Bagian - 48

6.4K 281 6
                                    

Perlahan mata Carra membuka, rasa pusing akibat benturan masih terasa sakit dikepalanya, entah berapa kali mereka memukul kepala Carra dengan pemukul itu. Yang Carra jamin lebih dari 5x.

Sinar lampu menyorot matanya. Carra kembali memejamkan matanya lagi, perlahan kekaburan mulai terlihat.

Ia berada diruangan yang sama dengan lelaki yang tangannya tengah dirantai itu.

"Agam.." panggil Carra saat melihat wajah Agam yang hampir tidak dikenali itu menghadapnya.

"Hai..pacar," ucapanya terbata membuat hati Carra tersayat, keadaan Agam sangat parah. Tanganya yang dirantai mengeluarkan darah akibat gesekan merontanya, tubuhnya penuh luka.

''Apa dramanya sudah selesai, Sid apakah bocah yang bersama Carramel sudah ditangkap," Arman menggerutu malas, ia sudah cukup menunggu Carra yang baru sadar. Salahkan anak buahnya yang memukul kepala gadis ini sampai darah bercucuran kemana-mana. Untung saja tidak pecah kepalanya.

"Belum bos, dia menghilang," balas Sidar anak buah Arman, Justin yang dimaksud, tidak ada yang menemukan Justin, entah kemana lelaki itu.

"Brengsekk.. lepasin dia, gak ada hubunganya dengan masalah lo." Teriak Carra yang mencoba meronta diatas kursi, tanganya diikat dengan rantai yang dikunci, kakinya diikat dengan tambang.

"Shhh.. emang gak ada hubunganya, tapi dia mencoba melenyapkan anak buah saya, kamu tahukan Carramel bagaimana saya," Arman tertawa terbahak dengan keadaan ini. Melihat seorang Carramel si tangguh yang sudah menghabisi anak buahnya kini tak berdaya dikursi itu.

"Dasar.. pak tua, gak tau.. diri, sudah tua juga." Agam dengan suara paraunya mengatakan itu, membuat Arman berdecak kesal.

Carra meronta saat Agam kembali dipukuli dibadanya. sumpah serapah sudah terlontar untuk Armana Harulas. Sebenarnya lelaki paruh baya ini dulu adalah teman Alvaro, namun karna ketamakannya akan kuasa ia akhirnya mengadu domba Alvaro, sampai akhirnya mereka membunuhnya.

Tak bisa Carra menampilkan wajah dingin tak perduli sekarang ini, rasa khawatir untuk Agam tidak terbendung, melihatnya kesakitan seperti itu, entah apa yang sudah dilakukan Agam sampai Arman membawanya, entah karna Agam berhubungan dengan Carra.

"Bertahanlah, Justin pasti datang," Carra tak bisa membendung air mata yang pertama kali ia keluarkan ini, entahlah wajah Agam kini seperti wajah kesakitan ayahnya saat dipukuli dulu. Melihat Agam sekarang seolah melihat detik-detik terahir dulu ayahnya.

Agam berusaha menampilkan wajah kesalnya, "Ck, si Jus..tin itu," desak kesal pura-pura Agam, isakan kecil berhasil lolos dari bibir Carra. Agam sangat berusaha menampilkan bahwa dia baik-baik saja.

"Justin harapan kita Agam, kamu tau," Carra tersenyum manis. Ya tersenyum manis, membuat Agam tidak merasakan sakit lagi, rasa sakit itu hilang oleh senyuman Carra.

**

"Sudah ketemu," ucap salah satu orang berbaju hitam, mereka tengah mencari keberadaan Carramel.

Wanita yang tengah duduk dikursi kebesaranya ini masih menampilkan wajah dinginnya, seolah ia tidak peduli, padahal hatinya sangat bahagia anak buahnya menemukan keberadaan Carra. Yang otomatis membuat ia mengeraskan rahangnya, rupanya musuhnya itu sudah berani menyentuh putrinya.

"Siapakan senjata, penembak jitu dan prajurit yang siap mati, kita akan menghancurkan gengstar itu sampai menjadi debu," Camella memerintah. Bawahanya mengangguk dan segera mempersiapkanya.

"Bagaimana bisa kalian senekat ini," Camella menstabilkan napasnya, melihat seorang lelaki yang tengah duduk didikursi didepanya ini. Dia Justin.

"Tante tau anak tante kan, " Justin membela diri, beberapa jam yang lalu ia kehabisan senjata dan melarikan diri, ia memberitahu Camella dan akan segera menemui Carra. Namun lokasi Carra ternyata sudah berubah, Arman membawanya. Untuk itu kini mereka mempersiapkan semuanya.

"Sudah siap bos." Beritahu anak buah Camella. Wanita berwajah dingin itu mengangguk kemudian berdiri sambil memakai kacamata hitamnya, mereka keluar dari ruangan itu.

Camella kemudian masuk kemobil hitam mewah nan panjang itu, mobil anti peluru dan dilengkapi senjata disetiap sudutnya.

Sesaat Camella melihat sebuah photo yang selalu terpasang tablet mobil. Sebuah senyuman merekah dibibir Camella saat melihat photo itu, mengusapnya dibagian tangan mobilnya.

**

Kekejaman Camella memang patut diacungi jempol, bagi seorang wanita mungkin akan sangat meringis melihat darah yang bercucuran didepanya. Namun bagi Camella semua itu tidak ada apa-apanya.

Wanita kejam ini bahkan menembak tepat dikedua mata musuhnya, hanya ada raut dingin diwajah itu.

Anak buah Camella sudah masuk kegedung dimana Arman musuh nya berada. Sementara wanita ini masih menembak semua anak buah Arman yang dikumpulkan diruangan ini.

"Ini tante Camella bener-bener pembunuh sadis," Justin bergidik melihat korban-korban yang matinya mengenaskan. Dalam membunuh memang Camella tidak pernah ragu-ragu.

"Benar nyonya, nona Carramel berada dilantai 4 bersama musuh kita, apakah kita akan menambah pasukan." Tanya anak buah Camella, wanita itu menggeleng pelan dengan tatapan yang terpaku pada monitor yang menampilkan tubuh Carra yang diikat dikursi.

"Tidak perlu, 70 persen pasukan Arman sudah kita lenyapkan, tidak adil rasanya kalau jumlah kita semakin banyak," ucapanya bak gunung es yang mampu membekukan siapapun yang mendengarnya.

Anak buah itu mengangguk dan segera membantai sisa-sisa pasukan Arman, Saat Camella akan keluar dari ruangan pembantaian itu, ia mendengar suara.

"Tes..tes.. bisa mendengar saya, hooho nyonya Camella Nattasha.. saya bisa melihat anda melenyapkan anak buah saya, tapi.. anda jangan senang dulu, anda tau bukan kalau putri tercinta anda ini ada ditangan saya," suara Arman terdengar nyaring.

"Saya bisa dengan mudah melenyapkan nona Carramel jika saya mau, tapi tidak.. saya menunggu anda, karna tujuan saya bukan bocah ini, tapi anda nyonya Camella."

Camella menginstruksikan anak buahnya agar segera mendatangi Arman dengan diam-diam, sementara Camella tetap mendengengarkan.

"Hm, basa-basinya saya rasa sudah cukup, langsung keintinya saja, saya menginginkan kunci brangkas persenjataan Alvaro, saya tahu anda mengetahuinya Camella, jadi mari melakukan barter, saya ambil kunci dan anda ambil Carramel, saya tunggu di atap gedung dalam 10 menit." Dan terdengar suaranya dimatikan.

Camella menyernyit aneh, kunci apa yang dimaksud Arman, Camella sama sekali tidak mengetahuinya.

"Oh, dan satu lagi jangan bawa siapapun, dan apapun, anda mengerti," Camella masih merenung.

"Kunci , apa tante bawa?" tanya Justin melihat gerik Camella yang berpikir.

"Saya bahkan tidak tau menahu mengenai kunci itu," jawab Camella dengan memegangi kepalanya.

"Sial, aku punya rencana." Ucap Justin dengan senyuman meyakinkan, Camella mengangguk, tidak ada salahnya mendengarkan bocah ini sekarang.

**

Update besok lusa
tetap besama The Ice Girls
salam hangat

The Ice Girls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang