Bagian - 49

6.5K 281 15
                                    

"Sudah lama tidak bertemu Camella, teman lamaku dan musuh abadiku," ucapan Arman disertai tawanya. Menatap Camella yang berdiri dihadapanya dengan wajah dingin serta darah yang memenuhi pakaianya. Bukan darah wanita ini melainkan darah orang yang sudah ia habisi.

"Ya, tidak buruk juga bertemu kembali dengan keadaan seperti ini Arman." Camella menimpali, matanya menyapu seluruh penjuru ruangan ini. Tidak ada Carramel.

"Camella, andai saja waktu itu kamu memberikan aku kuncinya, tidak mungkin aku sampai seret anak kamu. Betul," Arman kembali tertawa.

Sampai sekarang Camella masih tidak mengerti dengan apa yang dimaksud Arman. Kunci apa? sebelum Alvaro mati, lelaki itu tidak mengatakan apa-apa tentang kunci yang dimaksud.

"Mari persingkat waktu Camella, berikan saya kuncinya dan Carramel putrimu akan selamat," Arman kembali bernegosiasi, namun wanita paruh baya ini tetap diam.

"Saya tidak memilikinya." Jawab Camella dengan dinginya, sedari tadi Arman menahan marahnya dengan jawaban Camella yang tetap bersikukuh tidak mempunyai kunci itu.

"Hentikan Camella, tidak perlu kamu pura-pura tidak tahu, saya butuh kunci itu, atau... kamu memang menginginkan putrimu mati," Arman kembali melibatkan Carra.

Sebuah senyuman setan terukir dibibir Camella, "Yakin anda masih bisa membunuh anak saya, anda tahu orang-orang anda sudah saya lenyapkan. Saya kesini hanya ingin mengetahui maksudmu saja," jawab nya.

Arman mencoba menyambungkan ht nya agar terhubung dengan anak buah yang menyekap Carramel. Tidak terhubung.

Camella mengeluarkan pistol kedap suara dan mengarahkannya pada Arman.

"Ini untuk penyekapan Carramel,"

Dor

"Ini untuk membuang waktu saya,"

Dor

Arman terkulai lemas dilantai dengan darah yang terus keluar dari tubuhnya. Arman tidak mati, Camella sengaja membuatnya kesakitan.

"Mah," seseorang memanggil Camella, Camella mematung merasakan panggilan itu, tubuhnya terasa bergetar saat orang itu memeluknya dari belakang.

"Terima kasih sudah datang," ucapnya yang tulus, pistol yang berada digengaman Camella jatuh. Tubuh Camella rasanya tidak mampu menahan apapun saat ini. Keterkejutan dan kebahagian akhirnya datang.

Carramel memeluknya, Camella membalikan badannya, ia menatap Carra dengan tatapan yang selama ini tidak pernah ditunjukan.

"Akhirnya Carramel bisa menerima mamah," ucap Camella masih tidak percaya. Carra memgangguk ia mendengar semuanya dari Justin, semuanya.

"Maafin Mel mah, Mel udah salah faham." Carra kembali memeluk tubuh ibunya. Camella mengangguk.

"Tidak apa-apa, mamah seneng Mel bisa nerima mamah," Camella mengusap air mata yang keluar dari sidut matanya.

"Tapi sayang kamu harus mati." Ucap Arman yang tiba-tiba berdiri dan mengarahkannya pada Carra.

Dor
Dor

Carra memejamkan matanya, ia tidak merasakan apa-apa, ia kemudian membuka mata dan melihat apa yang terjadi. Camella bersimpah darah dihadapanya, Camella menggantikan dirinya yang tertembak.

Carra segera mengeluarkan pistol yang berada dijaket nya, ia kemudian berdiri dihadapan Arman yang terkulai.

"Bajingan, mati kou," Carra mengarahkan pistol itu kejantung Arman. Persis seperti yang Arman lakukan pada ayahnya dulu.

Dor
Dor
Dor

Tiga tembakan melesat pada jantung Arman, airmata Carra bercucur begitu saja, ia kembali pada ibunya yang menutup mata.

"Gak mungkin," Carra menatap Camella dengan gelengan kepalanya serta bibirnya yang terus mengatakan 'tidak mungkin'.

Bibir Carra semakin bergetar melihat bibir Camella memucat, ia kemudian berlutut didepan tubuh Camella.

"Mah, gak mungkin.. mamah, bangun." Bibir Carra seolah kaku mengatakan kata-kata itu. Air matanya seolah tak ingin berhenti mengucur.

"Carra," panggil seseorang yang berdiri diambang pintu. Menatap kekasihnya yang berlutut kaku didepan tubuh ibunya yang sudah tidak bernyawa.

Mata Carra beralih keambang pintu, "Agam.. mamah," Carra menunjuk ibunya membuat Agam mengangguk, Agam kemudian mendekati Carra yang masih berlutut.

"Aku ada disini," Agam membawa Carra pada pelukanya, menyalurkan energi yang tersisa pada tubuhnya. Agam lemah dan kesakitan, namun ia harus tetap kuat demi Carra, Agam tau Carra sedang takut saat ini.

"Mamah Gam.. mamah," Carra kembali bergetar. Agam mengusap kepala Carra diselingi anggukannya, pelukan itu semakin erat.

"Mel.." panggil Justin yang baru sampai diruangan itu. Tubuhnya membeku melihat tubuh Camella yang terbujur kaku. Camella mati. Justin mendekat melihat apakah benar wanita ini sudah mati.

Ia kemudian mengeceknya lewat urat nadi, Justin menelan salivanya, Camella benar-benar sudah mati, ia kemudian segera menelpon seluruh anggota Camella karna mereka ada diluar, akibat permintaan Camella.

Camella mati dan Carra kembali mengalami kehilangan oleh orang yang sama.

**

Hujan deras terus mengguyur bumi ini, seolah mengatakan bumi pun berduka atas kematian Camella. Semua orang berbaju hitam ini menundukan kepalanya demi menghormati sang ketua.

Air mata Carra sudah tidak keluar lagi, matanya sudah kehabisan stok air mata, Carra kembali kehilangan, dulu ayahnya. Kini ibunya, lalu besok siapa, kekasihnya ataukah sahabatnya. Carra tersenyum getir mengingat bagaimana kejamnya alam padanya.

"Aku ada disini," Agam kembali memeluk Carra yang terlihat sangat kesakitan dibalik wajah dingin itu.

Semua orang hadir, dari teman-teman Carra, sampai teman Agam, begitupun ayah dan kaka Agam.

"Kami turut berduka atas kepergian ibu kamu," Gama mengusap pundak Carra, Carra tidak bergeming, matanya masih tertuju nisan yang menampilkan nama 'Camella Nattasha'.

Semua orang merasa sedih namun tidak merasa kehilangan, sifat Camella yang sangat arogan dan sadis tidak pernah meninggalkan kesan baik.

Agam kembali mengusap kepala Carra.

Tatapan seorang gadis semakin berapi-api, menatap nisan putih serta gadis yang berada didepanya ini bergantian.

Lo bunuh bokap gue Carramel, sekarang dendam gue semakin besar buat lo, siap-siap lo akan nyusul nyokap-bokap lo sebentar lagi Gadis itu membatin, namun wajahnya hanya menunjukan kesedihan atas kematian ibu dari temanya itu. Dia semakin sangat membenci Carramel

**

Update besok
tunggu ya.

Mau sad/happy end?

The Ice Girls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang