ngeprank kita, ihh jahatt ihh," Sella mencubit paha Ariana pelan, membuat semua orang terkekeh melihat interaksi itu. Ariana itu adalah gadis ceria jadi jika dia berbeda itu akan sangat ketara.
Namun mereka tidak tahu bahwa Ariana benar-benar tidak baik-baik saja.
**
Agam menggerutu. Untuk kesekian kalinya ia kembali mendapatkan kotak misterius. Kali ini isi surat nya berbeda.
'Jika bertahan kou akan kena akibatnya, jika berpisah kou selamat'
"Gila sih yang ngirim beginian," Raga ikut prihatin, siapa yang sudah berani mengirimkan surat-surat seperti ini.
"Mungkin orang iseng," Agam mengangguk dengan ucapanya sendiri, ya semoga saja orang iseng yang hanya sedang gabut. Karna jika ada maksud tertentu ini sudah termasuk mengancam.
"Mana ada coba orang iseng kayak gini..," mereka duduk ditepi lapangan, mereka baru saja selesai main futsal. Karna sudah bebas dari pelajaran.
"Oh iya Gam, si Darrel kemarin minta kita ketemu dibasecamp, ada yang mau dia omongin katanya," Dewa berdiri dari duduknya. Agam menautkan alisnya.
"Ngomongin apa? tumben." Agam mengambil botol air kemudian meneguknya. Mereka kemudian berjalan beriringan.
"Gak tau," balas Dewa kemudian mereka berganti pakaian. "Gam gimana sama Carramel, dia masih kayak sedih-sedih gitu gak," Dewa menanyakan kematian ibu pasal Carra. Agam menghela napas.
"Ya gitu, dia emang gak nangis. Cuma yah siapapun bisa tahu kalau dia terpuruk," jawab Agam yang mengancingkan seragamnya. Agam sama sekali tidak menyangka kalau keluarga Carra ternyata ketua lingkaran gangstar. Ia juga baru tahu kalau Alvaro ayah Carra ternyata ketua gengstar dunia.
Setelah menyetor muka pada ketua kelas agar dapat nilai tambahan. Agam dan teman-temanya pulang, ia tidak mengganggu Carra yang tengah belajar. Dan lagipula mereka akan kebasecamp.
Mobil Darrel sudah berada disana saat mereka sampai. Terlihat Darrel sedang memainkan ponselnya disofa.
"Woii," Darrel bertos ala brother kepada mereka termasuk Agam, meskipun agak canggung bersentuhanya. Pasalnya Agam tidak pernah bertemu lagi dengan Darrel selain waktu lelaki ini bangun dari koma. Setelah itu mereka tidak berhubungan tidak tahu dengan Dewa atau Raga.
"Kata Dewa lo mau ngomong? ada apaan emang," Raga memulai lebih dulu, salahkan Dewa yang malah kedapur bikin mie instan. Berada diantara Agam dan Darrel yang terdiam membuat Raga juga ikut diam.
"Mm, ini sebenernya gue mau ngomong sesuatu sama Agam, tapi-".
"Ngomong apa?".
Belum sempat Darrel menyelesaikan ucapanya, Agam langsung menyela. Raga menggaruk belakang telinganya, kecanggungan kembali menyeruak. Darrel terlihat menghela napas ia masih berpikir apakah baik mengatakan itu. Didepan Raga dan Dewa, apa itu tidak menyinggung Agam karna ini tentang.
"Ini tentang.. Carramel," Darrel ragu menyebutkan nama kekasih sahabatnya itu. Agam hampir saja melayangkan tangannya pada wajah Darrel, berani-beraninya lelaki ini menyebutkan nama kekasihnya setelah hampir membunuhnya. Untung saja dewa datang dengan mangkuk-mangkuk mie dinampan.
"Apa ini harus dibicaraain berdua ajah?" tanya Raga yang mengerti atmosfernya, Wajah Darrel terlihat tidak enak jika membicarakan hal ini didepan mereka. Raga kemudian membawa mangkuknya, kemudian menarik Dewa. "Yoo brother Dewa, mari kita kebalkon, nyari udara segar," Dewa kemudian mengikuti Raga.
Kini tinggal mereka berdua, Darrel memposisikan tubuhnya menghadap Agam langsung.
"Pertama gue mau minta maaf sama lo soal Carramel, dia ketua Black-Dragon dan gue ketua Black-Devil jadi kami bertarung agar bisa mendapat gelar." Darrel meminta maaf, Agam tetap diam.
"Dan lo harus tau siapa yang ngasih tau idendtitas Carramel sama gue, dia masih anggota cewek lo. Dia penghianat, dia bahkan yang nyelakain waktu kecelakaan mobil Carramel," Ya Darrel tau kenapa sampai Carramel kecelakaan, dan tentu tau siapa dalangnya.
Agam menatap Darrel dengan kening berkerut, apa yang Darrel tau, itulah yang berada dipikiran Agam.
"Dan orang itu, mungkin Carramel tidak akan terima kalau sahabatnya sendiri menghianati dia, lo tau cewek itu anak dari gengstar Palcon yang ketuanya mati karna Carramel menembaknya.
"Lo harus lindungin Carramel, gue takut cewek itu lebih nekat dari seharusnya, lo harus jaga Carramel mulai sekarang, karna lo gak akan tau cewek itu bisa ajah membunuh Carramel,"
Agam menelan ludahnya, cewek itu siapa? sahabat Carra siapa, Ariana, Sella atau Elsa, siapa diantara mereka yang menghinatinya.
"Siapa cewek itu?" tanya Agam. Darrel tersenyum.
"Ariana Angela."
**
Carra menjalankan mobilnya, kemudian berhenti didepan sebuah rumah, belum ada mobil teman-temanya. Ia kemudian segera menuju pintu rumah. Ini pertama kalinya dia menginjakan kaki dirumah Ariana, sebelumnya tidak pernah karna ia selalu menginap dirumah Ariana yang satu lagi.
Ia menekan bel hingga dua kali, pintu kemudian terbuka menampilkan seseorang yang tersenyum ceria padanya.
"Lo udah dateng, yang lain mana?" tanya Ariana yang mempersilahkan Carra masuk lebih dulu, Carra hanya mengedikan bahunya saja, Ariana kemudian mengunci pintu.
Rumah Ariana besar, sekitar dua lantai, banyak sekali photo-photo disini.
"Nyokap lo kemana?" tanya Carra yang duduk disofa karna Ariana menyuruhnya. Ariana tersenyum.
"Ada dikamar," jawabnya ia kemudian pergi kedapur mempersiapkan minuman untuk Carra, Carra kemudian melihat photo keluarga Ariana. Ia mendekati photo besar itu, sekilas biasa saja, namun saat ia menyadari sesuatu.
"Arman," gumamnya, dan ia langsung ambruk, seseorang memukul kepalanya sampai terdengar bunyi detuman yang keras.
"Kou membunuh suamiku," terdengar sayup-sayup suara seorang wanita. Mata Carra memburam, kembali sebuah pukulan mendarat ditubuhnya, namun Carra masih tersadar. Terdengar suara tangis namun Carra tidak bisa melihat, darah mengucur dari kepalanya, luka dikepalanya belum sembuh dan kini kembali terluka.
"Mah, udah," terdengar suara Ariana, Carra tidak tau apa yang terjadi, "tadinya Ari mau racun dia lewat minuman ini, tapi mamah malah mukul duluan," pembicaraan Ariana dengan ibunya.
Apa ini? apa yang terjadi?, perlahan mata Carra tidak bisa membuka dan kesadaranya pun hilang, tubuh serta batinya sakit, penghianatan apa ini?.
**
Hayy semua readersnya Carra-Agam
Author mau tanya nih tanggal 9 oktober kemarin ada yang nonton Shawn Mendes di Sentul. Gila sih konsernya keren banget.Tetep stay dengan The Ice Girls ya, salam hangat dari Ninna Nattasha.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Ice Girls [END]
RomansaAgam Aldridge : Dia itu cantik, tapi nolak mulu, ucapannya selalu kasar, selalu menghindar. Carramel Skriver : Dia itu Ribet. Ditulis tanggal 21 Maret 2018 Selesai tanggal 20 Oktober 2019