36. INTUITION

4K 545 43
                                    

.

.

Seokjin tidak begitu mengerti bagaimana ceritanya dia bisa terbangun, yang diingat hanyalah alarm ponsel menjerit-jerit entah berapa kali, tirai kamar terbuka, juga tangannya yang meraba meja lampu dengan brutal demi menemukan benda sialan itu sampai akhirnya menyerah, lantas berguling acuh membiarkan bunyinya bergema ke seluruh penjuru ruangan.

Diputarnya kepala agak malas sembari pelan-pelan mencerna keadaan, sadar jika ponselnya masih berada di dalam tas kerja setelah kemarin membuang begitu saja segala barang yang dibawa, termasuk sepatu, kaus kaki, jas, juga dasinya ke lantai. Peduli setan soal kondisi kamar yang sangat berantakan. Kantuk, stres, dan capek bergumul jadi satu. Seokjin bahkan masih bisa merasakan ngilu di lehernya, mungkin salah tumpuan ketika memutuskan untuk mengabaikan alarm sejenak tadi.

Matanya berkedip-kedip menerima sinyal otak yang merayap mengirimkan berita, bahwa ada alasan khusus tentang mengapa tubuhnya bersikeras tinggal di tempat tidur dan tak segera bergegas seperti layaknya rutinitas. Ini hari Minggu, alasan utama atas tindakannya menolak ajakan makan dari pasangan Minimini kemarin sore. Seokjin berniat menghabiskan malam untuk tidur sepuas-puasnya agar dia bisa bersantai di pagi hari. Tapi rencana tinggal rencana. Bukannya segar, kepalanya malah semakin pusing.

Turun dari tempat tidur, Seokjin bergerak terhuyung setengah sadar, pun spontan menganga mendapati jarum jam dinding merujuk pukul setengah dua. Nyaris seharian dia mendengkur. Pantas saja perutnya bergejolak minta diisi. Sejenak dia berniat memanggil nama seseorang sebagai bentuk protes kenapa tidak dibangunkan lebih awal, namun urung begitu teringat kalau Namjoon sedang ada pemotretan di luar kota sejak empat hari lalu dan belum akan pulang sampai Selasa.

Gerung pelan berbunyi lagi. Seokjin menepuk-nepuk perut kencangnya sambil meringis gusar. Melewatkan sarapan memang bukan hal bagus, mungkin dia harus meracik menu makan siang porsi hewani yang sanggup membayar dua kali jam makan. Diseretnya kaki ke kamar mandi serta mencuci muka sebelum bergerak ke dapur. Cuma ada setengah bungkus roti gandum kasar, selada, ham, dan sekotak kecil keju di lemari es. Menatap kenyataan dengan miris, termasuk mengutuk dirinya sendiri yang lupa berbelanja, Seokjin memilih membuat sandwich memakai semua bahan tersebut. Ambil sisi positif, setidaknya dia tak perlu menyalakan api. Disambarnya pula sekotak susu yang tergolek di sisi botol air tanpa ambil pusing meraih cangkir, toh penutupnya sudah pernah dibuka. Lupa siapa yang meminum. Mungkin sisa sarapannya beberapa hari lalu tapi siapalah yang peduli.

Dibawanya nampan besar berisi makan siang itu ke ruang tengah, bersila di sofa, lalu mulai mengunyah. Jika terpergok, Namjoon pasti akan mencecar kesal, sebab Seokjin selalu melarang siapapun untuk makan selain di dapur supaya rumah tidak kotor.

Ah, tapi Namjoon kan sedang tidak di sini, jadi sepertinya tidak apa-apa, batin Seokjin santai.

Selagi menikmati, mata besarnya berputar ke segala arah. Ruang makan yang kosong, ruang tamu yang senyap, dapur yang hening serta halaman yang sunyi. Lain ceritanya jika Namjoon sedang berada di rumah, pria itu akan mondar-mandir dari depan televisi ke arah lemari es untuk mengambil kue, mengerjakan tugas kuliah jarak jauhnya di ruang tengah, atau sekedar mengecek kotak masuk selagi Seokjin membaca buku sembari tiduran di pahanya. Namjoon selalu ada di sampingnya tanpa diminta, karena—meski bisa mengerjakan banyak hal di ruang kerja atau terlelap menunggu makan malam, dia tahu Seokjin tak suka sendirian.

Tepat ketika mengembalikan nampan ke dapur, mendadak saja Seokjin bersin-bersin hebat. Menyangka itu akibat remah halus dari roti yang berceceran, dia segera berlari ke kamar mandi dan mencuci tangan sebersih mungkin. Bukannya mereda, bersinnya justru berlanjut hingga belasan kali.

Setengah jam berikutnya dihabiskan Seokjin dengan menarik-narik tisu dan menyusut hidung. Belum cukup di situ, bahunya yang bergidik kedinginan memaksa Seokjin menyelinap ke balik selimut kemudian bergelung rapat sambil meremas tisu dengan bingung. Pengaruh terlalu capek? Kombinasi hantaman lembur tiga hari berturut-turut? Terlalu bersemangat menemani ayahnya di rapat direksi sampai lupa minum vitamin? Yang mana?

SHUAI | HANDSOME (NamJin)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang